Edisi khusus: Diskusi Selapanan Sahabat Kapas, 6 Maret 2023
Oleh Hesdo C Naraha relawan Sahabat Kapas
“Yang perlu dilakukan adalah bermimpi, yakin bahwa mimpi itu akan terwujud, dan kita bertekad keras untuk mewujukannya” -Hasanudin Abdurakhman-
Bermimpi tentang hari ini
Mungkin saja di ratusan ribu masa yang lalu, nenek moyang kita sudah pernah berangan-angan atau bermimpi untuk menaiki kereta api. Mungkin juga, di masa yang sama mereka sudah berkeinginan untuk bisa mencapai tempat-tempat yang lain di muka bumi, dan lagi-lagi mungkin saja mereka juga berharap kehidupan di waktu besok akan lebih baik daripada hari ini dan masa lalu. Segala kemungkinan di atas terkesan amburadul, sulit untuk diterima begitu saja, tetapi bukankah kemungkinan selalu menyediakan sebuah kejutan?
“Apakah mungkin saya bisa menjadi pemimpin Negeri ini?” kata B. J. Habibie sewaktu dia masih anak-anak dan tinggal di pelosok Sulawesi. Berpuluh tahun kemudian, sejarah mencatat bahwa dia adalah salah satu ilmuwan terkemuka Indonesia yang diakui dunia dan juga menjadi salah satu diantara tujuh Presiden yang pernah memimpin Negara Indonesia.
Bukankah segala kemudahan yang kita alami di hari ini adalah bentuk nyata dari mimpi-mimpi sederhana pendahulu kita? Salah satu contoh paling aktual, marilah kita lihat ke sekitar kita saja. Di Yayasan Sahabat Kapas selama 13 tahun terakhir dipimpin oleh perempuan, berawal dari Bu Dian Sasmita*, kemudian berlanjut ke Mbak Sherly Maharani*. Tentunya perjalanan kedua perempuan ini bukan sebuah kebetulan, mereka adalah sebagian kecil dari potret perempuan masa kini -hari ini, yang menikmati mimpinya Ibu Kartini; kalau perempuan harus berpendidikan dan mendapatkan peran yang setara dengan laki-laki.
Hal ini berarti tidak ada satu pun mimpi yang sia-sia, bahwa setiap hal yang kita impikan hari ini tidak selalu terwujud hari ini juga, tetapi dengan meyakini bahwa ‘tidak ada mimpi yang sia-sia’, maka mungkin saja di besok pagi, dua hari lagi lagi atau kapan pun itu; pastinya akan terwujud. Oleh karena itu cobalah untuk mengingat sebentar, ambil waktu 2-3 menit untuk merenungkan, jangan-jangan hari ini kamu sedang menikmati sesuatu yang pernah kamu impikan dahulu? Jika iya, maka tersenyumlah dan berterima kasih karena impian mu tidak sia-sia.
Mimpi di dalam tidur vs Mimpi di saat bangun
Tanggal 6 Maret 2023 di kantor Yayasan Sahabat Kapas telah berlangsung lomba tidur sebentar dan bangun menuliskan mimpi. Siang itu, di ruang kerja yang tidak terlalu besar dihiasi banyak barang, salah satu pemandangan kesukaan saya adalah etalase kaca yang berisi berlapis-lapis buku, ada beberapa orang manusia di sana, telah terjadi ajakan untuk bangun dan menuliskan mimpi.
Menuliskan mimpi sebenarnya merupakan rangkaian terakhir dari acara ‘Diskusi Selapanan’, hari itu tema yang diusung adalah “One moment in Time”. Tidak ada suatu alasan yang terlalu filosofis, hanya karena kalimat pendek itu dapat diartikan sebagai ‘pada suatu waktu’, maka selapanan kali itu ingin mengajak semua orang yang hadir di sana untuk melihat kembali rentetan peristiwa hidupnya, yang tentu saja dimulai pada suatu waktu.
Banyak motivator sering mengdoktrin kita dengan keyakinan mereka, katanya “jika ingin menjadi sukses maka bangunlah dari tidur Anda, dan bekerjalah untuk mewujudkan mimpi-mimpi Anda.” Menurut pendapat saya, kita terlalu dipaksa untuk melompati tangga realitas, bukankah kita perlu membuat mimpi dulu? Bagaimana mungkin kita mau mewujudkan sesuatu yang bahkan membayangkan atau memimpikannya saja tidak pernah. Tentu saja hal ini amatlah rancu dan ambigu, sehingga tidak mengapa kalau tidur kita menjadi lebih lama sedikit, siapa tahu sedang bermimpi menyatakan cinta ke doi? Syukurlah kalau sudah terjawab baru terbangun, sayang sekali kalau akhirnya belum mendapatakan jawaban ehhh sudah keburu bangun.
Jika kemungkinan kedua yang terjadi, maka itu berarti kita memang diminta untuk mewujudkan mimpi itu. Bukan menciptakan sebuah ruang ilusi dalam bunga tidur saja, justru kita diminta untuk segera bangun dan mewujudkannya.
Menuliskan mimpi sudah seharusnya kita lakukan sejak kecil, karena dengan begitu di suatu masa ketika sudah beranjak dewasa, kita akan ingat bahwa hidup kita memang penuh dengan impian-impian yang menyenangkan. Di papan impian, seorang relawan Sahabat Kapas menuliskan pada post it-nya “ingin punya tabungan 100 Miliar”, ada pulang menuliskan “ingin menjadi orang yang baik dan bermakna.” Jelaslah bahwa setiap orang memiliki impiannya masing-masing, tidak ada aturan khusus untuk bermimpi, toh setiap orang akan bermimpi sesuai kapasitasnya juga. Tetapi lagi-lagi mimpi sangatlah bebas dan tak berbatas, saya pun ikut mengamini salah satu impian di atas “ingin punya tabungan 100 Miliar”, siapa tahu kelak saya ikut ditransfer 500 ribu untuk jajan, wah betapa itu sangat menyenangkan.
Pada akhirnya bermimpi bukan lagi sebuah hal yang perlu dikecam, siapa pun punya hak untuk memiliki mimpi menjadi apa saja atau memiliki apa saja. Kata Laskar Pelangi “mimpi adalah kunci untuk kita menaklukan dunia”, kalau berawal dari impian seorang B. J. Habibie bisa menjadi presiden, maka sangat mungkin untuk Mbak Uthie* kelak bisa menjadi pejabat daerah. Kalau berawal dari impian dan kegigihan, R. A. Kartini bisa menginspirasi pendidikan bagi perempuan, maka sangat mungkin untuk di suatu masa Kak Mala*, Kak Wilda*, Kak Hanna*, Kak Maya*, Kak Ambar*, Kak Dinar* juga punya impian yang bisa menginspirasi orang lain dan membawa perubahan.
Ingatlah pesan Hasanudin Abdurakhman: “Yang perlu dilakukan adalah bermimpi, yakin bahwa mimpi itu akan terwujud, dan kita bertekad keras untuk mewujukannya”.
——————————————————————–
*Disclaimer:
Tokoh-tokoh yang disebutkan dalam tulisan ini adalah relawan dan staf pada Yayasan Sahabat Kapas.