Riuh suara kembali menggema di aula LPKA Kutoarjo. Sebanyak 30 anak laki-laki memenuhi ruang aula setelah dilakukan sterilisasi dan pembagian masker, protokol wajib yang dilakukan relawan Sahabat Kapas sebelum memulai setiap kegiatan bersama. Keceriaan kembali terasa di tengah-tengah anak yang duduk melingkar menunggu gilirannya maju memilih emoticon dan menuliskan perasaannya pada selembar kertas tertempel di dinding yang telah disiapkan. Satu pendekatan yang digunakan relawan dalam cek emosi para peserta, untuk mengetahui bagaimana suasana hati anak pada hari itu.
Rabu, 18 Mei 2022 Sahabat Kapas berkesempatan untuk kembali berkegiatan bersama anak-anak di LPKA Kutoarjo. Setelah 3 bulan vakum lantaran meningkatnya varian omicron dan bulan Ramadhan, pada sesi kali ini relawan Sahabat Kapas kembali menjumpai anak-anak dalam rangka kegiatan pengembangan diri. Sekilas pandang, relawan kami telah berkomitmen sejak tahun 2015 dalam memberikan layanan psikososial bagi anak berkonflik dengan hukum yang berada di LPKA Kutoarjo. Pada kesempatan kali ini, relawan mengajak anak-anak untuk mengenal potensi apa yang mereka punya. Dengan terbatasnya ruang gerak dan kebebasannya selama di LPKA, anak tidak lagi dapat berkegiatan seperti saat mereka di rumah. Sehingga kemampuan, hobi, keahlian mereka yang tidak dapat terfasilitasi oleh LPKA, tidak dapat lagi mereka lanjutkan.
Menggunakan form iting, anak-anak mengisi dengan dipandu relawan. Anak diarahkan untuk melingkari sikap yang cocok dengan dirinya, melingkari hobi yang mereka suka, menuliskan hal-hal apa yang sering memenuhi pikirannya, keterampilan yang mereka kuasai, dan cita-cita.
“Kak, kalau keterampilanku nggak ada di kertas ini aku boleh nambahin sendiri nggak?” tanya salah seorang anak pada fasilitator.
“Pasti boleh. Memang keterampilanmu apa?” jawab si fasilitator.
“Bikin jaring ikan, Kak!” pekiknya dengan bangga.
Dalam pengisian, masih ditemukan beberapa anak yang kesulitan membaca dan menulis. Ada dari mereka yang tidak tamat SD, dan sudah tidak sekolah hampir 5 tahun. Namun antusiasme anak cukup tinggi saat mereka membacakan hasil tulisannya. Membayangkan hal apa saja yang akan mereka lakukan selepas keluar dari LPKA. Masih ada anak yang khawatir dirinya kurang siap kembali ke masyarakat, namun ada juga yang sudah siap.
Anak sadar bahwa akan ada perlakuan beda dari masyarakat pada dirinya yang merupakan alumni lembaga pembinaan. Akan tetapi, menulis potensi diri ini menjadi satu pemantik motivasi bagi anak, untuk berkeinginan kuat mengubah diri menjadi lebih baik agar dapat mencapai cita-cita yang diingini. Maka perlu sekali dukungan dari kita, masyarakat, supaya apa yang dicitakan anak dapat terwujud. Supaya mereka tidak lagi berakhir kembali menjadi penghuni jeruji besi. Bahwa cara pandang kita terhadap mereka juga tak kalah pentingnya untuk diubah, agar tidak ada lagi ketakutan anak menghadapi masyarakat.
Published by