Melindungi Anak dari Kekerasan Seksual: Peran Siapa?

 

Mbak Dian, panggilan akrab Dian Sasmita, adalah pendiri Sahabat Kapas dan saat ini menjabat sebagai Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Selama lebih dari 15 (lima belas) tahun, Mbak Dian secara konsisten bekerja untuk mendorong sistem dan layanan yang mendukung perlindungan bagi Anak-anak dalam Kondisi Khusus dan Rentan (AKKR), khususnya dengan memberikan pendampingan psikososial dan dukungan reintegrasi bagi Anak yang Berkonflik dengan Hukum (AKH). Dalam wawancara dengan Sahabat Kapas kali ini, Mbak Dian menyoroti tentang isu kekerasan seksual pada anak yang membutuhkan kerja cepat dan kerja cepat semua pihak.

  • Bagaimana situasi kekerasan seksual pada anak di Indonesia saat ini?

Status darurat kekerasan seksual masih berlangsung karena tingginya aduan kasus. Data SIMFONI PPA mencatat sepanjang 2023 ada 10.832 kasus kekerasan terhadap anak dengan 59,7% berupa kekerasan seksual. Pada tahun yang sama, KPAI menerima pengaduan 403 kasus berkaitan dengan kasus kekerasan seksual yang mengalami hambatan keadilan di tahap proses hukum dan akses layanan pendampingan.  

Saat ini kasus kekerasan seksual tidak sebatas kasus kekerasan seksual konvensional, seperti pelecehan, pencabulan, perkosaan, dan lain-lain, tapi berkembang menjadi Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang semakin meningkat jumlahnya dan beragam bentuknya. KBGO tidak hanya menyerang anak perempuan tapi juga anak laki-laki. Semua punya kerentanan yang sama. Seperti kasus terbaru yang terjadi di Tangerang, beberapa anak laki-laki dijadikan objek dalam pembuatan konten pornografi. 

Berkembangnya bentuk-bentuk kekerasan seksual mengharuskan kita memperkuat jaring pengaman bagi anak. Upaya ini harus melibatkan banyak pihak, mulai dari orang tua melalui pengasuhan, institusi pendidikan melalui edukasi kesehatan reproduksi dan seksualitas, juga mendorong kemampuan anak membentengi diri, dan Pemerintah melalui berbagai kebijakan/program/aksi penghapusan kekerasan seksual pada anak.  

  • Apakah ada relasi kedekatan dalam kasus kekerasan seksual pada anak? Apakah ada pola-pola tertentu?

Pola relasi mudah diidentifikasi pada kasus kekerasan seksual konvensional atau yang sifatnya interaksi langsung, berbeda dengan kasus KBGO. Sama seperti kejahatan ranah digital lainnya, KBGO punya karakteristik/kekhasan, yaitu (1) borderless atau tanpa batas, sehingga pelaku bisa berasal dari mana saja, baik dalam negeri maupun luar negeri; dan (2) anonimitas atau ketidakjelasan informasi mengenai identitas, sehingga pelaku bisa memalsukan nama, alamat, usia, dan detail lainnya. 

Kedua karakteristik/kekhasan itu membuat penanganan hukum kasus KBGO menjadi penuh tantangan. Kapasitas alat pelacakan atau digital forensik dan Sumber Daya Manusia (SDM) pada Aparat Penegak Hukum (APH) belum mampu mengikuti derasnya arus kejahatan ranah digital. Akhirnya, kasus KBGO masih ditangani dengan model penanganan kasus kekerasan seksual konvensional sehingga prosesnya menjadi sangat lambat atau bahkan tidak selesai. Padahal semakin lama proses pengungkapan kasus akan membuat korban semakin menderita karena dihantui rasa takut, was-was, dan khawatir. 

Sama halnya dengan salah satu kasus yang didampingi Sahabat Kapas yang sampai hari ini jalan di tempat disebabkan ketidaktersediaan alat pelacak dari Polresta Solo.  

  • Apakah regulasi di Indonesia sudah cukup melakukan intervensi dalam memberikan perlindungan dalam kasus kekerasan seksual pada anak?

Peraturan Presiden Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak (Stranas PKTA) sudah sangat elaboratif dalam merumuskan arah kebijakan sekaligus strategi pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak. Ada 7 (tujuh) strategi dalam Stranas PKTA, antara lain (1) penyediaan kebijakan, pelaksanaan regulasi, dan penegakan hukum; (2) penguatan norma dan nilai anti kekerasan; (3) penciptaan lingkungan yang aman dari kekerasan; (4) peningkatan kualitas pengasuhan dan ketersediaan dukungan orang tua/pengasuh; (5) pemberdayaan ekonomi keluarga rentan; (6) ketersediaan dan akses layanan terintegrasi; dan (7) pendidikan kecakapan hidup untuk ketahanan diri anak. 

Tapi perlu diingat bahwa regulasi sebaik apapun akan menjadi tumpul ketika tidak dioperasionalkan dengan maksimal. Artinya, diperlukan komitmen tinggi dari para pemangku kepentingan untuk memastikan efektivitas ketersediaan, kecukupan, dan kualitas penyelenggaraannya. Setiap aksi harus dipantau dan dievaluasi berkala untuk memastikan perlindungan anak bisa terlaksana dengan optimal dan komprehensif.  

Beban Pemerintah memang besar, tapi menurut saya beban akan semakin besar jika tidak dilakukan pencegahan dan penanganan. Ketidakseriusan Pemerintah bisa menyebabkan efek domino dalam jangka panjang. Misalnya dalam hal penanganan, saya membayangkan ketika anak korban kekerasan seksual tidak mendapatkan akses pemulihan, maka anak tersebut rentan mengalami depresi, mudah sakit, dan berujung putus sekolah. Kondisi kesehatan anak yang mudah sakit berkaitan dengan beban biaya kesehatan yang ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan), sedangkan kondisi pendidikan anak yang putus sekolah membuatnya rentan berada di garis kemiskinan sehingga berkaitan dengan beban biaya Bantuan Sosial (Bansos) yang harus dikeluarkan Pemerintah. 

Bukan hanya anak sebagai korban, anak sebagai pelaku atau yang disebut sebagai Anak yang Berkonflik dengan Hukum (AKH) juga punya hak yang sama atas penanganan, perlindungan, pemulihan, dan rehabilitasi. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menyebutkan kewajiban untuk merehabilitasi pelaku. Dari 7 (tujuh) aturan pelaksana UU TPKS yang 3 (tiga) di antaranya sudah disahkan, saya belum melihat ketersediaan aturan pelaksana yang mengcover dengan tegas kebutuhan rehabilitasi AKH. Padahal upaya rehabilitasi adalah bagian penting untuk mencegah keberulangan tindak pidana. Perlu keseriusan agar tidak menimbulkan efek domino secara jangka panjang. 

Fokus perhatian Pemerintah tentu tidak hanya pada penanganan, tapi juga memastikan semua pihak serius dalam upaya pencegahan. Setiap Kementerian/Lembaga pusat maupun daerah diharapkan terlibat aktif melalui kebijakan/program/aksi untuk melindungi anak dari kekerasan seksual, misalnya: 

  • Pemerintah Desa (Pemdes); mengalokasikan anggaran Desa untuk mendukung upaya perlindungan anak. Dalam hal ini, harus diperjelas berapa persen besaran anggaran yang ideal.
  • Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR); memberikan dukungan untuk memfasilitasi pendirian atau pembangunan lembaga layanan, rumah aman, dan sebagainya.
  • Kementerian Perhubungan (Kemenhub); menyediakan transportasi publik yang aman dan nyaman untuk anak, memberikan edukasi tentang kekerasan seksual di transportasi publik, menyebarluaskan informasi tentang layanan pelaporan jika melihat dan/atau mengalami kekerasan di transportasi publik, dan sebagainya. Perlu mencontoh praktik baik yang dilakukan perusahaan Kereta Api Indonesia (PT KAI). 

