Dunia Rahasia Milik Arrietty: Merawat Imajinasi Anak

Ada banyak cara untuk melepaskan emosi negatif di tengah dunia yang terasa makin penat dari hari ke hari. Mulai dari berkebun, membaca buku, hingga menonton film, bisa menjadi aktivitas untuk melepaskan penat yang sesekali menghampiri. Yang terakhir disebut coba saya lakukan beberapa waktu lalu: menikmati film animasi garapan Studio Ghibli. 

The Secret World of Arrietty lahir dari dapur Studio Ghibli yang diadaptasi dari novel The Borrowers karya Mary Norton. Seorang teman merekomendasikan film ini kepada saya dengan jaminan visual yang menyegarkan dan cerita yang menyenangkan. Dari situlah, saya tertarik untuk membuktikannya. 

Gambaran Persahabatan Tulus 

Film The Secret World of Arrietty disutradarai oleh Hiromasama Yonebayashi dan diproduksi oleh Toshio Suzuki. Lebih dari 11 tahun berlalu setelah film ini pertama kali diluncurkan, tepatnya pada 17 Juli 2010. The Secret World of Arrietty sebenarnya memiliki premis yang sederhana, yaitu tentang persahabatan tulus antara Arrietty dan Sho yang memiliki lingkungan berbeda. Yup, Arriety adalah peminjam (borrower) yang tinggal bersama ayah dan ibunya di bawah lantai rumah yang ditinggali oleh Sho. Sementara itu, Sho adalah remaja lelaki yang sedang menghabiskan waktu sejenak di rumah bibinya tersebut. 

Premis yang sederhana tidak membuat film ini terasa membosankan. Justru, kesederhanaan tersebut membuat film ini bisa dinikmati oleh semua kalangan, termasuk anak-anak.  Kisah persahabatan antara Arrietty dan Sho menggambarkan dengan indah rasa saling percaya dan kepedulian satu sama lain dalam memperjuangkan hidup mereka. Karakter dalam film ini juga beragam dan sangat jelas, sehingga anak mudah sekali untuk memahami peran setiap karakternya.

Visual yang Memanjakan Mata

Kabarnya, film berdurasi 95 menit ini menggunakan teknologi nanoscience. Hal ini dapat terlihat pada beberapa adegan di dalam film. Permainan warna yang lembut dan pas, membuat visual penonton seperti dimanjakan. Pemilihan musik latar pada Arrietty ini juga beragam dan sangat mendukung adegan, jenis musik yang dipilih pun dapat membuat penontonnya seperti merasakan kedamaian.

Tidak hanya rasa bahagia dan polos yang ditawarkan, film ini juga memberikan warna tegang, sedih, dan haru. Emosi yang dimunculkan bisa dilihat dalam beberapa adegan dalam film itu sendiri. Lalu apakah yang membuat imajinasi anak bisa berkembang? 

Dalam film ini digambarkan dua manusia yang memiliki ukuran tubuh yang berbeda, mereka berada dalam satu lingkungan namun memiliki cara adaptasi yang berbeda. Arrietty memiliki ukuran tubuh yang jauh lebih kecil dibanding Sho. Hidup peminjam ini biasanya berada di bawah rumah yang dipinjam, barang yang dipakai pun juga merupakan sebagian kecil atau potongan kecil milik yang dipinjam. Ini yang menjadi menarik, karena fungsi benda di dunia Arrietty dan dunia Sho sangat berbeda, meskipun dalam satu benda yang sama. Hal ini tentu saja dapat mendorong daya imajinasi anak saat menontonnya.

Penasaran, kan? Selamat menonton film ini bersama keluarga di rumah!

