Menjaga Kota Menjaga Kita : Edukasi Perlindungan & Keselamatan Diri Anak. Upaya Pencegahan Kekerasan Pada Anak. Kolaborasi Kesatria Anak x Sahabat Kapas didukung Kota Kita

Kegiatan Roadshow dongeng di SLBB Pawestri

 

Kasus kejahatan terhadap anak semakin meningkat. Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) tercatat pada rentang Januari hingga November 2023 terdapat 15.120 kasus kekerasan terhadap anak dengan 12.158 korban anak perempuan dan 4.691 korban anak laki-laki, dimana kasus kejahatan seksual menempati urutan pertama dari jumlah korban terbanyak sejak tahun 2019 sampai tahun 2023. 

Melalui program Menjaga Kota Menjaga Kita yang didukung oleh Kota Kita, Sahabat Kapas dan Kesatria Anak menggaungkan kampanye perlindungan diri dengan kegiatan workshop dan roadshow festival dongeng anak berani dengan tema “Edukasi Perlindungan dan Keselamatan Diri Anak”, dengan tujuan membekali anak–anak untuk menjaga diri dan mengenali situasi ancaman bahaya dan upaya perlindungan diri. Roadshow ini berjalan sejak November 2023 sampai Februari 2024. Kegiatan meliputi satu kali workshop yang dilaksanakan di Perpustakaan Daerah kota Surakarta dan 3 kali roadshow dongeng.

Selama kegiatan berlangsung Sahabat Kapas dan Kesatria anak  menggandeng Lembaga PPAP Seroja, Perpustakaan Ganesa, Perpustakaan Daerah Surakarta, dan SLBB Pawestri sebagai mitra. Kegiatan Menjaga Kota Menjaga Kita diikuti sebanyak 177 anak dengan rentan usia TK, SD, SMP & SMA yang tersebar di wilayah Surakarta, Sukoharjo & Karanganyar. Kegiatan ini melibatkan 30 fasilitator dari Sahabat Kapas, Rumah dongeng Kinciria dan Mahasiswa Magang UNS serta UKSW. 

Kegiatan Menjaga Kota Menjaga Kita berlangsung melalui metode edutaintment dengan aktivitas – aktivitas menyenangkan sehingga edukasi perlindungan diri mudah diterima dan dipahami anak. Aktivas tersebut berupa dongeng “Arju Si Pemberani!”, role play, bermain kartu, art craft activity, diskusi poster, gerak dan lagu. Media dan metode kegiatan merupakan hasil kajian riset yang dikembangkan oleh Kesatria anak mengenai edukasi perlindungan diri. Metode ini juga telah diimplementasikan bersama Sahabat Kapas sejak tahun 2022.

Harapan besar melalui kegiatan Menjaga Kota Menjaga Kita, anak-anak dapat terlindungi dari segala bentuk kekerasan dan kriminalitas. Kami percaya bahwa setiap anak memiliki kekuatan untuk melindungi diri agar anak tumbuh sehat, aman & bahagia.

Disini, kami mengajak semua pihak yang memiliki kepedulian dengan anak. Bergandeng tangan dan saling berkolaborasi untuk dapat mempertemukan edukasi perlindungan diri ini kepada lebih banyak anak di berbagai wilayah Indonesia. 

Penulis: 

Amelia Mardiani- Mahasiswa Magang UNS periode Januari-Februari 2024

Arthur Ruswandi- Mahasiswa Magang UKSW periode Januari-Februari 2024

MENULISKAN MIMPI

Edisi khusus: Diskusi Selapanan Sahabat Kapas, 6 Maret 2023

Oleh Hesdo C Naraha relawan Sahabat Kapas

 

“Yang perlu dilakukan adalah bermimpi, yakin bahwa mimpi itu akan terwujud, dan kita bertekad keras untuk mewujukannya” -Hasanudin Abdurakhman-

Bermimpi tentang hari ini

Mungkin saja di ratusan ribu masa yang lalu, nenek moyang kita sudah pernah berangan-angan atau bermimpi untuk menaiki kereta api. Mungkin juga, di masa yang sama mereka sudah berkeinginan untuk bisa mencapai tempat-tempat yang lain di muka bumi, dan lagi-lagi mungkin saja mereka juga berharap kehidupan di waktu besok akan lebih baik daripada hari ini dan masa lalu. Segala kemungkinan di atas terkesan amburadul, sulit untuk diterima begitu saja, tetapi bukankah kemungkinan selalu menyediakan sebuah kejutan?

“Apakah mungkin saya bisa menjadi pemimpin Negeri ini?” kata B. J. Habibie sewaktu dia masih anak-anak dan tinggal di pelosok Sulawesi. Berpuluh tahun kemudian, sejarah mencatat bahwa dia adalah salah satu ilmuwan terkemuka Indonesia yang diakui dunia dan juga menjadi salah satu diantara tujuh Presiden yang pernah memimpin Negara Indonesia.

Bukankah segala kemudahan yang kita alami di hari ini adalah bentuk nyata dari mimpi-mimpi sederhana pendahulu kita? Salah satu contoh paling aktual, marilah kita lihat ke sekitar kita saja. Di Yayasan Sahabat Kapas selama 13 tahun terakhir dipimpin oleh perempuan, berawal dari Bu Dian Sasmita*, kemudian berlanjut ke Mbak Sherly Maharani*. Tentunya perjalanan kedua perempuan ini bukan sebuah kebetulan, mereka adalah sebagian kecil dari potret perempuan masa kini -hari ini, yang menikmati mimpinya Ibu Kartini; kalau perempuan harus berpendidikan dan mendapatkan peran yang setara dengan laki-laki.

Hal ini berarti tidak ada satu pun mimpi yang sia-sia, bahwa setiap hal yang kita impikan hari ini tidak selalu terwujud hari ini juga, tetapi dengan meyakini bahwa ‘tidak ada mimpi yang sia-sia’, maka mungkin saja di besok pagi, dua hari lagi lagi atau kapan pun itu; pastinya akan terwujud. Oleh karena itu cobalah untuk mengingat sebentar, ambil waktu 2-3 menit untuk merenungkan, jangan-jangan hari ini kamu sedang menikmati sesuatu yang pernah kamu impikan dahulu? Jika iya, maka tersenyumlah dan berterima kasih karena impian mu tidak sia-sia.