Selain peran Pemerintah, peran masyarakat juga besar. Masyarakat, baik perseorangan maupun kelompok, bisa ikut serta menyebarluaskan informasi, mengedukasi, dan/atau mendampingi yang berkaitan dengan kekerasan seksual. Praktik baik seperti ini sudah sering dilakukan (NGO)/ Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Perlu sekali memaksimalkan kolaborasi dan sinergi antara Pemerintah dan masyarakat agar dampaknya semakin besar. 

  • Bagaimana keterkaitan Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) dengan pencegahan kekerasan seksual? Seperti apa model PKRS yang bisa dikembangkan di Indonesia?

Jangan melakukan edukasi hanya untuk menggugurkan kewajiban semata. Edukasi harus dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus agar melekat dalam ingatan masyarakat dan berubah menjadi suatu tindakan positif. Edukasi diharapkan selalu ada meski masyarakatnya terus berganti. 

Beberapa inisiatif dan strategi yang diperhatikan agar edukasi bisa berkelanjutan, seperti (1) anak harus diberikan edukasi terkait PKRS sejak dini; (2) materi harus disesuaikan dengan bahasa dan kapasitas/kemampuan anak agar mudah dicerna; (3) memastikan semua materi tersebarluaskan dengan maksimal; dan (4) melakukan pembaharuan materi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

  • Adakah yang berbeda ketika dulu Mbak Dian bekerja dari grassroot/ akar rumput dan sekarang bekerja di level kebijakan dan komisioner? Apa gap dalam perlindungan anak yang menjadi tantangan antara kebijakan dengan implementasi?

Seringkali pemerintah pusat hanya sebatas membuat kebijakan, setelahnya kurang melakukan pengawasan pada tahap implementasi. Padahal pengawasan diperlukan untuk memastikan agar setiap kebijakan mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Dalam lingkup perlindungan anak, fungsi pengawasan memang menjadi tanggung jawab KPAI. Lembaga ini mengawasi apakah setiap Kementerian/Lembaga, baik pusat maupun daerah, menjalankan perannya dengan optimal. Namun melihat kondisi KPAI saat ini, semua tanggung jawab tersebut tidak bisa hanya diserahkan pada KPAI. Sebaiknya tidak hanya mengandalkan kepada satu mekanisme pengawasan saja. Setiap Kementerian/Lembaga bisa memfungsikan Inspektorat agar tidak hanya fokus mengecek laporan keuangan, tapi juga memastikan apakah program berjalan tepat sasaran. 

Seringkali program pemerintah ketika turun ke masyarakat masih menggunakan bahasa ala pemerintah yang sulit dimengerti. Pemerintah perlu membahasakannya dengan lebih membumi sehingga masyarakat, Pemerintah Desa, dan Pemerintah Daerah paham bahwa kekerasan seksual adalah masalah bersama, bukan semata untuk menegakkan Undang-Undang Perlindungan Anak dan/atau Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual saja. Jadi perlu ada manajemen/pola/strategi komunikasi yang lebih positif untuk membangun kesadaran bersama. Kalo teman-teman Sahabat Kapas menyebutnya sikap asertif.

-oleh Aprilia Kusuma dan Evi B.

Overseas Practice Engagement 2024: Experience as A Facilitator

Short Introduction and Partake in The Group

Akhir April sampai awal Mei 2024 adalah waktu yang sangat mengesankan bagiku karena berkesempatan mewakili Sahabat Kapas menjadi fasilitator dalam kegiatan Overseas Practice Engagement (OPE) yang dilaksanakan oleh Yayasan Kota Kita bekerjasama dengan The Barlett Development Planning Unit (DPU) University College London (UCL). OPE merupakan kegiatan tahunan dari Yayasan Kota Kita dan DPU UCL dimana pada tahun ini, mereka bekerja sama dengan Catalytic Action dari Lebanon untuk mengadakan rangkaian kegiatan OPE di Kota Solo. Tahun ini, OPE mengangkat tema Youth and Urban Governance.

Kegiatan ini berangkat dari fakta bahwa, pada banyak konteks, komunitas pemuda tidak lagi terlibat dalam lembaga-lembaga formal perkotaan. Alih-alih,‬‭ mereka‬‭ melakukan‬‭ inisiatif‬‭ gerakan‬‭ yang‬ diorganisasi‬‭ secara‬‭ independen,‬‭ berupa‬‭ kampanye‬‭ dan‬‭ advokasi,‬‭ kegiatan‬‭ peningkatan‬‭ kapasitas,‬ maupun forum diskusi untuk meningkatkan kesadaran dan merawat percakapan terkait isu tertentu. Oleh karenanya, OPE 2024 menjadi sarana bagi mahasiswa-mahasiswa DPU UCL untuk lebih mendalami bagaimana interaksi antara komunitas-komunitas kepemudaan di Kota Solo dengan pemerintah kota. OPE 2024 menyoroti peran komunitas pemuda yang dianggap sangat penting dan memastikan agar perspektif dan prioritas mereka sebagai warga diperhitungkan dalam perencanaan dan tata kelola kota serta‬ berperan‬‭ sebagai‬‭ pemimpin‬‭ kota‬‭ di‬‭ masa‬‭ depan.‬‭ OPE 2024 dapat dikatakan merupakan bagian dari proyek besar untuk melahirkan sebuah platform digital dimana komunitas anak muda dapat berpartisipasi dengan komunitas lain maupun dengan pemerintah kota untuk mengembangkan tata kelola kota yang lebih baik. 

Oh iya, sebagai fasilitator OPE 2024, aku dan teman-teman telah melalui beberapa seleksi, loh. Mulai dari seleksi administrasi hingga Forum Group Discussion (FGD) dalam bahasa Inggris, juga pelatihan sebagai fasilitator. Betul, karena tugas kami akan membantu dalam memfasilitasi teman-teman dari London, maka kami diharuskan paham dan memiliki kecakapan bahasa Inggris yang cukup. Setelah melalui rangkaian pelatihan, kami dibagi dalam 5 (lima) kelompok dengan masing-masing kelompok akan bekerja sama dengan satu komunitas kepemudaan dan sekelompok mahasiswa UCL yang akan mencari tahu lebih lanjut tentang komunitas-komunitas kepemudaan yang sudah ditentukan. Total ada 5 (lima) komunitas yang akan bekerja sama dengan kami, yaitu Generasi Berencana (GenRe) Surakarta, Karang Taruna Joyotakan, Pemuda Penggerak, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Solo, dan Komunitas Pusat Kajian Komunitas Solo (PUKAPS). 