Ajak Anak Cegah Bullying Melalui Film

Oleh Muhammad Rizki Budi Rampdan*

Perundungan (bullying) merupakan salah satu masalah yang paling sering muncul di lingkungan anak, terutama di sekolah. Melihat fenomena tersebut, tim magang Sahabat Kapas dari Sosiologi UNS dan Psikologi UMS mengadakan edukasi pencegahan bullying dengan medium film kepada anak-anak usia  6-8 tahun di GKI Sangkrah Solo pada Selasa (11/2/2020). Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada anak mengenai tindakan bullying dan cara pencegahannya. Continue reading “Ajak Anak Cegah Bullying Melalui Film”

Hapuskan Stigma dengan Karya Nyata: Sejuta Makna Pameran Sahabat Kapas di Yogyakarta

Kita seringkali tidak bijaksana dalam menilai.

Meminjam dan mengamini pandangan orang lain, lalu lupa untuk menggunakan mata hati untuk melihat. Kita mudah meyakini bahwa ibu tiri itu jahat; tato identik dengan kriminal; orang dengan HIV/AIDS sangat berbahaya; dan anak-anak di dalam Lembaga Pemasyarakatan sudah pasti anak “nakal”. Sayangnya, kita tidak benar-benar tahu kenyataannya, kita hanya mengikuti keyakinan orang kebanyakan. Menstigma tanpa bertanggung jawab.

 Tanpa kita sadari sebenarnya kita adalah manusia-manusia jahat.

Pernahkah terbayangkan dalam benak bahwa ada seorang anak yang putus asa menjadi “anak baik”? Ia dengan sengaja melakukan pelanggaran hukum agar kembali masuk ke lembaga pemasyarakatan karena merasa sudah tidak diterima lagi di masyarakat.

Atau bocah berusia belasan tahun yang mengubur segala cita dan harapan karena label anak “nakal” menancap di relung jiwanya seumur hidup.

Si A tidak diterima bekerja karena riwayat pernah menjadi warga binaan.

Si B tidak melanjutkan sekolah pun hanya karena ia pernah berada di balik jeruji besi, meski hanya karena mencuri beberapa buah jambu biji. Bukan semata sekolah menolaknya, tapi hati yang masih rapuh itu telah dihancurkan sampai tiada jelas bentuknya.

 Mereka sama, berikanlah kesempatan, dan mereka pun bisa.

Lima tahun berjalan kami setia untuk mempromosikan kesetaraan hak dan penghapusan diskriminasi untuk anak-anak berkonflik dengan hukum, khususnya anak-anak yang berada di balik jeruji besi. Beberapa upaya kami lakukan, salah satunya dengan mengikuti pameran Jagongan Media Rakyat di Jogja Nasional Museum (JNM) pada tanggal 23-26 Oktober 2014 yang lalu. Dalam acara tersebut kami memamerkan beberapa hasil karya anak-anak dampingan di Lapas Klas II B Klaten. Dengan karya tersebut kami berharap stigma negatif terhadap mereka dapat perlahan-lahan luntur.

Pemutaran Film "Cabe, Harga Sebuah Kebebasan" di Jagongan Media Rakyat, Jogja Nasional Museum
Pemutaran Film “Cabe, Harga Sebuah Kebebasan” di Jagongan Media Rakyat, Jogja Nasional Museum

Hari Pertama dan Kedua: Keramaian Anak-anak SD

Hari pertama pameran, Sahabat Kapas sibuk menata stand dan memenuhinya dengan beragam produk anak- anak dampingan di lapas. Mendapatkan jatah tempat di bagian belakang museum yang terhalang oleh aula seminar, stand Sahabat Kapas pada hari pertama masih sepi pengunjung. Meskipun mendapatkan tempat yang kurang strategis, personil Sahabat Kapas tetap semangat menggelar dagangan dan berinisiatif untuk berkenalan dengan komunitas lain yang mengisi stand terdekat.

Menjelang siang, anak-anak SD yang bersekolah di samping JNM ramai berdatangan. Lokasi stand yang dekat dengan sekolahan serta display yang menarik membawa anak-anak untuk berkunjung ke stand Sahabat Kapas. Mereka tampak antusias bertanya dan menjanjikan akan datang keesokan harinya.