Mimpi di dalam tidur vs Mimpi di saat bangun

Tanggal 6 Maret 2023 di kantor Yayasan Sahabat Kapas telah berlangsung lomba tidur sebentar dan bangun menuliskan mimpi. Siang itu, di ruang kerja yang tidak terlalu besar dihiasi banyak barang, salah satu pemandangan kesukaan saya adalah etalase kaca yang berisi berlapis-lapis buku, ada beberapa orang manusia di sana, telah terjadi ajakan untuk bangun dan menuliskan mimpi.

Menuliskan mimpi sebenarnya merupakan rangkaian terakhir dari acara ‘Diskusi Selapanan’, hari itu tema yang diusung adalah “One moment in Time”. Tidak ada suatu alasan yang terlalu filosofis, hanya karena kalimat pendek itu dapat diartikan sebagai ‘pada suatu waktu’, maka selapanan kali itu ingin mengajak semua orang yang hadir di sana untuk melihat kembali rentetan peristiwa hidupnya, yang tentu saja dimulai pada suatu waktu.

Banyak motivator sering mengdoktrin kita dengan keyakinan mereka, katanya “jika ingin menjadi sukses maka bangunlah dari tidur Anda, dan bekerjalah untuk mewujudkan mimpi-mimpi Anda.” Menurut pendapat saya, kita terlalu dipaksa untuk melompati tangga realitas, bukankah kita perlu membuat mimpi dulu? Bagaimana mungkin kita mau mewujudkan sesuatu yang bahkan membayangkan atau memimpikannya saja tidak pernah. Tentu saja hal ini amatlah rancu dan ambigu, sehingga tidak mengapa kalau tidur kita menjadi lebih lama sedikit, siapa tahu sedang bermimpi menyatakan cinta ke doi? Syukurlah kalau sudah terjawab baru terbangun, sayang sekali kalau akhirnya belum mendapatakan jawaban ehhh sudah keburu bangun.

Jika kemungkinan kedua yang terjadi, maka itu berarti kita memang diminta untuk mewujudkan mimpi itu. Bukan menciptakan sebuah ruang ilusi dalam bunga tidur saja, justru kita diminta untuk segera bangun dan mewujudkannya.

Menuliskan mimpi sudah seharusnya kita lakukan sejak kecil, karena dengan begitu di suatu masa ketika sudah beranjak dewasa, kita akan ingat bahwa hidup kita memang penuh dengan impian-impian yang menyenangkan. Di papan impian, seorang relawan Sahabat Kapas menuliskan pada post it-nya “ingin punya tabungan 100 Miliar”, ada pulang menuliskan “ingin menjadi orang yang baik dan bermakna.” Jelaslah bahwa setiap orang memiliki impiannya masing-masing, tidak ada aturan khusus untuk bermimpi, toh setiap orang akan bermimpi sesuai kapasitasnya juga. Tetapi lagi-lagi mimpi sangatlah bebas dan tak berbatas, saya pun ikut mengamini salah satu impian di atas “ingin punya tabungan 100 Miliar”, siapa tahu kelak saya ikut ditransfer 500 ribu untuk jajan, wah betapa itu sangat menyenangkan.

Pada akhirnya bermimpi bukan lagi sebuah hal yang perlu dikecam, siapa pun punya hak untuk memiliki mimpi menjadi apa saja atau memiliki apa saja. Kata Laskar Pelangi “mimpi adalah kunci untuk kita menaklukan dunia”, kalau berawal dari impian seorang B. J. Habibie bisa menjadi presiden, maka sangat mungkin untuk Mbak Uthie* kelak bisa menjadi pejabat daerah. Kalau berawal dari impian dan kegigihan, R. A. Kartini bisa menginspirasi pendidikan bagi perempuan, maka sangat mungkin untuk di suatu masa Kak Mala*, Kak Wilda*, Kak Hanna*, Kak Maya*, Kak Ambar*, Kak Dinar* juga punya impian yang bisa menginspirasi orang lain dan membawa perubahan.

Ingatlah pesan Hasanudin Abdurakhman: “Yang perlu dilakukan adalah bermimpi, yakin bahwa mimpi itu akan terwujud, dan kita bertekad keras untuk mewujukannya”.

——————————————————————–

*Disclaimer:

Tokoh-tokoh yang disebutkan dalam tulisan ini adalah relawan dan staf pada Yayasan Sahabat Kapas.

Belajar Jujur tentang Kondisi Diri Sendiri dari Buku “Esok, Matahari Akan Terbit Kembali, tapi Bagaimana dengan Malam Ini?”

Oleh Ambarwati Wijayaningsih relawan Sahabat Kapas

Seringkali kita lebih banyak menyapa orang lain yang kita temui. Entah orang-orang lain yang dekat, yang jauh, bahkan yang tidak kita kenal sekalipun. Kita sering lupa ada diri sendiri yang seharusnya perlu kita sapa, “Apa kabar diriku? Apakah aku baik-baik saja? Bagaimana perasaanku hari ini?”

Dalam hidup, kita menemui banyak kondisi dan situasi yang tidak selalu menyenangkan dan membahagiakan. Perasaan sedih, marah, kecewa, dan sakit hati lebih banyak kita simpan dan kita pendam sendiri seolah kita baik-baik saja. Padahal hal tersebut justru yang menjadikan diri kita bisa semakin terluka. Kita terkadang menyangkal tentang kondisi yang kita rasakan. Kita kurang jujur bahwa kita terluka dan bersikap seolah kita baik-baik saja. Kita merasa mampu, padahal sebenarnya tidak benar-benar mampu. Kita takut orang lain berpikir bahwa kita terlalu berlebihan menyikapi sesuatu, padahal segala emosi yang kita rasakan perlu kita validasi dan setiap orang menyikapi sesuatu dengan takaran yang berbeda-beda. 

Hal-hal tersebut sama halnya dirasakan oleh seorang penulis dari Korea, Yeon Jeong. Yeon Jeong menuliskan pengalaman hidupnya dalam sebuah buku dengan judul asli bahasa Korea, yaitu “Tomorrow’s Sun Will Rise, but What About Tonight?”. Kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Indah Islamiyah dan diterbitkan oleh Aria Media Media atau Shira Media Group pada tahun 2022 dengan judul “Esok, Matahari Akan Terbit Kembali, tapi Bagaimana dengan Malam Ini?”.