Arrival in Solo and Group Works

Pada 30 April 2024, aku berkesempatan untuk ikut menjemput teman-teman UCL di Bandara Adi Sumarmo Boyolali bersama teman-teman Kota Kita. Kami sangat antusias dan saling berkenalan satu sama lain, termasuk dengan anggota dari kelompok 1 (satu). Seru sekali meski saat itu Solo sedang diguyur hujan deras. Teman-teman yang berasal dari Timur Tengah terlihat sangat terkesan karena mereka jarang melihat hujan yang begitu lebat. Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan mengantar teman-teman UCL menuju hotel, tempat di mana mereka akan menghabiskan waktu kurang lebih 10 (sepuluh) hari di Kota Solo. 

Pada hari berikutnya, teman-teman UCL mempresentasikan proposal penelitian yang telah mereka buat di depan komunitas yang mereka teliti, pemerintah kota, dan tentu saja dosen-dosen mereka yang luar biasa. Setelahnya, kami kemudian berkumpul dan berkenalan lebih lanjut dan tentu saja kami juga mengenalkan perwakilan dari GenRe yang akan membantu penelitian ini. Oh iya, aku akan mengenalkan kelompok dan Berlian. Kelompok kami terdiri dari 7 (tujuh) orang mahasiswa yang berasal dari berbagai belahan dunia. Satu dosen pembimbing dari Lebanon, satu orang berasal dari India, satu orang berasal dari Kenya, satu orang dari Suriah, dan 4 (empat) orang lainnya berasa dari Tiongkok daratan. Kami berdiskusi membahas mengenai linimasa untuk mengadakan kegiatan bersama teman-teman GenRe dan banyak hal lain, termasuk kebutuhan-kebutuhan mereka untuk melakukan penelitian. 

Pada pekan pertama, kegiatan kami sangat padat dengan pengambilan dan input data mentah. Dari kegiatan ini aku belajar banyak mengenai isu-isu apa saja yang sedang disoroti oleh pemerintah melalui GenRe. Ternyata, stunting menjadi isu utama dalam setiap diskusi kami. Selain itu, aku juga belajar bahwa privasi dan keaslian karya menjadi hal yang sangat penting dalam suatu penelitian, loh. Bahkan UCL menyediakan lembar pernyataan bahwa penelitian ini murni dilakukan dan tidak ada campur tangan dari kecerdasan buatan dan juga ada layanan pemusnahan data responden yang dilakukan setelah penelitian selesai! Keren sekali! 

Setelahnya, beberapa teman kami dari London berkesempatan mencoba hal-hal baru di Kota Solo dengan jalan-jalan, memesan makanan melalui Grab, dan menukarkan uang asing. Bahkan teman kelompokku yang berasal dari India dan Timur Tengah meminta bantuanku untuk mencarikan persewaan mobil dan pengemudi untuk mereka bisa mengunjungi Candi Borobudur yang ikonik itu. 

Pekan kedua dimulai dengan wajah kami yang mulai kelelahan tapi tetap tidak menyurutkan semangat kami untuk menyelesaikan tugas. Pada pekan kedua ini, kami akan fokus untuk penyusun presentasi hasil dan masih ada beberapa kegiatan GenRe yang harus diikuti oleh teman-teman UCL. Kami berkesempatan mengunjungi Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Surakarta di mana saat itu GenRe sedang mengadakan sosialisasi tentang stunting. Teman-teman di SMAN 1 Surakarta terkejut dengan kedatangan kami yang mendadak. Tak luput, kami jadi sasaran anak-anak untuk dimintai swafoto bersama. Kegiatan berjalan dengan lancar sampai kami berkumpul kembali di hotel untuk membahas mengenai presentasi akhir dan input hasil penelitian. 

Namun sangat disayangkan, teman kami dari Kenya mengalami demam tinggi dan nyeri sendi di malam sebelum presentasi sehingga harus dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit. Aku, Berlian, dan dosen pembimbing kelompok kami berinisiatif untuk menemaninya di Rumah Sakit hingga mendapatkan penanganan. Kata dokter, perbedaan kebiasaan sebagai akibat dari perbedaan budaya, misalnya terkait makanan, menjadi kemungkinan penyebab teman kami sakit. Akhirnya, sementara teman-teman lain bekerja keras untuk mendesain kegiatan presentasi akhir, kami membantu teman yang sakit tersebut untuk mendapatkan perawatan di hotel dengan meminum obat yang telah diresepkan dan memastikan dia makan dengan baik.

Setelah memastikan teman kami sudah dalam kondisi baik, kami melanjutkan diskusi kelompok dan bersepakat untuk membuat presentasi dalam bentuk bermain peran! Kami membagi diri dalam beberapa peran, yaitu sebagai Duta GenRe, Forum GenRe, Perwakilan Dinas DP3P2AKB, dan masyarakat penerima manfaat. Dialog yang kami susun memuat beberapa hal yang menjadi temuan kami selama penelitian, mulai dari keluhan duta GenRe melihat banyak anak muda yang tidak mau ikut kegiatan karena malas, perwakilan dinas yang tidak memberikan mereka ruang yang lebih besar, penjelasan tentang program melawan stunting terkait siapa saja penerima manfaat dan bagaimana mereka melakukan implementasinya, dan kendala lain yang mereka hadapi sebagai suatu organisasi. Kami juga menyiapkan berbagai macam properti untuk mendukung presentasi, seperti sekotak penuh telur, banner, kertas plano berisi penjelasan-penjelasan, dan hal-hal kecil lainnya misalnya selempang duta GenRe, seragam, dan lain-lain. Tugasku tentu saja menjadi penerjemah untuk pengunjung booth kami yang merupakan anggota dari komunitas-komunitas pemuda di Kota Solo. Sementara itu Berlian bertugas menjadi MC pada kegiatan presentasi. 

Presentation Day and Saying Good Bye!

Hari yang ditunggu telah tiba: final presentation! Setelah melalui persiapan yang panjang dan melelahkan, kegiatan presentasi dihadiri oleh banyak sekali komunitas kepemudaan dan perwakilan pemerintahan. Kegiatan dibuka dengan sambutan oleh perwakilan dosen DPU UCL untuk menjelaskan bagaimana tata cara kegiatan presentasi ini.

Sementara kami bersiap di booth kelompok, hadirin diminta untuk secara bergiliran mengunjungi booth dan diberi waktu masing-masing 10 (sepuluh) menit untuk mendengarkan presentasi. Seru sekali! Semua orang dalam kelompok merasa sangat puas dengan hasil kerja keras kami itu. Kegiatan kemudian ditutup dengan acara talk show yang mengundang perwakilan masing-masing kelompok menjabarkan visi dan misi dari komunitas masing-masing, serta menjelaskan secara singkat hasil penelitian kelompok tersebut.

Tak lupa, Mbak Icha sebagai penanggung jawab OPE 2024 memberikan beberapa patah kata sebagai penutup rangkaian kegiatan yang luar biasa ini. Momen tersebut juga kami jadikan sebagai momen perpisahan. Sepuluh hari yang sangat luar biasa, mulai dari kebingunganku dan Berlian untuk menerjemahkan istilah bahasa Jawa, sampai saat kami berbagi makanan, jalan-jalan, dan saling mengikuti di Instagram. Momen singkat itu tidak akan terlupakan. Malam harinya kami berkumpul kembali di Rumah Banjarsari untuk farewell party. Momen tersebut juga kami gunakan untuk berbagi souvenir dan mengucapkan selamat tinggal. Kami makan dan berjoget bersama hingga larut malam dan pesta semakin seru saat hujan deras menerpa kami. Keesokannya, mereka sudah benar-benar meninggalkan Kota Solo dengan segala kenangan singkat di 10 (sepuluh) hari itu. Kami saling berpamitan di Grup WhatsApp dan berjanji suatu hari nanti kami akan bertemu kembali, di kesempatan dan di tempat yang lain. Terima kasih kalian sudah bekerja sama dengan baik dan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk semua orang. 

