Temu Kangen Pendamping dan Anak LPKA Kutoarjo

Enam bulan sudah pendamping Sahabat Kapas absen ‘main’ dengan anak-anak di LPKA Kutoarjo. Pasalnya, gelombang kedua pandemi Covid-19 yang melanda tanah air di bulan Juni berdampak pada kami. Satu per satu tim pendamping Sahabat Kapas mulai terinfeksi. Hal yang sama  juga tidak luput dialami oleh beberapa rekan dari petugas LPKA Kutoarjo dan anak-anak di sana. Peristiwa tersebut menjadi pukulan berat bagi semua masyarakat, khususnya bagi pendamping Sahabat Kapas. Terlebih beberapa kota dan kabupaten di Jawa Tengah berada pada level 4 Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Pembatasan tersebut membuat mobilisasi masyarakat lebih diperketat dari biasanya. Akibatnya, perjalanan yang ditempuh tim Sahabat Kapas dari Solo ke Kutoarjo menjadi terhambat dan tidak memungkinkan untuk bepergian jarak jauh. Oleh karena itu, kegiatan yang tim Sahabat Kapas berikan pada anak-anak di LPKA Kutoarjo dilakukan secara daring.

Setelah mengalami pembatasan kegiatan, akhirnya situasi mulai membaik dan PPKM diturunkan ke level dua. Hal ini tentu menjadi angin segar bagi tim Sahabat Kapas. Pada 26 Oktober 2021 kami akhirnya berkesempatan untuk berkunjung kembali ke LPKA Kutoarjo dan melakukan kegiatan secara langsung dengan anak-anak. Antusias anak-anak masih sangat tinggi. Kerinduan kami terbayar tuntas ketika memasuki aula LPKA Kutoarjo yang menjadi tempat favorit kami dalam berkegiatan. Terlihat anak-anak berbaris dan antre untuk masuk sembari kami bagikan masker dan handsanitiser. Rutinitas itu merupakan hal baru yang kami alami selama pandemi ini.

Bulan Bahasa, Bulan Oktober

Memasuki bulan Oktober, dimana pada bulan ini sering disebut sebagai bulan bahasa menjadi momentum bagi kami untuk mengembangkan kegiatan berbasis sastra dan bahasa. Selama enam tahun terakhir Sahabat Kapas masuk ke LPKA Kutoarjo, kami menyediakan buku-buku bacaan melalui program “Buku Muter” untuk sekadar menjadi pilihan refreshing bagi anak-anak dalam membunuh kebosanan. Setiap awal kegiatan anak-anak selalu diajak untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan pada hari itu. Cek emosi sangat penting untuk mengenali perasaan mereka sendiri karena sering kali para remaja, khususnya remaja laki-laki jarang ada yang mau mengungkapkan perasaannya.

Keceriaan anak-anak semakin meningkat saat pendamping mengajak mereka bermain puzzle cerita. Pendamping telah menyiapkan empat cerita yang terdiri dari sepuluh kalimat acak. Anak-anak diminta unutk berkelompok lalu mengurutkan ulang sesuai alur yang pendamping buat. Terlihat mereka berpikir keras dan berulang kali mengubah urutan. Suara dan tawa mereka pecah memenuhi ruang aula saat mengetahui alur yang mereka buat masih berbeda dari alur yang seharusnya.

Kegiatan selanjutnya adalah meminta anak-anak untuk menuangkan isi hati mereka terhadap perempuan yang sangat berarti dalam hidup mereka. Seketika, energi yang membuncah sisa bermain puzzle cerita tadi seperti diredam dengan selembar kertas kosong dan sebuah pena. Sebuah surat yang harusnya berisi jeritan batin tidak bisa tersampaikan sebab hubungan yang terlampau jauh dan rasa malu yang tinggi. Hening menyelimuti aula, tidak terdengar suara dari mereka, hanya lantunan musik yang mengiringi untuk memecah kesunyian yang dingin.

Akhirnya, kami berada pada sesi pengujung kegiatan. Segala keseruan hari itu ditutup dengan game “Satu Kata” yang dimainkan oleh 25 anak-anak yang terbagi dalam dua kelompok. Battle kedua kelompok tersebut sangat sengit dengan skor tipis 3:4. Meskipun demikian, anak-anak sangat puas dapat memberikan clue hanya dengan satu kata untuk menebak jawaban yang menjadi pertanyaan. Permainan ini bukan hanya melatih kemampuan berbahasa anak-anak melainkan sebagai sarana berlatih untuk berpikir kritis dan cepat.

Dunia Rahasia Milik Arrietty: Merawat Imajinasi Anak

Ada banyak cara untuk melepaskan emosi negatif di tengah dunia yang terasa makin penat dari hari ke hari. Mulai dari berkebun, membaca buku, hingga menonton film, bisa menjadi aktivitas untuk melepaskan penat yang sesekali menghampiri. Yang terakhir disebut coba saya lakukan beberapa waktu lalu: menikmati film animasi garapan Studio Ghibli. 

The Secret World of Arrietty lahir dari dapur Studio Ghibli yang diadaptasi dari novel The Borrowers karya Mary Norton. Seorang teman merekomendasikan film ini kepada saya dengan jaminan visual yang menyegarkan dan cerita yang menyenangkan. Dari situlah, saya tertarik untuk membuktikannya. 