Buku ini menceritakan tentang pengalaman hidup yang dialami oleh penulis, baik pengalaman saat penulis masih kecil hingga dirinya berada di kondisi seperti sekarang. Penulis menulis dengan jujur tentang perasaan-perasaan yang dialaminya, tentang hidup yang berat dan harus dilaluinya. Penulis mempunyai pengalaman hidup yang membuatnya sempat merasa begitu terpuruk sampai akhirnya dirinya memberanikan diri untuk mendatangi psikiater untuk membantu masalah kesehatan mentalnya. Penulis mengalami gangguan panik atau kecemasan berlebih. Penulis menyadari bahwa menceritakan kondisi diri bukanlah suatu hal yang mudah dan begitu sulit. Tetapi penulis tetap memberanikan diri demi dirinya bisa merasa lebih baik dan sembuh. 

“Ketika hati terasa sakit, kita harus segera menanganinya. Jangan bersikap cuek dan menyerahkannya begitu saja pada waktu. Kita harus menyentuh hati yang terluka itu dengan lembut dan memberinya tepukan yang hangat. Seharusnya tidak ada malam ketika aku harus tertidur dengan luka yang bukan milikku.” halaman 39

Buku Yeon Jeong ditulis dengan penuh kejujuran dan ketulusan memberikan pesan bahwa kita tidak boleh mengabaikan luka, sekecil apapun luka itu kita rasakan. Kita harus jujur pada diri sendiri. Penting untuk kita mencari bantuan, entah kepada teman dekat; keluarga; atau orang-orang yang kita percaya untuk berbagi hal yang kita rasakan. Berbagi bahwa kita sedang tidak baik-baik saja. Bahkan penulis memberikan pesan untuk mencari bantuan profesional kepada psikolog maupun psikiater agar dapat membantu masalah-masalah yang kita hadapi ketika diri kita memang sedang tidak baik-baik saja. Kita diminta untuk jujur, terbuka, dan tidak menyembunyikan tentang kondisi diri kita.

Aku harap kalian tidak menganggap bahwa menemui psikiater adalah hal yang aneh. Aku berharap bahwa orang yang cukup sakit untuk membutuhkan konseling tidak akan terluka lagi. Sebab, pada kenyataannya, ada orang yang tidak bisa memberi tahu orang-orang di sekitarnya meski dia sendiri menyadari bahwa dirinya sangat membutuhkan konseling. Dia hanya bisa mencari tahu informasi dari internet meskipun setiap napas yang diembuskannya terasa begitu menyakitkan.” halaman 64-65

Ketika membaca buku ini, rasanya kita tidak hanya ikut merasakan kondisi yang dirasakan penulis tetapi juga pelan-pelan menyadari kondisi diri kita dan menyelam kembali tentang pengalaman yang pernah kita lalui dalam hidup kita; apakah kita benar-benar baik-baik saja selama ini? Butuh keberanian yang jujur kepada diri sendiri bahwa kita terluka, kemudian memberanikan diri untuk berbenah demi kesehatan mental kita. Membaca buku ini mungkin akan membuat kita menangis, tetapi rasanya begitu melegakan. Meskipun demikian, buku ini disarankan dibaca oleh teman-teman yang berusia 15 tahun ke atas seperti yang terkutip pada sampul belakang buku ya.

Perlu kita ingat bahwa kesehatan yang perlu kita jaga tidak hanya fisik, tetapi juga mental. Keduanya sangat berarti bagi langkah kita dalam menjalani kehidupan. Jangan sungkan dan takut untuk meminta bantuan jika kita benar-benar membutuhkan.

Selapanan : Nggak ada kamu, nggak rame….

 

Ketika mendengar kata selapanan apa yang pertama terlintas dibenak teman-teman semua? “bukannya itu acara memperingati hari kelahiran bayi saat mereka berusia 35 hari ya kak?” Bukan yaa teman-teman. Ada yang berbeda dengan acara selapanan ini yaaa. Pada hari Jum’at 06 Januari 2022 kemarin, para relawan sahabat kapas telah menyelenggarakan agenda Selapanan ala Sahabat Kapas. 

Selapanan ala sahabat kapas merupakan agenda rutin yang dilakukan setiap 35 hari bersama dengan anggota sahabat kapas. Seluruh staff, relawan sahabat kapas, dan relawan konselor sahabat kapas berkumpul untuk mengikuti agenda selapanan ini. Selapanan ala sahabat kapas ini sudah rutin dilakukan, dengan tujuan untuk mempererat bounding antar anggota sahabat kapas yang berasal dari beberapa daerah disekitar Surakarta dan jogja. Selain itu, selapanan ala sahabat kapas ini juga sebagai wadah diskusi, barmain, dan upgrade skill  anggota sahabat kapas.

Nah untuk bulan Januari ini, penanggung jawab acara selapanan adalah kak uthie dengan tema yang penulis maknai” Mendekatkan yang dekat, merangkul yang jauh diawal 2023”. Ya selapanan pada bulan Januari ini spesial sekali karena sebagai pembuka tahun 2023. Pada acara selapanan kali ini, teman-teman sahabat kapas mendapatkan pengalaman yang menarik seperti bermain game, berbagi momen-momen ditahun 2022 dengan sesi “mengenal diriku” yang dikemas secara apik oleh Kak Uthie, dan tidak lupa teman-teman sahabat kapas mendapatkan hampers special sebagai penyemangat untuk menjalani hari-harinya di tahun 2023. Selapanan kali ini sukses membangun kebahagiaan, kebersamaan, dan bounding bagi para staff dan relawan di sahabat kapas. Sampai jumpa diacara selapanan ala sahabat kapas yang lain teman-teman….

Penulis: Dinarista Yulisa E (Relawan Sahabat Kapas)

Love Yourself : Bahagia dengan Berhenti Mencoba Menjadi Sempurna

Ditulis oleh: Dinda Pertiwi Salsabila

Mahasiswa Magang Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

 

Sudahkah kamu merasa bahagia dengan dirimu saat ini atau masih bingung dimana kebahagiaanmu berada?

Kebahagiaan adalah sebuah perasaan yang bisa membuat hidup kita menjadi tentram. Setiap orang di dunia ini tentunya ingin merasa bahagia dan tidak terkecuali juga dirimu bukan. Tidak sedikit  orang di dunia ini mencari hal-hal yang bisa membuat diri mereka bahagia dengan berbagai cara seperti liburan, membelanjakan uang yang mereka dapat hasil kerja mereka, membeli barang barang-atau makanan yang disukai, dan berbagai macam cara lainnya.  