Janggan Aulia Agastya 

Fasilitator OPE 2024

Mereka yang Mendefinisikan Bahagia Lewat Film

Rentang sepuluh tahun tidak sedikit pun memudarkan ingatan saya tentang sebuah film karya anak-anak di lembaga pembinaan. Film “Cabe, Harga Sebuah Kebebasan” membuat saya lebih sungguh memaknai kebahagiaan. Siapa pernah menontonnya?

Film ini diproduksi satu dekade yang lalu, tapi masih sangat berharga untuk dijadikan pengingat tentang perlunya menyederhanakan cara untuk menikmati hidup, lewat hal-hal yang tak harus datang dari sesuatu yang besar. Ada bentuk-bentuk kebahagiaan kecil yang terlihat sepele namun nyatanya menjadi sumber sukacita.

Lewat film “Cabe, Harga Sebuah Kebebasan”, anak-anak di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II B Klaten menyampaikan pesan sederhana tentang makna kebahagiaan melalui kehadiran sebuah cabe sebagai teman makan. Bagi mereka, berpeluh keringat menikmati pedasnya makanan dengan cabe adalah oase yang mampu menyenangkan hati dan membuat merasa merdeka. Tawa dan kebersamaan pun ikut hadir bersamanya.

Ya, makna kebahagiaan ini didefinisikan sendiri oleh mereka yang sedang berada di tengah keterbatasan, yakni anak-anak di lembaga pembinaan yang menemukan diri mereka, secara harfiah, berada di balik jeruji besi. Mereka yang terkurung di dalam tembok-tembok yang dikelilingi menara pengawas dan kawat berduri. Di sana, mereka harus tinggal selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun di ruangan yang hampir terisolasi dan seringkali dianggap sebagai subjek yang pasif.

Film ini seolah berkata bahwa kebahagiaan tidak serumit apa yang kita pikirkan. Ia bentuknya sederhana dan beberapa sebabnya pun mudah ditemukan. Sejak hari itu, saya mendapati dua perkara; perihal definisi bahagia dan potret kehidupan anak-anak di dalam lembaga pembinaan dari sudut pandang berbeda.

Untuk kamu yang ingin tahu lebih jauh tentang film “Cabe, Harga Sebuah Kebebasan”, cerita di belakang lensa bisa dibaca di sini dan film utuhnya bisa ditonton di sini. Selamat menonton dan setelahnya ceritakan definisi bahagia versimu, ya!

-Aprilia Kusuma-

Kabar dari Seberang: Pertama untuk Adinda

Children workshop bersama Kesatria Anak, Kota Kita dan Sahabat Kapas di Perpustakaan Daerah Surakarta.

Halo! Adinda here. 

Aku adalah relawan Sahabat Kapas 2023 yang baru saja menamatkan studi pascasarjana di salah satu universitas di Solo. Tahun lalu, pertemuan dengan Sahabat Kapas menorehkan  banyak pengalaman pertama dalam hidupku. 

Aku bergabung dengan Sahabat Kapas sejak September 2023. Awalnya, motivasiku bergabung didasari keinginan untuk menambah pengalaman berinteraksi dengan remaja serta mengisi kekosongan pada semester akhir masa studiku.

Setelah beberapa bulan berkegiatan bersama Sahabat Kapas, apa yang aku dapatkan ternyata melampaui keinginan awalku. Banyak hal-hal yang tidak pernah kubayangkan kulakukan akhirnya terwujud bersama Sahabat Kapas. Dulu, setiap kali ditanya “Sudah pernah jadi pembicara?” “Sudah pernah bekerja di luar kota?” “Sudah pernah konseling dengan siapa selain mahasiswa?” jawabanku selalu berupa gelengan kepala. 

Namun siapa sangka, Sahabat Kapas mengubah semua gelengan menjadi anggukan. 

Menjadi relawan Sahabat Kapas memberiku pengetahuan serta pengalaman untuk menjadi konselor remaja di LPKA. Untuk pertama kalinya saya juga berkesempatan menjadi seorang pembicara, menjalani pekerjaan di luar kota, serta ikut andil dalam menyusun rancangan kegiatan dan materi program.

Bersama Sahabat Kapas aku bertumbuh. Sahabat Kapas adalah tempat pertama yang membuat aku merasa diberdayakan dan potensiku  dioptimalkan.Di dalam organisasi, semua orang saling membantu, saling melengkapi, dan mengasah keberanian diri. Tidak ada penghakiman karena semua hal bisa dibicarakan. Di Sahabat Kapas kata pertama bukan lagi ketakutan melainkan keberanian. Keberanian untuk mencoba, bertumbuh, dan menciptakan kepercayaan diriku. Tangan dan hatiku ingin menjadi seringan kapas untuk membantu. Cara berpikirku ingin seperti bentuk kapas yang mudah menyesuaikan dengan berbagai kondisi. 

Dengan berbekal pengalaman pertamaku bersama Sahabat Kapas, aku semakin mantap untuk mengamalkan ilmuku. 

 

Adinda Ratna relawan konselor Sahabat Kapas

Menjaga Kota Menjaga Kita : Edukasi Perlindungan & Keselamatan Diri Anak. Upaya Pencegahan Kekerasan Pada Anak. Kolaborasi Kesatria Anak x Sahabat Kapas didukung Kota Kita

Kegiatan Roadshow dongeng di SLBB Pawestri

 

Kasus kejahatan terhadap anak semakin meningkat. Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) tercatat pada rentang Januari hingga November 2023 terdapat 15.120 kasus kekerasan terhadap anak dengan 12.158 korban anak perempuan dan 4.691 korban anak laki-laki, dimana kasus kejahatan seksual menempati urutan pertama dari jumlah korban terbanyak sejak tahun 2019 sampai tahun 2023. 

Melalui program Menjaga Kota Menjaga Kita yang didukung oleh Kota Kita, Sahabat Kapas dan Kesatria Anak menggaungkan kampanye perlindungan diri dengan kegiatan workshop dan roadshow festival dongeng anak berani dengan tema “Edukasi Perlindungan dan Keselamatan Diri Anak”, dengan tujuan membekali anak–anak untuk menjaga diri dan mengenali situasi ancaman bahaya dan upaya perlindungan diri. Roadshow ini berjalan sejak November 2023 sampai Februari 2024. Kegiatan meliputi satu kali workshop yang dilaksanakan di Perpustakaan Daerah kota Surakarta dan 3 kali roadshow dongeng.

Selama kegiatan berlangsung Sahabat Kapas dan Kesatria anak  menggandeng Lembaga PPAP Seroja, Perpustakaan Ganesa, Perpustakaan Daerah Surakarta, dan SLBB Pawestri sebagai mitra. Kegiatan Menjaga Kota Menjaga Kita diikuti sebanyak 177 anak dengan rentan usia TK, SD, SMP & SMA yang tersebar di wilayah Surakarta, Sukoharjo & Karanganyar. Kegiatan ini melibatkan 30 fasilitator dari Sahabat Kapas, Rumah dongeng Kinciria dan Mahasiswa Magang UNS serta UKSW. 

