Mereka yang Mendefinisikan Bahagia Lewat Film

Rentang sepuluh tahun tidak sedikit pun memudarkan ingatan saya tentang sebuah film karya anak-anak di lembaga pembinaan. Film “Cabe, Harga Sebuah Kebebasan” membuat saya lebih sungguh memaknai kebahagiaan. Siapa pernah menontonnya?

Film ini diproduksi satu dekade yang lalu, tapi masih sangat berharga untuk dijadikan pengingat tentang perlunya menyederhanakan cara untuk menikmati hidup, lewat hal-hal yang tak harus datang dari sesuatu yang besar. Ada bentuk-bentuk kebahagiaan kecil yang terlihat sepele namun nyatanya menjadi sumber sukacita.

Lewat film “Cabe, Harga Sebuah Kebebasan”, anak-anak di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II B Klaten menyampaikan pesan sederhana tentang makna kebahagiaan melalui kehadiran sebuah cabe sebagai teman makan. Bagi mereka, berpeluh keringat menikmati pedasnya makanan dengan cabe adalah oase yang mampu menyenangkan hati dan membuat merasa merdeka. Tawa dan kebersamaan pun ikut hadir bersamanya.

Ya, makna kebahagiaan ini didefinisikan sendiri oleh mereka yang sedang berada di tengah keterbatasan, yakni anak-anak di lembaga pembinaan yang menemukan diri mereka, secara harfiah, berada di balik jeruji besi. Mereka yang terkurung di dalam tembok-tembok yang dikelilingi menara pengawas dan kawat berduri. Di sana, mereka harus tinggal selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun di ruangan yang hampir terisolasi dan seringkali dianggap sebagai subjek yang pasif.

Film ini seolah berkata bahwa kebahagiaan tidak serumit apa yang kita pikirkan. Ia bentuknya sederhana dan beberapa sebabnya pun mudah ditemukan. Sejak hari itu, saya mendapati dua perkara; perihal definisi bahagia dan potret kehidupan anak-anak di dalam lembaga pembinaan dari sudut pandang berbeda.

Untuk kamu yang ingin tahu lebih jauh tentang film “Cabe, Harga Sebuah Kebebasan”, cerita di belakang lensa bisa dibaca di sini dan film utuhnya bisa ditonton di sini. Selamat menonton dan setelahnya ceritakan definisi bahagia versimu, ya!

-Aprilia Kusuma-

Pelatihan Pembuatan Mie Organik (Bagian 1)

Pada 5 Maret 2014, bekerja sama dengan Yayasan Pancaran Kasih (Malang), Sahabat Kapas melakukan pendampingan dalam sebuah kegiatan Pelatihan Pembuatan Mie Organik di Lapas Klaten. Acara yang didukung oleh Kementerian Hukum dan HAM ini terbukti menyedot animo peserta pelatihan.

Dalam sambutannya, Kepala LAPAS Klaten menyebutkan bahwa pelatihan membuat mie organik ini merupakan salah satu pelatihan yang dapat menambah kemampuan peserta dan bisa dijadikan salah satu alternatif pilihan pekerjaan yang dapat dilakukan ketika para narapidana keluar dari penjara. Ketika keluar dari penjara, para narapidana harus kembali berinteraksi dengan masyarakat dan dituntut untuk menerima respon atas kehadiran mereka di lingkungan yang baru. Selain harus siap menerima respon dari masyarakat, mereka juga harus siap bekerja dalam iklim dan orang- orang yang berbeda.

Pelatihan Mie dan Bakso-01
Untuk memulai usaha dalam dunia kerja, mereka dapat berwirausaha dengan membuka bisnis mie organik yang kini mulai mencuri perhatian masyarakat. Hal ini dapat dilakukan sebagai usaha mereka dalam menjawab tantangan dunia kerja pasca- keluar dari penjara. Pak Andreas yang merupakan pimpinan dari Yayasan Pancaran Kasih kemudian mengutarakan tentang perjalanan beliau yang juga eks-narapidana untuk kembali ke masyarakat, berinteraksi dan kemudian berusaha mendobrak stereotype tentang narapidana dengan berwirausaha di bidang kuliner (bakso, mie ayam dll). Sebagai seorang mantan napi, Pak Andreas menggugah hati dan menanmkan semangat kepada semua peserta pelatihan untuk selalu positif dan sungguh- sungguh ketika memulai kembali bermasyarakat. Dia menjalaskan bahwa kepercayaan masyarakat kepada mantan narapidana tidak mudah didapatkan. Akseptabilitas masyarakat terhadap para mantan narapidana akan terlihat setelah mereka melihat bukti/ hasil dari kesungguhan kita.
Lebih jauh Pak Andreas bercerita tentang Rumah Singgah yang didirikan beliau bersama rekan- rekannya yang bertujuan untuk memberikan sebuah tempat tinggal sekaligus rumah pelatihan bagi mantan narapidana yang baru keluar dari penjara dan belum siap terjun ke masyarakat. Rumah Singgah tersebut bukan hanya menyediakan pelatihan memasak atau konsep wirausaha di bidang kuliner, melainkan juga memberikan dukungan dan bantuan kepada semua penghuni yang mempunyai bakat dan potensi dalam bidang- bidang yang lain.
(bersambung)