Tahukah kamu, jika kebahagiaan dapat kamu peroleh dengan mencintai diri sendiri, menyadari kekurangan diri dan menerimanya. Kenali diri sendiri dan potensi yang masih bisa dikembangkan. Sayangnya kita masih (kerap) tidak menyadari sejuta potensi dan kelebihan yang kita miliki. 

Membahas tentang kebahagiaan yang bersumber dari diri sendiri dengan cara mencintai diri sendiri, saya jadi teringat dengan salah satu lagu KPOP, BTS. Boyband ini kerap menyuarakan isu mental Health dan motivasi. Puluhan juta penggemarnya dikenal dengan ARMY yang diajaknya untuk kembali bangkit dari keterpurukan hidup. Pengaruh positif BTS dilakukan juga lewat kampanye dengan tagline “love yourself” dan “speak yourself” ketika pidato di depan sidang PBB pada tahun 2018. Selain mengkampanyekan di sidang PBB, BTS juga menggelar konser yang bertemakan love yourself di berbagai negara seperti Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, Taiwan, Hongkong, Singapura, Thailand dan Arab Saudi. 

Salah satu lagu BTS yang menyuarakan tentang pentingnya mencintai diri sendiri adalah lagu yang berjudul Answer : Love Myself yang dirilis pada tahun 2018. Lagu ini mengandung pesan yang dapat memberikan support untuk kita menerima kesalahan di masa lalu sehingga kita bisa menemukan jalan untuk masa depan. Dari pesan tersebut poin pentingnya adalah kita diharapkan bisa belajar dan memahami segala hal yang kita butuhkan. Selain itu kita bisa menjadi versi terbaik dari diri kita sehingga kita juga bisa bermanfaat buat orang lain. Perlu di ingat juga bahwa menjadi versi terbaik dari diri kita tidak sama dengan memaksa diri kita untuk menjadi sempurna. Dalam lagu Answer : Love Myself juga memberikan makna berupa pesan motivasi yang ditujukan pada orang-orang yang mengalami masalah psikologis seperti kehilangan motivasi, depresi, dan gangguan mental lainnya. Sepenggal lirik terjemahannya adalah seperti ini: 

 

(Kamu telah menunjukkan padaku bahwa aku punya alasan) 

(Aku harus mencintai diriku sendiri) 

(Aku yang sedih) 

(Aku yang tersakiti) 

(Itu yang akan membuatku lebih cantik) 

(Aku memiliki kecantikan itu) 

(Mengetahui itu terjadi) 

(Dijalan untuk mencintai diri sendiri) 

(Itu yang paling aku butuhkan) 

(Aku berjalan sendiri) 

(Itu adalah tindakan yang diperlukan untukku) 

Lirik di atas merupakan potongan dari lirik dari lagu Answer : Love Myself. Bagian ini memberi kita gambaran seolah-olah kita berbicara kepada diri kita sendiri, mengajak kita mencintai diri kita sendiri dan percaya pada diri kita bahwa kita berharga. Semua masa lalu dan pengalaman yang pernah kita lewati adalah milik kita. Bagian ini juga memberitahu kita bahwa yang paling tau atas diri kita sebenarnya adalah diri kita sendiri. Mungkin secara tidak langsung terkadang orang lain memotivasi dan menyemangati kita dalam kesulitan yang ada dan menerima kekurangan kita, namun sebenarnya diri kita sendirilah yang paling tahu bagaimana cara mencintai diri ini. Mencintai diri kita sendiri tidak perlu meminta persetujuan orang lain, karena ketika kita menyatakan rasa cinta pada diri kita maka kita sendirilah yang menentukan jawabannya. Baik buruknya masa lalu dalam kehidupan kita adalah suatu pembelajaran bagi kita. Kita tidak butuh alasan untuk mencintai sesuatu, begitu juga dengan mencintai diri kita sendiri. Kita tidak perlu menuntut kelebihan maupun kekurangan kita dan kita tidak perlu menjadi orang lain untuk menerima diri sendiri. Segala yang kita lakukan, kita buat dan kita dapatkan hasilnya adalah untuk kita. Sehingga kita tidak perlu takut untuk melakukan apapun karena kita berdiri di kaki kita sendiri. Hidup tanpa rasa khawatir dengan apa yang sudah ada dalam diri kita tentunya bisa membuat kita bahagia. Segala proses yang sudah dan akan kita lewati akan menjadi bagian dalam hidup kita untuk membantu kita semakin mencintai diri kita sendiri.  

Lirik lagu Answer : Love Myself memberikan pemahaman pada kita tentang makna self love. Self love merupakan keadaan dimana kita dapat menerima diri kita sendiri sebagaimana adanya diri kita. Garis besarnya lagu Answer : Love Myself ini mengajak kita untuk berdamai dengan perasaan kita sendiri sehingga kita bisa mencintai diri kita sendiri. Selain itu, lagu ini juga dapat memberikan nasihat kepada orang diluar sana yang mungkin sudah kehilangan semangat dalam hidupnya yang disebabkan oleh permasalahan permasalahan seperti bullying, korban kekerasan, pelecehan seksual, dan hal-hal lainnya. 

  • Self Love dari sisi Psikologi 

Self Love menurut Fromm (1957) adalah suatu orientasi psikologis yang menyangkut diri sendiri dan bersifat egosentris. Self love bersifat positif tetapi juga bisa menjadi negatif jika memiliki kecenderungan ke arah egosentris atau narsisme. Self love dapat dijadikan sebagai tindakan positif untuk belajar  mencintai seseorang atau sesuatu dengan tulus. Untuk mencapai cinta yang tulus pada seseorang maka individu harus belajar mencintai, menerima, menghormati, dan mengenal dirinya sendiri dulu. 

4 Aspek Self Love menurut Mutiwaseka (2019) :

  1. Self-Awareness

Self awareness adalah kunci kecerdasan emosional. Orang yang memiliki kecerdasan emosional cenderung bisa memproses tindakan yang efektif untuk menyelesaikan masalahnya sehingga ia dapat menghindari situasi yang dapat memicu perasaan dan reaksi yang tidak diinginkan dari dalam diri sendiri. 