Kegiatan Menjaga Kota Menjaga Kita berlangsung melalui metode edutaintment dengan aktivitas – aktivitas menyenangkan sehingga edukasi perlindungan diri mudah diterima dan dipahami anak. Aktivas tersebut berupa dongeng “Arju Si Pemberani!”, role play, bermain kartu, art craft activity, diskusi poster, gerak dan lagu. Media dan metode kegiatan merupakan hasil kajian riset yang dikembangkan oleh Kesatria anak mengenai edukasi perlindungan diri. Metode ini juga telah diimplementasikan bersama Sahabat Kapas sejak tahun 2022.

Harapan besar melalui kegiatan Menjaga Kota Menjaga Kita, anak-anak dapat terlindungi dari segala bentuk kekerasan dan kriminalitas. Kami percaya bahwa setiap anak memiliki kekuatan untuk melindungi diri agar anak tumbuh sehat, aman & bahagia.

Disini, kami mengajak semua pihak yang memiliki kepedulian dengan anak. Bergandeng tangan dan saling berkolaborasi untuk dapat mempertemukan edukasi perlindungan diri ini kepada lebih banyak anak di berbagai wilayah Indonesia. 

Penulis: 

Amelia Mardiani- Mahasiswa Magang UNS periode Januari-Februari 2024

Arthur Ruswandi- Mahasiswa Magang UKSW periode Januari-Februari 2024

MENULISKAN MIMPI

Edisi khusus: Diskusi Selapanan Sahabat Kapas, 6 Maret 2023

Oleh Hesdo C Naraha relawan Sahabat Kapas

 

“Yang perlu dilakukan adalah bermimpi, yakin bahwa mimpi itu akan terwujud, dan kita bertekad keras untuk mewujukannya” -Hasanudin Abdurakhman-

Bermimpi tentang hari ini

Mungkin saja di ratusan ribu masa yang lalu, nenek moyang kita sudah pernah berangan-angan atau bermimpi untuk menaiki kereta api. Mungkin juga, di masa yang sama mereka sudah berkeinginan untuk bisa mencapai tempat-tempat yang lain di muka bumi, dan lagi-lagi mungkin saja mereka juga berharap kehidupan di waktu besok akan lebih baik daripada hari ini dan masa lalu. Segala kemungkinan di atas terkesan amburadul, sulit untuk diterima begitu saja, tetapi bukankah kemungkinan selalu menyediakan sebuah kejutan?

“Apakah mungkin saya bisa menjadi pemimpin Negeri ini?” kata B. J. Habibie sewaktu dia masih anak-anak dan tinggal di pelosok Sulawesi. Berpuluh tahun kemudian, sejarah mencatat bahwa dia adalah salah satu ilmuwan terkemuka Indonesia yang diakui dunia dan juga menjadi salah satu diantara tujuh Presiden yang pernah memimpin Negara Indonesia.

Bukankah segala kemudahan yang kita alami di hari ini adalah bentuk nyata dari mimpi-mimpi sederhana pendahulu kita? Salah satu contoh paling aktual, marilah kita lihat ke sekitar kita saja. Di Yayasan Sahabat Kapas selama 13 tahun terakhir dipimpin oleh perempuan, berawal dari Bu Dian Sasmita*, kemudian berlanjut ke Mbak Sherly Maharani*. Tentunya perjalanan kedua perempuan ini bukan sebuah kebetulan, mereka adalah sebagian kecil dari potret perempuan masa kini -hari ini, yang menikmati mimpinya Ibu Kartini; kalau perempuan harus berpendidikan dan mendapatkan peran yang setara dengan laki-laki.

Hal ini berarti tidak ada satu pun mimpi yang sia-sia, bahwa setiap hal yang kita impikan hari ini tidak selalu terwujud hari ini juga, tetapi dengan meyakini bahwa ‘tidak ada mimpi yang sia-sia’, maka mungkin saja di besok pagi, dua hari lagi lagi atau kapan pun itu; pastinya akan terwujud. Oleh karena itu cobalah untuk mengingat sebentar, ambil waktu 2-3 menit untuk merenungkan, jangan-jangan hari ini kamu sedang menikmati sesuatu yang pernah kamu impikan dahulu? Jika iya, maka tersenyumlah dan berterima kasih karena impian mu tidak sia-sia.

Mimpi di dalam tidur vs Mimpi di saat bangun

Tanggal 6 Maret 2023 di kantor Yayasan Sahabat Kapas telah berlangsung lomba tidur sebentar dan bangun menuliskan mimpi. Siang itu, di ruang kerja yang tidak terlalu besar dihiasi banyak barang, salah satu pemandangan kesukaan saya adalah etalase kaca yang berisi berlapis-lapis buku, ada beberapa orang manusia di sana, telah terjadi ajakan untuk bangun dan menuliskan mimpi.

Menuliskan mimpi sebenarnya merupakan rangkaian terakhir dari acara ‘Diskusi Selapanan’, hari itu tema yang diusung adalah “One moment in Time”. Tidak ada suatu alasan yang terlalu filosofis, hanya karena kalimat pendek itu dapat diartikan sebagai ‘pada suatu waktu’, maka selapanan kali itu ingin mengajak semua orang yang hadir di sana untuk melihat kembali rentetan peristiwa hidupnya, yang tentu saja dimulai pada suatu waktu.

Banyak motivator sering mengdoktrin kita dengan keyakinan mereka, katanya “jika ingin menjadi sukses maka bangunlah dari tidur Anda, dan bekerjalah untuk mewujudkan mimpi-mimpi Anda.” Menurut pendapat saya, kita terlalu dipaksa untuk melompati tangga realitas, bukankah kita perlu membuat mimpi dulu? Bagaimana mungkin kita mau mewujudkan sesuatu yang bahkan membayangkan atau memimpikannya saja tidak pernah. Tentu saja hal ini amatlah rancu dan ambigu, sehingga tidak mengapa kalau tidur kita menjadi lebih lama sedikit, siapa tahu sedang bermimpi menyatakan cinta ke doi? Syukurlah kalau sudah terjawab baru terbangun, sayang sekali kalau akhirnya belum mendapatakan jawaban ehhh sudah keburu bangun.

Jika kemungkinan kedua yang terjadi, maka itu berarti kita memang diminta untuk mewujudkan mimpi itu. Bukan menciptakan sebuah ruang ilusi dalam bunga tidur saja, justru kita diminta untuk segera bangun dan mewujudkannya.

Menuliskan mimpi sudah seharusnya kita lakukan sejak kecil, karena dengan begitu di suatu masa ketika sudah beranjak dewasa, kita akan ingat bahwa hidup kita memang penuh dengan impian-impian yang menyenangkan. Di papan impian, seorang relawan Sahabat Kapas menuliskan pada post it-nya “ingin punya tabungan 100 Miliar”, ada pulang menuliskan “ingin menjadi orang yang baik dan bermakna.” Jelaslah bahwa setiap orang memiliki impiannya masing-masing, tidak ada aturan khusus untuk bermimpi, toh setiap orang akan bermimpi sesuai kapasitasnya juga. Tetapi lagi-lagi mimpi sangatlah bebas dan tak berbatas, saya pun ikut mengamini salah satu impian di atas “ingin punya tabungan 100 Miliar”, siapa tahu kelak saya ikut ditransfer 500 ribu untuk jajan, wah betapa itu sangat menyenangkan.