Pada hari kedua stand Sahabat Kapas yang mengusung produk #OnJail buka mulai pukul 09.00 WIB. Seperti hari pertama, stand Sahabat Kapas masih sepi pengunjung. Hari kedua ini bertepatan dengan hari Jum’at dimana pada pagi hari masyarakat umum masih sibuk dengan pekerjaan, kuliah, sekolah, maupun aktivitas lainnya. Sekitar pukul 10.00 WIB stand Sahabat Kapas kembali diramaikan oleh anak-anak kecil usia TK-SD. Anak-anak ini sangat antusias melihat pernak-pernik yang terdapat dalam stand. Dari berbagai pernak-pernik yang dipamerkan dalam stand ternyata anak-anak paling tertarik dengan gelang karya anak-anak dampingan di Rutan Klas I A Surakarta tahun 2009 lalu. Tanpa rasa canggung anak-anak meminta kuis pada relawan Sahabat Kapas demi mendapatkan sebuah gelang secara gratis. Anak-anak mulai berbaris secara rapi dan satu persatu memperkenalkan diri. Kuis berlangsung dengan seru. Para relawan semangat memberi mereka kuis, mulai dari perhitungan hingga menerjemahkan kata-kata berbahasa Inggris yang ada di kaos produk #OnJail. Keramaian anak-anak yang memenuhi stand Sahabat Kapas akhirnya berlalu setelah beberapa puluh menit. Produk gelang pun akhirnya laku dan terjual habis karena diserbu oleh anak-anak.

Detik demi detik berlalu, pengunjung silih berganti. Banyak pengunjung yang menanyakan tentang Sahabat Kapas dan tidak sedikit pula yang membeli produk-produk #OnJail. Ada beberapa pengunjung yang memberi masukan dan ada juga yang tertarik dengan karya anak di Lapas Klas II B Klaten, sehingga membuat pengunjung ingin bekerja sama, memesan sablon karya anak di Lapas Klas II B Klaten.

 10710861_966623680017881_8138742364587331877_n

Hari Ketiga: All About Sahabat Kapas

Berbeda dengan hari- hari sebelumnya yang masih relatif sepi, lapak Sahabat Kapas mulai banyak dikunjungi oleh para pendatang pameran pada hari ketiga. Sudah siap sejak pukul 09.00 WIB, para relawan yang baru datang dari Solo menggantikan shift relawan yang telah berjaga pada hari pertama dan kedua. Pada hari itu banyak mahasiswa Jogja yang sedang mengerjakan tugas lapangan dan meliput Sahabat Kapas. Ketertarikan mereka berawal dari isu yang diusung Sahabat Kapas yang memang belum familiar bagi mereka. Beberapa mahasiswa dari UAD dan UNY mewawancarai relawan dan juga Direktur Sahabat Kapas, Dian Sasmita, terkait dengan sepak terjang Sahabat Kapas.

Dengan logo “I am Different, Not Dangerous”, seorang wakil dari change.org Indonesia pun tergelitik mampir di stand Sahabat Kapas. Dari pembicaraan yang terjadi, muncullah beberapa ide kerjasama ke depan yang mungkin bisa dilakukan oleh kedua pihak. Selain itu pengunjung dari berbagai kota seperti Wonogiri, Jakarta, hingga Lampung pun mampir dan berbincang-bincang dengan para relawan. Banyak di antara mereka yang memborong produk #OnJail sebagai wujud kepedulian mereka terhadap isu anak.

 10157361_966623533351229_2804349484580754690_n

Hari Keempat: Mengubah Paradigma Lewat Lensa Kamera

Di hari keempat, relawan Sahabat Kapas tidak membuka stand produk #OnJail karena seluruh kru berpartisipasi dalam acara pemutaran film. Acara yang masih merupakan rangkaian event Jagongan Media Rakyat ini menampilkan beberapa film hasil karya komunitas. Film “Cabe, Harga Sebuah Kebebasan” karya anak di Lapas Klas II B Klaten berkesempatan untuk diputar dan terbuka untuk diapresiasi oleh penonton dan pengunjung JMR. Film ini memang menjadi salah satu media untuk menyampaikan pesan anak di dalam lapas kepada publik luas. Dalam film berdurasi 15 menit ini, penonton diajak untuk melihat lebih dekat kehidupan anak di dalam lapas dari sudut pandang yang berbeda. Film ini memotret ide tentang bagaimana hal-hal kecil yang sangat sepele untuk orang lain di luar sana dapat menjadi hal berharga yang membuat mereka bahagia.