  • Self-Worth 

Self-worth adalah keyakinan dalam diri tentang hal yang baik dalam diri kita. Self-worth tidak dipengaruhi oleh apapun. Kekuatan dalam diri, bakat, dan kasih sayang yang kita tunjukkan pada orang lain merupakan ekspresi dari self-worth. 

  1. Self Esteem 

Self Esteem merujuk pada kualitas dan pencapaian kita. Self esteem berhubungan dengan rasa cukup dengan keadaan diri sendiri, dimana kita berada, dan apa yang kita miliki. 

  • Self-Care 

Self-care berhubungan dengan tindakan yang kita lakukan untuk menjaga kesehatan diri kita, seperti mandi, menjaga pola makan, dan melakukan hal–hal yang disukai. 

Sulitnya Menjadi Laki-laki untuk Bebas Terbuka dalam Bercerita

Oleh Janggan Aulia Agastya

 

Judul di atas mengingatkan saya pada sebuah lagu yang cukup populer semasa saya kecil. Lagu yang dibawakan oleh putra-putra musisi Ahmad Dhani dan Maia Estianty, yaitu Al, El, dan Dul yang berjudul “Aku Bukan Superman”. Kurang lebih lagu tersebut menceritakan tentang seorang laki-laki yang menangis karena ditinggal oleh pacarnya. Namun ada beberapa bagian lirik yang membuat saya berpikir sejenak. Liriknya berbunyi seperti ini. 

 

Ayahku selalu berkata padaku

Laki-laki tak boleh nangis

Harus selalu kuat harus selalu tangguh

Harus bisa jadi tahan banting

Ayahku tersayang maafkanlah aku

Jika aku masih menangis

Masih belum bisa

Menjadi seperti apa yang ayah selalu mau

Memang sejatinya dari kecil kita, bahkan saya juga ditanamkan tangisan adalah tanda bahwa seseorang itu lemah. Kesedihan tidak identik dengan kejantanan yang tegar dan tahan banting. Anggapan laki-laki sebagai makhluk yang superior memang masih sangat melekat di masyarakat kita. Anggapan tersebut membuat laki-laki cenderung enggan atau bahkan kesulitan untuk mengekspresikan emosi lainnya. Sejak 2020 sampai sekarang, layanan KCO telah melayani 50 klien remaja laki-laki and 1 klien perempuan  LPKA Kutoarjo. Data dari layanan Konseling dan Curhat Online (KCO) Sahabat Kapas untuk remaja non LPKA dari  tahun 2020, terdapat 53 orang mengakses layanan KCO, dengan 86,4% pengakses layanannya adalah perempuan. Hal ini menunjukkan minimnya partisipasi laki-laki untuk mengakses layanan yang berkaitan dengan membuka diri. 

Dengan data yang dimiliki Sahabat Kapas tersebut, stereotip laki-laki terbiasa memendam masalah, dan perempuan lebih mudah untuk terbuka dan bercerita mungkin ada benarnya. Ini menandakan kemungkinan laki-laki mengalami masalah emosional akan sangat tinggi sehingga kondisi kesehatan mental pada laki-laki juga kemungkinan lebih buruk dari pada perempuan. Lantas apa yang membuat begitu banyak laki-laki masih saja sulit untuk membuka diri di tengah perkembangan zaman yang sudah sangat modern?

Budaya Patriarki

Agaknya, hal ini pula yang menjadi latar belakang dan membuat peranan laki-laki kemudian sangat besar dan tidak jarang menganggap diri mereka yang paling baik, benar, berkuasa, dan berhak memimpin dibandingkan dengan gender lain. Dalam budaya patriarki yang banyak diimplementasikan, sadar atau tidak sadar menuntut laki-laki untuk tumbuh dewasa dan tidak boleh menunjukkan emosi. Hal ini dapat membuat mereka terlihat lebih kuat dan maskulin. Kepercayaan yang salah tentang sikap atau sifat yang harus ditunjukkan oleh seorang pria disebut Toxic Masculinity menurut Oxford Dictionary (katadata.co.id). Yaitu ketika maskulinitas menjadi yang mutlak dan harus ada pada diri seorang laki-laki.

Budaya patriarki jelas merugikan semua gender baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini menandakan bahwa patriarki adalah sebuah gagasan kuno yang sudah seharusnya tidak diturunkan kembali ke generasi berikutnya. Kembali lagi, sekuat-kuatnya laki-laki, ia juga manusia biasa. Dapat lelah, dapat letih, dapat bersedih dan bahkan tidak menjadi masalah jika ingin mengeluh. Karena itu menandakan emosi kita sebagai manusia bekerja sesuai dengan tugasnya.

Pengalaman Buruk Masa Lalu

Kenangan bisa menjadi hal yang kuat dan akan sangat dipertimbangkan bagi seorang laki-laki untuk mau terbuka. Seorang laki-laki akan menutup rapat-rapat buku yang menuliskan pengalaman buruk masa lalunya. Namun bukan berarti hal tersebut hilang, melainkan sewaktu-waktu juga dapat terbuka kembali. Hal ini menunjukkan laki-laki cenderung mencari katarsis yang bersifat sementara sebagai stress release tanpa menyelesaikan suatu permasalahan sampai ke akarnya. Akan tetapi hanya memendam saja. Regulasi emosi yang buruk dan perilaku tersebut juga berdampak pada keterbukaan laki-laki terhadap apa yang sedang dialami. 

Takut Akan Penolakan

Bagaimana jika laki-laki sudah mau mencoba terbuka secara emosional terhadap orang lain, tetapi orang itu tidak menyukai apa yang dikatakannya? Ini bisa menjadi salah satu ketakutan bagi sebagian laki-laki untuk mulai membuka dirinya kepada orang lain. Laki-laki cenderung melihat proses tersebut sebagai tindakan yang berisiko. Laki-laki tidak selalu yakin apa yang akan dikatakannya dan bagaimana kiranya orang akan bereaksi. Bisa jadi mereka justru menjadi tidak disukai, dan itu adalah ketakutan yang normal. Laki-laki dan perempuan pada dasarnya peduli dengan apa yang dipikirkan orang tentangnya. Oleh sebab itu, kegiatan membuka diri secara emosional dan membagikan hal-hal yang sangat pribadi memunculkan kekhawatiran akan dihakimi. Karenanya mereka lebih memilih untuk menutup diri dan tidak mengatakan apa-apa. 