Pada akhirnya bermimpi bukan lagi sebuah hal yang perlu dikecam, siapa pun punya hak untuk memiliki mimpi menjadi apa saja atau memiliki apa saja. Kata Laskar Pelangi “mimpi adalah kunci untuk kita menaklukan dunia”, kalau berawal dari impian seorang B. J. Habibie bisa menjadi presiden, maka sangat mungkin untuk Mbak Uthie* kelak bisa menjadi pejabat daerah. Kalau berawal dari impian dan kegigihan, R. A. Kartini bisa menginspirasi pendidikan bagi perempuan, maka sangat mungkin untuk di suatu masa Kak Mala*, Kak Wilda*, Kak Hanna*, Kak Maya*, Kak Ambar*, Kak Dinar* juga punya impian yang bisa menginspirasi orang lain dan membawa perubahan.

Ingatlah pesan Hasanudin Abdurakhman: “Yang perlu dilakukan adalah bermimpi, yakin bahwa mimpi itu akan terwujud, dan kita bertekad keras untuk mewujukannya”.

——————————————————————–

*Disclaimer:

Tokoh-tokoh yang disebutkan dalam tulisan ini adalah relawan dan staf pada Yayasan Sahabat Kapas.

Belajar Jujur tentang Kondisi Diri Sendiri dari Buku “Esok, Matahari Akan Terbit Kembali, tapi Bagaimana dengan Malam Ini?”

Oleh Ambarwati Wijayaningsih relawan Sahabat Kapas

Seringkali kita lebih banyak menyapa orang lain yang kita temui. Entah orang-orang lain yang dekat, yang jauh, bahkan yang tidak kita kenal sekalipun. Kita sering lupa ada diri sendiri yang seharusnya perlu kita sapa, “Apa kabar diriku? Apakah aku baik-baik saja? Bagaimana perasaanku hari ini?”

Dalam hidup, kita menemui banyak kondisi dan situasi yang tidak selalu menyenangkan dan membahagiakan. Perasaan sedih, marah, kecewa, dan sakit hati lebih banyak kita simpan dan kita pendam sendiri seolah kita baik-baik saja. Padahal hal tersebut justru yang menjadikan diri kita bisa semakin terluka. Kita terkadang menyangkal tentang kondisi yang kita rasakan. Kita kurang jujur bahwa kita terluka dan bersikap seolah kita baik-baik saja. Kita merasa mampu, padahal sebenarnya tidak benar-benar mampu. Kita takut orang lain berpikir bahwa kita terlalu berlebihan menyikapi sesuatu, padahal segala emosi yang kita rasakan perlu kita validasi dan setiap orang menyikapi sesuatu dengan takaran yang berbeda-beda. 

Hal-hal tersebut sama halnya dirasakan oleh seorang penulis dari Korea, Yeon Jeong. Yeon Jeong menuliskan pengalaman hidupnya dalam sebuah buku dengan judul asli bahasa Korea, yaitu “Tomorrow’s Sun Will Rise, but What About Tonight?”. Kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Indah Islamiyah dan diterbitkan oleh Aria Media Media atau Shira Media Group pada tahun 2022 dengan judul “Esok, Matahari Akan Terbit Kembali, tapi Bagaimana dengan Malam Ini?”.

Buku ini menceritakan tentang pengalaman hidup yang dialami oleh penulis, baik pengalaman saat penulis masih kecil hingga dirinya berada di kondisi seperti sekarang. Penulis menulis dengan jujur tentang perasaan-perasaan yang dialaminya, tentang hidup yang berat dan harus dilaluinya. Penulis mempunyai pengalaman hidup yang membuatnya sempat merasa begitu terpuruk sampai akhirnya dirinya memberanikan diri untuk mendatangi psikiater untuk membantu masalah kesehatan mentalnya. Penulis mengalami gangguan panik atau kecemasan berlebih. Penulis menyadari bahwa menceritakan kondisi diri bukanlah suatu hal yang mudah dan begitu sulit. Tetapi penulis tetap memberanikan diri demi dirinya bisa merasa lebih baik dan sembuh. 

“Ketika hati terasa sakit, kita harus segera menanganinya. Jangan bersikap cuek dan menyerahkannya begitu saja pada waktu. Kita harus menyentuh hati yang terluka itu dengan lembut dan memberinya tepukan yang hangat. Seharusnya tidak ada malam ketika aku harus tertidur dengan luka yang bukan milikku.” halaman 39

Buku Yeon Jeong ditulis dengan penuh kejujuran dan ketulusan memberikan pesan bahwa kita tidak boleh mengabaikan luka, sekecil apapun luka itu kita rasakan. Kita harus jujur pada diri sendiri. Penting untuk kita mencari bantuan, entah kepada teman dekat; keluarga; atau orang-orang yang kita percaya untuk berbagi hal yang kita rasakan. Berbagi bahwa kita sedang tidak baik-baik saja. Bahkan penulis memberikan pesan untuk mencari bantuan profesional kepada psikolog maupun psikiater agar dapat membantu masalah-masalah yang kita hadapi ketika diri kita memang sedang tidak baik-baik saja. Kita diminta untuk jujur, terbuka, dan tidak menyembunyikan tentang kondisi diri kita.

Aku harap kalian tidak menganggap bahwa menemui psikiater adalah hal yang aneh. Aku berharap bahwa orang yang cukup sakit untuk membutuhkan konseling tidak akan terluka lagi. Sebab, pada kenyataannya, ada orang yang tidak bisa memberi tahu orang-orang di sekitarnya meski dia sendiri menyadari bahwa dirinya sangat membutuhkan konseling. Dia hanya bisa mencari tahu informasi dari internet meskipun setiap napas yang diembuskannya terasa begitu menyakitkan.” halaman 64-65

Ketika membaca buku ini, rasanya kita tidak hanya ikut merasakan kondisi yang dirasakan penulis tetapi juga pelan-pelan menyadari kondisi diri kita dan menyelam kembali tentang pengalaman yang pernah kita lalui dalam hidup kita; apakah kita benar-benar baik-baik saja selama ini? Butuh keberanian yang jujur kepada diri sendiri bahwa kita terluka, kemudian memberanikan diri untuk berbenah demi kesehatan mental kita. Membaca buku ini mungkin akan membuat kita menangis, tetapi rasanya begitu melegakan. Meskipun demikian, buku ini disarankan dibaca oleh teman-teman yang berusia 15 tahun ke atas seperti yang terkutip pada sampul belakang buku ya.

Perlu kita ingat bahwa kesehatan yang perlu kita jaga tidak hanya fisik, tetapi juga mental. Keduanya sangat berarti bagi langkah kita dalam menjalani kehidupan. Jangan sungkan dan takut untuk meminta bantuan jika kita benar-benar membutuhkan.

Selapanan : Nggak ada kamu, nggak rame….

 

Ketika mendengar kata selapanan apa yang pertama terlintas dibenak teman-teman semua? “bukannya itu acara memperingati hari kelahiran bayi saat mereka berusia 35 hari ya kak?” Bukan yaa teman-teman. Ada yang berbeda dengan acara selapanan ini yaaa. Pada hari Jum’at 06 Januari 2022 kemarin, para relawan sahabat kapas telah menyelenggarakan agenda Selapanan ala Sahabat Kapas. 

