Genduk, Pencarian Jati Diri Anak Petani Tembakau

31142634
Sumber : goodreads.com

Judul buku : Genduk
Pengarang : Sundari Mardjuki
Tahun terbit : 2016
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman : 219 halaman
ISBN : 978-602-03-3219-2

 

 

 

Pengarang dalam menulis novel Genduk terinspirasi kisah kecil ibunya yang ayahnya meninggal pada saat ibu pengarang masih berumur 3 tahun. Pengarang menulis buku ini selama kurang lebih 4 (empat) tahun. Penulisan dimulai dari riset ke latar tempat yang dipakai sampai cara pengolahan tembakau.

Genduk merupakan buku ketiga karangan Sundari Mardjuki setelah Papap, I Love You (2012) dan Funtastic Fatin (2013). Royalti dari buku ini akan disumbangkan kepada komunitas Cendikia Mandiri yang merupakan sebuah komunitas belajar yang membantu pendidikan anak-anak putus sekolah di lereng Gunung Sumbing-Sindoro, Temanggung, Jawa Tengah.

Buku yang bertema utama lokalitas ini menceritakan pencarian jati diri seorang gadis kecil bernama Anisa Nooraini atau biasa dipanggil Genduk. Sejak kecil Genduk sudah ditinggal ayahnya dan tidak tahu dimana keberadaan Bapaknya. Genduk tinggal bersama Ibunya di sebuah desa paling puncak gunung Sindoro bernama Ringinsari. Rasa penasaran akan identitas dan keberadaan bapaknya membuat Genduk semakin bertanya-tanya hingga dia memutuskan untuk keluar desa untuk mencarinya.

Cerita dalam buku ini menggunakan alur campuran dimana sebagian utama cerita menggunakan alur maju disertai beberapa flashback ketika menceritakan tentang Bapak Genduk. Walau menggunakan alur campuran, kita dapat dengan mudah membedakan mana yang merupakan cerita masa lalu dan cerita masa kini. Hampir semua kisah masa lalu merupakan cerita yang didengar Genduk dari orang lain, seperti Kaji Bawon, mengenai Bapak Genduk.

Cerita Genduk menceritakan kehidupan petani tembakau di Gunung Sindoro pada tahun 1970an. Dimana ketika jaman itu masih banyak tengkulak yang melakukan praktek penipuan kepada para petani tembakau gurem atau kecil. Hal ini membuat para petani kecil harus berjuang menyambung hidupnya yang mau tidak mau harus berhadapan dengan para tengkulak.

Sundari Mardjuki dalam menceritakan kisah Genduk menggunakan sudut pandang orang pertama tokoh utama dengan ditandai penggunaan kata ganti “aku” untuk tokoh utamanya, yaitu Genduk. Penulis menggunakan bahasa setiap karakter untuk percakapan-percakapan yang dilakukan para tokohnya. Terdapat beberapa kata yang menggunakan Bahasa Jawa atau bahkan kata yang hanya dimengerti oleh orang Temanggung, tapi sudah diberi penjelasan pada bagian catatan kaki.

Amanat yang dapat kita ambil dari cerita ini adalah kita tidak boleh menyerah untuk memenuhi keingintahuan kita walaupun mungkin hasilnya bakal tidak sesuai dengan harapan kita. Hal-hal yang tidak benar dalam suatu sistem perlu kita ubah seperti sistem tengkulak yang diceritakan dalam cerita ini.

Kelebihan dari novel ini adalah penulis mampu membawa para pembacanya merasuk pada era 1970an sambil membayangkan bagaimana kehidupan para petani tembakau di Gunung Sindoro pada masa tersebut. Selain itu melalui cerita para petani tembakau, pembaca dapat mengetahui beberapa nilai yang dianut oleh petani tembakau seperti anak-anak rela bolos sekolah ketika masa panen tembakau untuk membantu para orang tuanya. Selain itu alur cerita yang susah ditebak pembaca membuat penasaran seperti pada menjelang akhir cerita, Genduk akhirnya mengetahui bahwa bapaknya benar-benar sudah meninggal seperti perkataan ibunya. Padahal pembaca sudah digiring sedemikian rupa oleh penulis untuk berharap bahwa bapak Gendhuk masih hidup di luar sana.

Genduk merupakan sebuah novel yang menarik untuk dibaca terutama bagi yang ingin menyelam pada era tahun 1970an di sebuah desa penghasil tembakau. Cerita disertai konflik pribadi dan sosial tokoh utama membuat pembaca lebih mengerti permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh kaum menengah ke bawah pada era tersebut.

Ditulis oleh Agastyawan N. (Relawan Sahabat Kapas).

You Might Also Like

Published by

Evi Baiturohmah

Penyuka panda, pantai dan percakapan. Selalu ingin membuat terobosan menarik dan kreatif dalam pekerjaan dan kehidupan sehari- hari. Mantra mujarab: Things get tough and shi*s happen, but you’ll survive.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.