Ajak Anak LPKA Mengenal Potensi Dirinya

Riuh suara kembali menggema di aula LPKA Kutoarjo. Sebanyak 30 anak laki-laki memenuhi ruang aula setelah dilakukan sterilisasi dan pembagian masker, protokol wajib yang dilakukan relawan Sahabat Kapas sebelum memulai setiap kegiatan bersama. Keceriaan kembali terasa di tengah-tengah anak yang duduk melingkar menunggu gilirannya maju memilih emoticon dan menuliskan perasaannya pada selembar kertas tertempel di dinding yang telah disiapkan. Satu pendekatan yang digunakan relawan dalam cek emosi para peserta, untuk mengetahui bagaimana suasana hati anak pada hari itu.

Rabu, 18 Mei 2022 Sahabat Kapas berkesempatan untuk kembali berkegiatan bersama anak-anak di LPKA Kutoarjo. Setelah 3 bulan vakum lantaran meningkatnya varian omicron dan bulan Ramadhan, pada sesi kali ini relawan Sahabat Kapas kembali menjumpai anak-anak dalam rangka kegiatan pengembangan diri. Sekilas pandang, relawan kami telah berkomitmen sejak tahun 2015 dalam memberikan layanan psikososial bagi anak berkonflik dengan hukum yang berada di LPKA Kutoarjo. Pada kesempatan kali ini, relawan mengajak anak-anak untuk mengenal potensi apa yang mereka punya. Dengan terbatasnya ruang gerak dan kebebasannya selama di LPKA, anak tidak lagi dapat berkegiatan seperti saat mereka di rumah. Sehingga kemampuan, hobi, keahlian mereka yang tidak dapat terfasilitasi oleh LPKA, tidak dapat lagi mereka lanjutkan.

Menggunakan form iting, anak-anak mengisi dengan dipandu relawan. Anak diarahkan untuk melingkari sikap yang cocok dengan dirinya, melingkari hobi yang mereka suka, menuliskan hal-hal apa yang sering memenuhi pikirannya, keterampilan yang mereka kuasai, dan cita-cita.

“Kak, kalau keterampilanku nggak ada di kertas ini aku boleh nambahin sendiri nggak?” tanya salah seorang anak pada fasilitator.

“Pasti boleh. Memang keterampilanmu apa?” jawab si fasilitator.

“Bikin jaring ikan, Kak!” pekiknya dengan bangga.

Dalam pengisian, masih ditemukan beberapa anak yang kesulitan membaca dan menulis. Ada dari mereka yang tidak tamat SD, dan sudah tidak sekolah hampir 5 tahun. Namun antusiasme anak cukup tinggi saat mereka membacakan hasil tulisannya. Membayangkan hal apa saja yang akan mereka lakukan selepas keluar dari LPKA. Masih ada anak yang khawatir dirinya kurang siap kembali ke masyarakat, namun ada juga yang sudah siap.

Anak sadar bahwa akan ada perlakuan beda dari masyarakat pada dirinya yang merupakan alumni lembaga pembinaan. Akan tetapi, menulis potensi diri ini menjadi satu pemantik motivasi bagi anak, untuk berkeinginan kuat mengubah diri menjadi lebih baik agar dapat mencapai cita-cita yang diingini. Maka perlu sekali dukungan dari kita, masyarakat, supaya apa yang dicitakan anak dapat terwujud. Supaya mereka tidak lagi berakhir kembali menjadi penghuni jeruji besi. Bahwa cara pandang kita terhadap mereka juga tak kalah pentingnya untuk diubah, agar tidak ada lagi ketakutan anak menghadapi masyarakat.

Serunya Belajar KHA dan Instrumen Pendukungnya Bersama Bung Su

Merujuk aturan tentang Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) tidak melulu hanya pada Konvensi Hak Anak (KHA), khususnya pada pasal 23 KHA untuk perlindungan khusus serta pasal 40 KHA untuk batas usia pertanggungjawaban pidana dan diversi. Namun juga terdapat produk hukum (soft law) pendampingnya seperti Beijing Rules, Havana Rules, Riyadh Guidelines, dan Tokyo Rules.

Hari Kamis dan Jumat tanggal 21-22 April 2022 lalu, Sahabat Kapas bekerja sama dengan Yayasan Bahtera bandung telah melaksanakan kegiatan belajar bersama berupa diskusi melalui kelas interaktif Seri Belajar KHA tentang “Mengenal Produk Hukum (Soft Law) Pendamping KHA”. Kegiatan difasilitasi oleh Bung Suratman dari Yayasan Bahtera Bandung selaku profesional, pegiat, dan praktisi hak-hak anak yang berdedikasi penuh dalam isu perlindungan anak. 

Pada kegiatan belajar ini peserta diajak untuk “yuk lebih mengenal instrumen-instrumen yang menjadi pendukung KHA!” dan implementasi instrumen tersebut dalam upaya memanjangkan langkah pemenuhan hak-hak anak terutama pada Anak yang Berkonflik dengan Hukum (AKH). Kegiatan program belajar bersama ini diikuti oleh kurang lebih 20 peserta yang berasal dari lembaga perlindungan anak, instansi pemerintah, akademisi, mahasiswa dan para pemerhati hak anak dari berbagai wilayah khususnya di Jawa Tengah.

Sahabat Kapas melalui undangan eksklusif sedang merencanakan untuk mengadakan kegiatan belajar bersama untuk peserta secara rutin dalam rangka menambah wawasan para peserta mengenai KHA. Peserta akan diajak mengupas tuntas mengenai KHA dengan materi yang diberikan secara bertahap dalam setiap kegiatan sesuai dengan tajuk yang diangkat yakni “Seri Belajar KHA”. Kegiatan ini rencananya akan dilakukan untuk membahas keempat instrumen pendukung KHA.

Hari Kamis merupakan pertemuan perdana kegiatan Seri Belajar KHA dibuka oleh Bung Suratman selaku pembicara dengan materi “Anak Berkonflik dengan Hukum dalam Kerangka Konvensi Hak Anak” yang membahas perlakuan terhadap AKH di Indonesia sebagai negara yang ikut meratifikasi Konvensi Hak Anak ditinjau dari sudut pandang KHA. Bung Suratman juga menekankan terkait peran KHA sebagai hard law yang mengikat negara-negara peserta yang ikut meratifikasi hukum tersebut. Terdapat pula beberapa instrumen pendamping dari KHA (soft law) yang bersifat tidak mengikat secara yuridis. Sehingga implementasinya tergantung pada kewenangan dan kebijakan masing-masing negara.