Selapanan ala sahabat kapas merupakan agenda rutin yang dilakukan setiap 35 hari bersama dengan anggota sahabat kapas. Seluruh staff, relawan sahabat kapas, dan relawan konselor sahabat kapas berkumpul untuk mengikuti agenda selapanan ini. Selapanan ala sahabat kapas ini sudah rutin dilakukan, dengan tujuan untuk mempererat bounding antar anggota sahabat kapas yang berasal dari beberapa daerah disekitar Surakarta dan jogja. Selain itu, selapanan ala sahabat kapas ini juga sebagai wadah diskusi, barmain, dan upgrade skill  anggota sahabat kapas.

Nah untuk bulan Januari ini, penanggung jawab acara selapanan adalah kak uthie dengan tema yang penulis maknai” Mendekatkan yang dekat, merangkul yang jauh diawal 2023”. Ya selapanan pada bulan Januari ini spesial sekali karena sebagai pembuka tahun 2023. Pada acara selapanan kali ini, teman-teman sahabat kapas mendapatkan pengalaman yang menarik seperti bermain game, berbagi momen-momen ditahun 2022 dengan sesi “mengenal diriku” yang dikemas secara apik oleh Kak Uthie, dan tidak lupa teman-teman sahabat kapas mendapatkan hampers special sebagai penyemangat untuk menjalani hari-harinya di tahun 2023. Selapanan kali ini sukses membangun kebahagiaan, kebersamaan, dan bounding bagi para staff dan relawan di sahabat kapas. Sampai jumpa diacara selapanan ala sahabat kapas yang lain teman-teman….

Penulis: Dinarista Yulisa E (Relawan Sahabat Kapas)

Love Yourself : Bahagia dengan Berhenti Mencoba Menjadi Sempurna

Ditulis oleh: Dinda Pertiwi Salsabila

Mahasiswa Magang Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

 

Sudahkah kamu merasa bahagia dengan dirimu saat ini atau masih bingung dimana kebahagiaanmu berada?

Kebahagiaan adalah sebuah perasaan yang bisa membuat hidup kita menjadi tentram. Setiap orang di dunia ini tentunya ingin merasa bahagia dan tidak terkecuali juga dirimu bukan. Tidak sedikit  orang di dunia ini mencari hal-hal yang bisa membuat diri mereka bahagia dengan berbagai cara seperti liburan, membelanjakan uang yang mereka dapat hasil kerja mereka, membeli barang barang-atau makanan yang disukai, dan berbagai macam cara lainnya.  

Tahukah kamu, jika kebahagiaan dapat kamu peroleh dengan mencintai diri sendiri, menyadari kekurangan diri dan menerimanya. Kenali diri sendiri dan potensi yang masih bisa dikembangkan. Sayangnya kita masih (kerap) tidak menyadari sejuta potensi dan kelebihan yang kita miliki. 

Membahas tentang kebahagiaan yang bersumber dari diri sendiri dengan cara mencintai diri sendiri, saya jadi teringat dengan salah satu lagu KPOP, BTS. Boyband ini kerap menyuarakan isu mental Health dan motivasi. Puluhan juta penggemarnya dikenal dengan ARMY yang diajaknya untuk kembali bangkit dari keterpurukan hidup. Pengaruh positif BTS dilakukan juga lewat kampanye dengan tagline “love yourself” dan “speak yourself” ketika pidato di depan sidang PBB pada tahun 2018. Selain mengkampanyekan di sidang PBB, BTS juga menggelar konser yang bertemakan love yourself di berbagai negara seperti Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, Taiwan, Hongkong, Singapura, Thailand dan Arab Saudi. 

Salah satu lagu BTS yang menyuarakan tentang pentingnya mencintai diri sendiri adalah lagu yang berjudul Answer : Love Myself yang dirilis pada tahun 2018. Lagu ini mengandung pesan yang dapat memberikan support untuk kita menerima kesalahan di masa lalu sehingga kita bisa menemukan jalan untuk masa depan. Dari pesan tersebut poin pentingnya adalah kita diharapkan bisa belajar dan memahami segala hal yang kita butuhkan. Selain itu kita bisa menjadi versi terbaik dari diri kita sehingga kita juga bisa bermanfaat buat orang lain. Perlu di ingat juga bahwa menjadi versi terbaik dari diri kita tidak sama dengan memaksa diri kita untuk menjadi sempurna. Dalam lagu Answer : Love Myself juga memberikan makna berupa pesan motivasi yang ditujukan pada orang-orang yang mengalami masalah psikologis seperti kehilangan motivasi, depresi, dan gangguan mental lainnya. Sepenggal lirik terjemahannya adalah seperti ini: 

 

(Kamu telah menunjukkan padaku bahwa aku punya alasan) 

(Aku harus mencintai diriku sendiri) 

(Aku yang sedih) 

(Aku yang tersakiti) 

(Itu yang akan membuatku lebih cantik) 

(Aku memiliki kecantikan itu) 

(Mengetahui itu terjadi) 

(Dijalan untuk mencintai diri sendiri) 

(Itu yang paling aku butuhkan) 

(Aku berjalan sendiri) 

(Itu adalah tindakan yang diperlukan untukku) 

Lirik di atas merupakan potongan dari lirik dari lagu Answer : Love Myself. Bagian ini memberi kita gambaran seolah-olah kita berbicara kepada diri kita sendiri, mengajak kita mencintai diri kita sendiri dan percaya pada diri kita bahwa kita berharga. Semua masa lalu dan pengalaman yang pernah kita lewati adalah milik kita. Bagian ini juga memberitahu kita bahwa yang paling tau atas diri kita sebenarnya adalah diri kita sendiri. Mungkin secara tidak langsung terkadang orang lain memotivasi dan menyemangati kita dalam kesulitan yang ada dan menerima kekurangan kita, namun sebenarnya diri kita sendirilah yang paling tahu bagaimana cara mencintai diri ini. Mencintai diri kita sendiri tidak perlu meminta persetujuan orang lain, karena ketika kita menyatakan rasa cinta pada diri kita maka kita sendirilah yang menentukan jawabannya. Baik buruknya masa lalu dalam kehidupan kita adalah suatu pembelajaran bagi kita. Kita tidak butuh alasan untuk mencintai sesuatu, begitu juga dengan mencintai diri kita sendiri. Kita tidak perlu menuntut kelebihan maupun kekurangan kita dan kita tidak perlu menjadi orang lain untuk menerima diri sendiri. Segala yang kita lakukan, kita buat dan kita dapatkan hasilnya adalah untuk kita. Sehingga kita tidak perlu takut untuk melakukan apapun karena kita berdiri di kaki kita sendiri. Hidup tanpa rasa khawatir dengan apa yang sudah ada dalam diri kita tentunya bisa membuat kita bahagia. Segala proses yang sudah dan akan kita lewati akan menjadi bagian dalam hidup kita untuk membantu kita semakin mencintai diri kita sendiri.  

Lirik lagu Answer : Love Myself memberikan pemahaman pada kita tentang makna self love. Self love merupakan keadaan dimana kita dapat menerima diri kita sendiri sebagaimana adanya diri kita. Garis besarnya lagu Answer : Love Myself ini mengajak kita untuk berdamai dengan perasaan kita sendiri sehingga kita bisa mencintai diri kita sendiri. Selain itu, lagu ini juga dapat memberikan nasihat kepada orang diluar sana yang mungkin sudah kehilangan semangat dalam hidupnya yang disebabkan oleh permasalahan permasalahan seperti bullying, korban kekerasan, pelecehan seksual, dan hal-hal lainnya. 