Pasca pemutaran film, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Penonton melemparkan beberapa pertanyaan seperti apa saja kegiatan Sahabat Kapas untuk anak di dalam lapas, tujuan pembuatan film, serta alasan Sahabat Kapas menyerukan pesan “Stop Penjarakan Anak”. Pertanyaan terakhir tersebut merupakan pernyataan yang sudah sering dilontarkan dan menjadi perntanyaan yang lazim disampaikan oleh masyarakat awam.

Banyak dari masyarakat yang berpendapat bahwa penjara adalah tempat dimana anak yang telah terbukti bersalah harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tidak banyak yang mau melihat dari perspektif yang berbeda. Pada kenyataannya penjara/lapas/rutan bukanlah jawaban atas permasalahn tersebut. Lapas/rutan mengungkung fisik anak, membuat mereka putus asa dan bahkan mungkin menyimpan dendam. Tidak banyak yang tahu bahwa minimnya pembinaan terhadap anak yang berada di dalam lapas/rutan membuat anak kehilangan kesempatan untuk bisa memperbaiki diri. Hal substansial yang mereka butuhkan adalah bimbingan dan pendampingan agar mereka bisa berproses dan menyadari bahwa mereka telah melakukan kesalahan, mampu memahami dan memikul tanggung jawab serta pada akhirnya tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.

Dalam sesi tanya jawab tersebut, para relawan Sahabat Kapas juga menyampaikan sedikit informasi tentang ‘Diversi’ dan apa yang bisa dilakukan oleh para pengunjung yang hadir jika dihadapkan dengan kasus anak. Sebagai anggota masyarakat, merekka diharapkan mampu untuk bersikap tanggap dan bijaksana dengan mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak.

Keikutsertaan Sahabat Kapas selama empat hari dalam Jagong Media Rakyat di Jogjakarta memberikan banyak teman, pelajaran dan pengalaman baru. Dengan pengalaman dan dukungan dari masyarakat luas, Sahabat Kapas semakin bersemangat untuk selalu mendampingi anak- anak untuk mengejar masa depan mereka yang lebih cerah.

Ditulis oleh Evi Baiturohmah, Febri Mahfud E., Bungsu Ratih P. R. dan Febi Dwi S. (Relawan Sahabat Kapas)

Foto diambil dari facebook Sahabat Kapas : Solidaritas Kapas

Nonton Bareng dan Diskusi bersama FA Punggawan dan Kelompok 13 KKN UNS

Diskusi Film
Diskusi Film

Satu minggu lalu, tepatnya hari Minggu, 10 Agustus 2014, Sahabat Kapas dan Forum Anak Punggawan bersama Kelompok 13 KKN UNS mengadakan kegiatan nonton bareng dan diskusi. Kegiatan ini bertempat di Aula SMK Marsudirini Punggawan Solo.

Pukul 16.00 WIB, kegiatan yang diselenggarakan untuk menyambut Hari Remaja Internasional yang diperingati setiap tanggal 12 Agustus ini dimulai. Suasana Aula SMK Marsudirini ramai oleh anak-anak dari Forum Anak Punggawan yang menamai diri mereka Pandawa, beberapa tokoh masyarakat di wilayah Kelurahan Punggawan, relawan Sahabat Kapas, dan kakak-kakak dari Kelompok 13 KKN UNS.

Acara dimulai dengan beberapa sambutan dan permainan yang bertujuan agar seluruh peserta bersemangat mengikuti rangkaian kegiatan sore itu. Tidak ada lagi peserta yang jaim dan malu-malu ketika Mas Febri dan Mbak Bungsu, relawan Sahabat Kapas, mengajak mereka bernyanyi dan menggerakkan badan.

