Oleh Ambarwati Wijayaningsih relawan Sahabat Kapas
Seringkali kita lebih banyak menyapa orang lain yang kita temui. Entah orang-orang lain yang dekat, yang jauh, bahkan yang tidak kita kenal sekalipun. Kita sering lupa ada diri sendiri yang seharusnya perlu kita sapa, “Apa kabar diriku? Apakah aku baik-baik saja? Bagaimana perasaanku hari ini?”
Dalam hidup, kita menemui banyak kondisi dan situasi yang tidak selalu menyenangkan dan membahagiakan. Perasaan sedih, marah, kecewa, dan sakit hati lebih banyak kita simpan dan kita pendam sendiri seolah kita baik-baik saja. Padahal hal tersebut justru yang menjadikan diri kita bisa semakin terluka. Kita terkadang menyangkal tentang kondisi yang kita rasakan. Kita kurang jujur bahwa kita terluka dan bersikap seolah kita baik-baik saja. Kita merasa mampu, padahal sebenarnya tidak benar-benar mampu. Kita takut orang lain berpikir bahwa kita terlalu berlebihan menyikapi sesuatu, padahal segala emosi yang kita rasakan perlu kita validasi dan setiap orang menyikapi sesuatu dengan takaran yang berbeda-beda.
Hal-hal tersebut sama halnya dirasakan oleh seorang penulis dari Korea, Yeon Jeong. Yeon Jeong menuliskan pengalaman hidupnya dalam sebuah buku dengan judul asli bahasa Korea, yaitu “Tomorrow’s Sun Will Rise, but What About Tonight?”. Kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Indah Islamiyah dan diterbitkan oleh Aria Media Media atau Shira Media Group pada tahun 2022 dengan judul “Esok, Matahari Akan Terbit Kembali, tapi Bagaimana dengan Malam Ini?”.
Buku ini menceritakan tentang pengalaman hidup yang dialami oleh penulis, baik pengalaman saat penulis masih kecil hingga dirinya berada di kondisi seperti sekarang. Penulis menulis dengan jujur tentang perasaan-perasaan yang dialaminya, tentang hidup yang berat dan harus dilaluinya. Penulis mempunyai pengalaman hidup yang membuatnya sempat merasa begitu terpuruk sampai akhirnya dirinya memberanikan diri untuk mendatangi psikiater untuk membantu masalah kesehatan mentalnya. Penulis mengalami gangguan panik atau kecemasan berlebih. Penulis menyadari bahwa menceritakan kondisi diri bukanlah suatu hal yang mudah dan begitu sulit. Tetapi penulis tetap memberanikan diri demi dirinya bisa merasa lebih baik dan sembuh.
“Ketika hati terasa sakit, kita harus segera menanganinya. Jangan bersikap cuek dan menyerahkannya begitu saja pada waktu. Kita harus menyentuh hati yang terluka itu dengan lembut dan memberinya tepukan yang hangat. Seharusnya tidak ada malam ketika aku harus tertidur dengan luka yang bukan milikku.” halaman 39
Buku Yeon Jeong ditulis dengan penuh kejujuran dan ketulusan memberikan pesan bahwa kita tidak boleh mengabaikan luka, sekecil apapun luka itu kita rasakan. Kita harus jujur pada diri sendiri. Penting untuk kita mencari bantuan, entah kepada teman dekat; keluarga; atau orang-orang yang kita percaya untuk berbagi hal yang kita rasakan. Berbagi bahwa kita sedang tidak baik-baik saja. Bahkan penulis memberikan pesan untuk mencari bantuan profesional kepada psikolog maupun psikiater agar dapat membantu masalah-masalah yang kita hadapi ketika diri kita memang sedang tidak baik-baik saja. Kita diminta untuk jujur, terbuka, dan tidak menyembunyikan tentang kondisi diri kita.
“Aku harap kalian tidak menganggap bahwa menemui psikiater adalah hal yang aneh. Aku berharap bahwa orang yang cukup sakit untuk membutuhkan konseling tidak akan terluka lagi. Sebab, pada kenyataannya, ada orang yang tidak bisa memberi tahu orang-orang di sekitarnya meski dia sendiri menyadari bahwa dirinya sangat membutuhkan konseling. Dia hanya bisa mencari tahu informasi dari internet meskipun setiap napas yang diembuskannya terasa begitu menyakitkan.” halaman 64-65
Ketika membaca buku ini, rasanya kita tidak hanya ikut merasakan kondisi yang dirasakan penulis tetapi juga pelan-pelan menyadari kondisi diri kita dan menyelam kembali tentang pengalaman yang pernah kita lalui dalam hidup kita; apakah kita benar-benar baik-baik saja selama ini? Butuh keberanian yang jujur kepada diri sendiri bahwa kita terluka, kemudian memberanikan diri untuk berbenah demi kesehatan mental kita. Membaca buku ini mungkin akan membuat kita menangis, tetapi rasanya begitu melegakan. Meskipun demikian, buku ini disarankan dibaca oleh teman-teman yang berusia 15 tahun ke atas seperti yang terkutip pada sampul belakang buku ya.
Perlu kita ingat bahwa kesehatan yang perlu kita jaga tidak hanya fisik, tetapi juga mental. Keduanya sangat berarti bagi langkah kita dalam menjalani kehidupan. Jangan sungkan dan takut untuk meminta bantuan jika kita benar-benar membutuhkan.
Published by