  • Self Love dari sisi Psikologi 

Self Love menurut Fromm (1957) adalah suatu orientasi psikologis yang menyangkut diri sendiri dan bersifat egosentris. Self love bersifat positif tetapi juga bisa menjadi negatif jika memiliki kecenderungan ke arah egosentris atau narsisme. Self love dapat dijadikan sebagai tindakan positif untuk belajar  mencintai seseorang atau sesuatu dengan tulus. Untuk mencapai cinta yang tulus pada seseorang maka individu harus belajar mencintai, menerima, menghormati, dan mengenal dirinya sendiri dulu. 

4 Aspek Self Love menurut Mutiwaseka (2019) :

  1. Self-Awareness

Self awareness adalah kunci kecerdasan emosional. Orang yang memiliki kecerdasan emosional cenderung bisa memproses tindakan yang efektif untuk menyelesaikan masalahnya sehingga ia dapat menghindari situasi yang dapat memicu perasaan dan reaksi yang tidak diinginkan dari dalam diri sendiri. 

  • Self-Worth 

Self-worth adalah keyakinan dalam diri tentang hal yang baik dalam diri kita. Self-worth tidak dipengaruhi oleh apapun. Kekuatan dalam diri, bakat, dan kasih sayang yang kita tunjukkan pada orang lain merupakan ekspresi dari self-worth. 

  1. Self Esteem 

Self Esteem merujuk pada kualitas dan pencapaian kita. Self esteem berhubungan dengan rasa cukup dengan keadaan diri sendiri, dimana kita berada, dan apa yang kita miliki. 

  • Self-Care 

Self-care berhubungan dengan tindakan yang kita lakukan untuk menjaga kesehatan diri kita, seperti mandi, menjaga pola makan, dan melakukan hal–hal yang disukai. 

Sulitnya Menjadi Laki-laki untuk Bebas Terbuka dalam Bercerita

Oleh Janggan Aulia Agastya

 

Judul di atas mengingatkan saya pada sebuah lagu yang cukup populer semasa saya kecil. Lagu yang dibawakan oleh putra-putra musisi Ahmad Dhani dan Maia Estianty, yaitu Al, El, dan Dul yang berjudul “Aku Bukan Superman”. Kurang lebih lagu tersebut menceritakan tentang seorang laki-laki yang menangis karena ditinggal oleh pacarnya. Namun ada beberapa bagian lirik yang membuat saya berpikir sejenak. Liriknya berbunyi seperti ini. 

 

Ayahku selalu berkata padaku

Laki-laki tak boleh nangis

Harus selalu kuat harus selalu tangguh

Harus bisa jadi tahan banting

Ayahku tersayang maafkanlah aku

Jika aku masih menangis

Masih belum bisa

Menjadi seperti apa yang ayah selalu mau

Memang sejatinya dari kecil kita, bahkan saya juga ditanamkan tangisan adalah tanda bahwa seseorang itu lemah. Kesedihan tidak identik dengan kejantanan yang tegar dan tahan banting. Anggapan laki-laki sebagai makhluk yang superior memang masih sangat melekat di masyarakat kita. Anggapan tersebut membuat laki-laki cenderung enggan atau bahkan kesulitan untuk mengekspresikan emosi lainnya. Sejak 2020 sampai sekarang, layanan KCO telah melayani 50 klien remaja laki-laki and 1 klien perempuan  LPKA Kutoarjo. Data dari layanan Konseling dan Curhat Online (KCO) Sahabat Kapas untuk remaja non LPKA dari  tahun 2020, terdapat 53 orang mengakses layanan KCO, dengan 86,4% pengakses layanannya adalah perempuan. Hal ini menunjukkan minimnya partisipasi laki-laki untuk mengakses layanan yang berkaitan dengan membuka diri. 

Dengan data yang dimiliki Sahabat Kapas tersebut, stereotip laki-laki terbiasa memendam masalah, dan perempuan lebih mudah untuk terbuka dan bercerita mungkin ada benarnya. Ini menandakan kemungkinan laki-laki mengalami masalah emosional akan sangat tinggi sehingga kondisi kesehatan mental pada laki-laki juga kemungkinan lebih buruk dari pada perempuan. Lantas apa yang membuat begitu banyak laki-laki masih saja sulit untuk membuka diri di tengah perkembangan zaman yang sudah sangat modern?

Budaya Patriarki

Agaknya, hal ini pula yang menjadi latar belakang dan membuat peranan laki-laki kemudian sangat besar dan tidak jarang menganggap diri mereka yang paling baik, benar, berkuasa, dan berhak memimpin dibandingkan dengan gender lain. Dalam budaya patriarki yang banyak diimplementasikan, sadar atau tidak sadar menuntut laki-laki untuk tumbuh dewasa dan tidak boleh menunjukkan emosi. Hal ini dapat membuat mereka terlihat lebih kuat dan maskulin. Kepercayaan yang salah tentang sikap atau sifat yang harus ditunjukkan oleh seorang pria disebut Toxic Masculinity menurut Oxford Dictionary (katadata.co.id). Yaitu ketika maskulinitas menjadi yang mutlak dan harus ada pada diri seorang laki-laki.

Budaya patriarki jelas merugikan semua gender baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini menandakan bahwa patriarki adalah sebuah gagasan kuno yang sudah seharusnya tidak diturunkan kembali ke generasi berikutnya. Kembali lagi, sekuat-kuatnya laki-laki, ia juga manusia biasa. Dapat lelah, dapat letih, dapat bersedih dan bahkan tidak menjadi masalah jika ingin mengeluh. Karena itu menandakan emosi kita sebagai manusia bekerja sesuai dengan tugasnya.

Pengalaman Buruk Masa Lalu

Kenangan bisa menjadi hal yang kuat dan akan sangat dipertimbangkan bagi seorang laki-laki untuk mau terbuka. Seorang laki-laki akan menutup rapat-rapat buku yang menuliskan pengalaman buruk masa lalunya. Namun bukan berarti hal tersebut hilang, melainkan sewaktu-waktu juga dapat terbuka kembali. Hal ini menunjukkan laki-laki cenderung mencari katarsis yang bersifat sementara sebagai stress release tanpa menyelesaikan suatu permasalahan sampai ke akarnya. Akan tetapi hanya memendam saja. Regulasi emosi yang buruk dan perilaku tersebut juga berdampak pada keterbukaan laki-laki terhadap apa yang sedang dialami. 

Takut Akan Penolakan

Bagaimana jika laki-laki sudah mau mencoba terbuka secara emosional terhadap orang lain, tetapi orang itu tidak menyukai apa yang dikatakannya? Ini bisa menjadi salah satu ketakutan bagi sebagian laki-laki untuk mulai membuka dirinya kepada orang lain. Laki-laki cenderung melihat proses tersebut sebagai tindakan yang berisiko. Laki-laki tidak selalu yakin apa yang akan dikatakannya dan bagaimana kiranya orang akan bereaksi. Bisa jadi mereka justru menjadi tidak disukai, dan itu adalah ketakutan yang normal. Laki-laki dan perempuan pada dasarnya peduli dengan apa yang dipikirkan orang tentangnya. Oleh sebab itu, kegiatan membuka diri secara emosional dan membagikan hal-hal yang sangat pribadi memunculkan kekhawatiran akan dihakimi. Karenanya mereka lebih memilih untuk menutup diri dan tidak mengatakan apa-apa.