Pertemuan kedua hari Jumat dilanjutkan dengan materi tentang United Nations Guidelines for Juvenile Delinquency: The Riyadh Guidelines sebagai instrumen pendamping KHA terkait AKH yang memuat tentang pencegahan kenakalan remaja. Perlunya penekanan dalam materi ini tentang pentingnya pembagian tanggung jawab yang jelas dalam upaya pencegahan kenakalan remaja, bagaimana mekanisme koordinasinya, pengembangan metode yang tepat dan sesuai, serta partisipasi anak di dalamnya.

Meskipun kegiatan dilaksanakan secara virtual dan dari wilayah yang berbeda-beda, semangat dan antusias peserta tiada surut. Banyak dari mereka yang menyimak materi dengan baik, aktif menyampaikan pertanyaan serta memberikan pendapat sehingga dinamika kegiatan belajar bersama berjalan menarik dan interaktif. Banyak hal menarik muncul dalam diskusi. Mulai dari peserta yang menjumpai fenomena perampasan hak anak, seperti kesewenang-wenangan aparat penegak hukum dalam menangani AKH. Serta perlakuan tidak manusiawi terhadap anak lainnya. 

Rangkaian kegiatan belajar bersama Seri Belajar KHA oleh Sahabat Kapas memiliki harapan bahwa negara dan masyarakat dapat memiliki kesadaran lebih, dalam hal implementasi hak-hak anak sehingga kita dapat menghasilkan generasi mendatang sebagai penerus bangsa yang berkualitas. Agar ilmu ini tidak terhenti, kami berencana meramu video diskusi untuk diunggah di kanal youtube Sahabat Kapas. Sehubungan dengan materi KHA yang telah disampaikan. Mari belajar lebih banyak tentang KHA secara mandiri dengan mengakses www.kabin.sahabatkapas.org 

Ditulis oleh Janggan Aulia Agastya

Relasi Kecerdasan Emosi dan Pengasuhan dalam Jagongan Rembug Anak

Kekerasan pada anak di bulan Januari 2022 dicatat KPPPA sebanyak 797 kasus. Anak-anak ini sangat rentan mendapatkan kekerasan dari orang terdekat, seperti pengasuh, pendidik, kerabat. Salah duanya sempat ramai di media massa terjadi di Brebes dan Semarang. Hal tersebut disampaikan oleh Dian Sasmita (Direktur Sahabat Kapas) dalam membuka Jagongan Rembug Anak dalam tema Relasi Kecerdasan Emosi dan Pengasuhan pada Selasa (29/03) melalui kanal zoom meeting yang diselenggarakan oleh Sahabat Kapas dan Yayasan Bahtera Bandung. Mirisnya data korban kekerasan semakin tinggi, di wilayah Jawa Tengah paling tinggi terdapat di Kota Semarang sebanyak 102 anak. (Aplikasi Simfoni PPA 2020).

Indonesia punya tantangan agar dalam dua kali 7 tahun pertama anak bisa mendapatkan prioritas utama pengasuhan seperti di Jepang. Tantangannya adalah komitmen politik dalam wujud aturan perundang-undangan. Dampak gagalnya pengasuhan di 14 tahun ini, akan muncul perilaku membunuh, bunuh diri, memperkosa. “Jika ingin anak yang sukses, maka harus berhasil dalam 7 tahun pertama dan keduanya” tutur Hadi Utomo dari Yayasan Bahtera Bandung sebagai pemantik diskusi dalam Jagongan Rembug Anak. Yang dibutuhkan anak adalah kelekatan (attachment) dalam 7 tahun pertamanya. Kelekatan ini dibutuhkan untuk bertahan hidup. Jika kelekatan berhasil maka anak merasa dilindungi, nyaman dan bahagia. Sehingga daya tahan (resiliensi) anak semakin tinggi dan anak akan tahan banting dalam menghadapi masalah. Dalam kasus Brebes, pelaku tidak memiliki daya tahan banting. Ketika jiwanya galau, maka pelaku melakukan pembunuhan. 

Indonesia belum menerapkan Klaster 5 KHA secara utuh tentang Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif. Indonesia belum memiliki solidaritas antar profesional untuk menangani kasus. Maka perlunya kerjasama oleh psikolog, psikiater, dan pekerja sosial untuk saling bahu-membahu untuk menghindari peristiwa saling rujuk satu sama lain. Perlunya juga untuk melibatkan profesional lain seperti konselor, guru, dan ahli keterampilan untuk menindaklanjuti perkembangan kasus. Kerjasama lintas profesi ini bukan dlm bentuk sistem rujukan. Tapi layaknya dokter yang mengoperasi pasien. Disana terdapat dokter bedah, dokter anestesi, dokter jantung, perawat. Mereka bekerja sama dalam satu waktu.

Fadjri Kirana, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta menyampaikan “untuk kasus Brebes, perlu dilihat apakah pelaku mengalami keadaan traumatic di masa lalunya. Hubungannya dengan kelekatan yang disampaikan Pak Hadi, sosok attachment mungkin “mengecewakan dirinya” sehingga akan mempengaruhi masa dewasanya dan mempengaruhi attachment dewasa. Anxiety attachment mempengaruhi ketika individu dewasa “seperti tidak percaya pada pasangan”.

 

Tangki emosional terkait dengan kecerdasan emosional. Kecerdasaan emosional pertama kali dikeluarkan tahun 1996 oleh Salovey dan Mayer, terkait dengan bagaimana mengenali emosi diri kita, mengenali emosi orang lain, dan mengekspresikan emosi kepada orang lain.