Film berjudul “Luput, Mat!” dan “Buku untuk Sahabat” yang diputar sore itu berhasil menarik perhatian seluruh peserta. Tawa dan celetukan komentar tentang film tersebut terdengar selama film diputar. Dua film tersebut diambil dari Kompilasi Film Jalan Remaja dari Komunitas Kampung Halaman.

Diskusi Film 1

Selesai nonton film, peserta diajak berdiskusi tentang film tersebut. Dari diskusi yang berlangsung, semakin jelas bahwa peserta memperhatikan cerita dari kedua film yang diputar dan mampu mengaitkannya dengan lingkungan mereka sehari-hari.

Peserta dibagi jadi 4 kelompok dan dinamai sesuai dengan Hak Anak, yaitu Hak Hidup, Tumbuh kembang, Perlindungan dan Partisipasi. Lalu, masing-masing kelompok diberi tugas untuk membuat yel-yel untuk menunjukkan kekompakan dan kreativitas mereka. Waktu dua menit yang diberikan untuk membuat yel-yel memaksa masing-masing anggota kelompok untuk kreatif. Hasilnya, yel-yel unik dari tiap kelompok membuat suasana semakin seru.

Selanjutnya, masing-masing kelompok diminta untuk mendiskusikan masalah yang ada di lingkungan sekitar peserta. Dari diskusi ini, terungkap beberapa masalah di lingkungan sekitar anak terkait Hak Hidup, Tumbuh kembang, Perlindungan dan Partisipasi. Masalah tersebut adalah tentang masih minimnya pemberian ASI yang merupakan hak bayi (Hak Hidup), rokok & miras yang telah menjadi hal wajar di kalangan anak-anak dan nongkrong di jam belajar (Tumbuh Kembang), bullying di lingkungan rumah dan sekolah (Perlindungan), serta masih minimnya partisipasi anak dalam pemilihan jurusan sekolah atau kuliah (Partisipasi).

Luar biasa, peserta yang berusia sekitar 10 – 18 tahun sudah mampu menemukan masalah di lingkungan sekitarnya. Bahkan, tidak hanya menemukan masalah. Mereka juga mampu mengungkapkan penyebab dari masalah tersebut dan menemukan solusi yang mungkin diambil. Proud of them!

Ternyata, dari kegiatan sederhana, kita bisa mendapatkan banyak informasi dari anak mengenai permasalahan mereka, ya. Kita jadi bisa mendengar dan akhirnya memahami permasalahan mereka. Serunya, kita juga bisa mendiskusikannya untuk bersama-sama mencari solusi atas masalah mereka. Kalau kegiatan dalam format diskusi berkelompok seperti ini masih terkesan terlalu sulit untuk dilakukan, kita bisa kok mengajak anak untuk ngobrol santai saat makan bersama atau nonton TV, misalnya. Selipkan pertanyaan-pertanyaan tentang keseharian mereka di sekolah, apa saja kegiatan yang mereka lakukan bersama teman-teman mereka, dsb. Jadi, untuk para orang tua dan orang dewasa, yuk jaga komunikasi efektif dengan anak agar kita semakin memahami permasalahan anak.

 

Ditulis oleh Febi (Relawan Sahabat Kapas)

Behind The Scene : Cabe, Harga Sebuah Kebebasan

Juli adalah bulan istimewa untuk anak di Indonesia. Tak terkecuali #AnakdiLapas.
Mereka punya karya yg hendak di bagikan ke masyarakat luas.
FILM.

Cerita ini berasal dari aktifitas keseharian mereka, dibuat oleh mereka sendiri, dan ditujukan untuk anak-anak Indonesia.
Menarik.
Pesan nan sederhana dari balik tembok penjara tentang arti kebahagiaan.
Tayangan ini hanya cuplikan dari film CABE.

Nantikan film utuhnya ya…
Selamat Hari Anak Nasional