 

Diskusi dipermanis dengan sharing pengalaman oleh Kak Anis Masita, founder Pobee.id (usaha mainan anak yang fokus pada isu pengasuhan anak) yang menyampaikan bahwa ia telah 12 tahun menjadi relawan anak rentan, 2 anak kelas 3 SD dengan tipe ekspresi wajah yang begitu keras, sudah dianggap seperti keluarga oleh mereka. Satu anak orang tuanya bekerja sebagai TKI diasuh oleh kakek nenek, satu lagi berprofesi sebagai sopir travel dan IRT. Anak dari orang tua TKI lebih dekat dengan teman-teman relawan. Suatu hari dijemput oleh kakek nenek dengan intonasi keras. Ia bertemu kembali dengan mereka setelah SMP, satu anak berpenampilan dengan tindik, dan rambut merah, satu lagi raut wajahnya melembut karena ayahnya sudah tidak galak dan sering diajak ke masjid. Seberapa dekat apapun komunitas dengan anak dampingan, mereka akan kembali ke orang tua. Peran orang tua sangat krusial untuk tumbuh kembang anak. Menjadi ibu tidak mudah, ibu perlu membawa peran gandanya dan stigma sosial peran sebagai seorang ibu. Kewarasan ibu membawa ketahanan suatu keluarga bahkan suatu bangsa. Kenapa bisa berdaya sebagai seorang ibu untuk memikirkan orang lain? ada privilege seperti pasangan yang suportif untuk menggantikan tugas domestik. Padahal banyak ibu-ibu yang lain struggle untuk bertahan untuk dirinya sendiri. 

Perlu adanya forum ketika terdapat tanda-tanda seorang individu/ ibu yang memiliki tanda-tanda kurang sehat secara mental, lingkungan dapat merespon dan dapat mendukung dengan baik.

 

“Kewarasan ibu diawali dari pernikahan sebagai komitmen. Negara hendaknya memiliki intervensi dan mendorong bagi semua keluarga untuk memiliki langkah preventif. Mendorong anak-anak panti untuk melaporkan tokoh agama kepada polisi namun respon yang didapat sangat minim. Sistem intervensi anak memang panjang dan membutuhkan penanganan dari berbagai pihak”, tanggapan dari Farid Ari Fandi.

 

Lebih lanjut, Farid Ari Fandi juga menambahkan tentang perlunya regulasi level berskala nasional untuk semakin menguatkan upaya-upaya mitigasi di level masyarakat. Dan penegasan tindakan pemerintah agar menghindarkan tindak kekerasan dalam pengasuhan di lembaga.

 

Peksos mudah diperkarakan karena tidak punya dasar hukum kuat. Seharusnya hal tersebut diatur di UU pemasyarakatan. LSM mudah diperkarakan ketika melindungi korban karena negara tidak mengatur dalam kebijakan ketika masih dalam dugaan maka negara berhak mencabut hak pengasuhan anak oleh orang tua untuk dilindungi dan menjalani konseling. Sedangkan orang tua harus ikut parenting class dan konseling. Saat ini baru terdapat satgas namun kurang tanggap sehingga berakibat fatal kepada anak. Tugas satgas bukan untuk mengambil anak, sehingga mengakibatkan kematian anak karena tidak diterapkannya UU pencabutan hak asuh. Tidak mempidanakan orang tua namun memperdatakan orang tua, berupa pencabutan hak asuh anak jika memang tidak ada tanda perubahan perilaku oleh orang tua. Negara harus mengamanatkan pekerja sosial yang tertuang dalam UU sebagai langkah untuk melindungi anak. Sistem rujukan di dalam lembaga seharusnya berawal di dalam keluarga sebagai suatu sistem. Saling rujuk antar profesional hendaknya lebih baik melibatkan tim yang terdiri dari berbagai latar belakang. 

Tangki emosional sebagai wujud dari kewarasan pengasuh anak sangat penting. 

Salah satu peserta, Lili Julaeha bertanya “bagi anak usia 17 dan 14 tahun yang sudah lewat dari pengasuhan utama di 7 tahun pertama dan kedua, bagaimana cara mengobati perilakunya karena masanya sudah terlewat?”. Hadi Utomo menjawab, “Bapak dan ibu harus meminta maaf seperti yang telah diajarkan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Jika usia dibawah 14 tahun mempunyai tekanan batin, pasti anak akan memiliki kekuatan negatif  seperti kecemasan, berpikiran negatif, dsb. Masalah sekecil apapun dapat memicu prasangka buruk. Dampaknya tidak bisa hilang sepenuhnya, namun orang tua hendaknya meminta maaf sehingga anak dapat mengendalikan persepsi buruk dalam dirinya. Berdzikir dapat dijadikan sebagai alat untuk memperbaiki batin. Begitu juga dengan sikap seperti toleransi dan solidaritas juga dapat membantu memperbaiki jiwa. Perbaikan pada pengasuhan anak sama halnya dengan perlindungan bagi anak. Jika anak mendapatkan bentakan, maka sama saja anak tidak mendapatkan perlindungan. 

 

Anak SMP yang diceritakan oleh Kak Anis, yang mengalami perubahan perilaku yang awalnya ketika ditanya cita-cita menjawab ingin menjadi tuhan agar tidak punya orang tua. Kemudian anak mengalami perubahan perilaku dengan menjawab “bapakku sudah tidak galak lagi”. Oleh sebab itu, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki pengasuhan.

 

Bangsa harus dibangun, dengan memprioritaskan pengasuhan orang tua dalam 7 tahun pertama dan kedua anak. Fadjri Kirana Anggraini menyampaikan, ketahanan mental secara ekologis dapat ditinjau dari Teori Ekologi Bronfenbrenner. Terdapat tahap eksosistem, kemudian di bawahnya terdapat tahap makrosistem, contohnya seperti keadaan atau kondisi keluarga. Selanjutnya terdapat tahap mikrosistem yang berada pada lingkup terkecil pada Teori Ekologi.

Perampasan Kebebasan Ilegal Terhadap Anak Oleh Bupati Langkat Nonaktif

Komnas HAM telah memberikan keterangan pers tentang “Kekerasaan Kerangkeng Manusia di Kediaman Bupati Langkat Nonaktif” di awal Maret 2022. Mengiris rasa kemanusiaan dan akal sehat ketika membaca laporan Komnas HAM tersebut. Praktik kerangkeng manusia, kekerasaan yang sadis, perbudakan, serta perlakuan tidak manusiawi terjadi di wilayah negara hukum. Lebih parah lagi dilakukan di area rumah pribadi kepala daerah (nonaktif), seorang pejabat publik.

Continue reading “Perampasan Kebebasan Ilegal Terhadap Anak Oleh Bupati Langkat Nonaktif”