Gambaran Persahabatan Tulus 

Film The Secret World of Arrietty disutradarai oleh Hiromasama Yonebayashi dan diproduksi oleh Toshio Suzuki. Lebih dari 11 tahun berlalu setelah film ini pertama kali diluncurkan, tepatnya pada 17 Juli 2010. The Secret World of Arrietty sebenarnya memiliki premis yang sederhana, yaitu tentang persahabatan tulus antara Arrietty dan Sho yang memiliki lingkungan berbeda. Yup, Arriety adalah peminjam (borrower) yang tinggal bersama ayah dan ibunya di bawah lantai rumah yang ditinggali oleh Sho. Sementara itu, Sho adalah remaja lelaki yang sedang menghabiskan waktu sejenak di rumah bibinya tersebut. 

Premis yang sederhana tidak membuat film ini terasa membosankan. Justru, kesederhanaan tersebut membuat film ini bisa dinikmati oleh semua kalangan, termasuk anak-anak.  Kisah persahabatan antara Arrietty dan Sho menggambarkan dengan indah rasa saling percaya dan kepedulian satu sama lain dalam memperjuangkan hidup mereka. Karakter dalam film ini juga beragam dan sangat jelas, sehingga anak mudah sekali untuk memahami peran setiap karakternya.

Visual yang Memanjakan Mata

Kabarnya, film berdurasi 95 menit ini menggunakan teknologi nanoscience. Hal ini dapat terlihat pada beberapa adegan di dalam film. Permainan warna yang lembut dan pas, membuat visual penonton seperti dimanjakan. Pemilihan musik latar pada Arrietty ini juga beragam dan sangat mendukung adegan, jenis musik yang dipilih pun dapat membuat penontonnya seperti merasakan kedamaian.

Tidak hanya rasa bahagia dan polos yang ditawarkan, film ini juga memberikan warna tegang, sedih, dan haru. Emosi yang dimunculkan bisa dilihat dalam beberapa adegan dalam film itu sendiri. Lalu apakah yang membuat imajinasi anak bisa berkembang? 

Dalam film ini digambarkan dua manusia yang memiliki ukuran tubuh yang berbeda, mereka berada dalam satu lingkungan namun memiliki cara adaptasi yang berbeda. Arrietty memiliki ukuran tubuh yang jauh lebih kecil dibanding Sho. Hidup peminjam ini biasanya berada di bawah rumah yang dipinjam, barang yang dipakai pun juga merupakan sebagian kecil atau potongan kecil milik yang dipinjam. Ini yang menjadi menarik, karena fungsi benda di dunia Arrietty dan dunia Sho sangat berbeda, meskipun dalam satu benda yang sama. Hal ini tentu saja dapat mendorong daya imajinasi anak saat menontonnya.

Penasaran, kan? Selamat menonton film ini bersama keluarga di rumah!

Kunci Menjadikan Anak Cerdas dan Percaya Diri

Kunci Menjadikan Anak Cerdas dan Percaya Diri

Oleh Kelvin Rivalna Akbar*

Setiap anak dilahirkan dengan rasa keingintahuan yang tinggi. Rasa ingin tahu tersebut yang mendorong anak untuk belajar dan mengeksplorasi hal-hal di sekitarnya. Sayangnya, banyak orang tua yang kewalahan ketika menghadapi rasa ingin tahu anaknya. Bahkan, tak jarang orang tua sebal dan menyuruh anaknya untuk tidak banyak bertanya macam-macam. Respons orang tua yang demikian akan memunculkan rasa takut dan rasa tidak percaya diri pada anak. Acapkali orang tua enggan menjawab rasa penasaran anak sehingga rasa ingin tahunya terpatahkan. Hal ini akan memunculkan rasa takut dan kurang percaya diri untuk bertanya lagi.

Berikan Perhatian

Respons yang tidak menyenangkan membuat harapan orang tua agar anak belajar dan menjadi pintar secara tidak langsung terpatahkan oleh mereka sendiri. Terkadang orang tua merasa terlalu lelah setelah bekerja dan memilih istirahat dengan bermain smartphone daripada bermain dengan anak-anak. Anak kenyang merupakan indikator orang tua bahwa dia sudah menyelesaikan tanggung jawabnya. Padahal, seharusnya ketika orang tua pulang yang dilakukan adalah mencium sang anak dan menyapanya dengan memberi penghargaan.

Ajak Anak Bermain

Mengajak anak bermain merupakan salah satu fasilitas untuk berkembangnya pikiran anak. Kerena ilmuwan mengatakan bahwa bermain adalah belajar untuk anak. Dengan bermain, secara tidak langsung anak belajar apalagi bermain dengan orang tua. Orang tua akan lebih tahu mengenai anaknya dan menumbuhkan kelekatan dengan sang anak. Ketika anak bertanya, orang tua harus berusaha untuk memberikan penjelasan terbaik untuk anaknya. Penjelasan sebaiknya sesuai porsi anak-anak. Misal anak bertanya “kenapa kalau malam gelap” jawab saja “karena matahari sedang tidur, jadi digantikan dengan bulan yang tidak memiliki cahaya”.

Berikan Pujian dan Penghargaan

Memberikan pujian kepada anak atas usahanya juga dapat secara tidak langsung mengangkat harga diri anak. Sehingga anak akan tumbuh menjadi anak yang percaya diri. Penghargaan yang dimaksud tidak dengan membelikan sepatu atau sesuatu yang berbentuk fisik. Cukup katakan kepada anak “Wah hebat, keren, kece, pintar, rajin, dst” akan meningkatkan kepercayaan diri sang anak sehingga anak berkembang menjadi anak yang positif. Katakan hal baik ketika anak melakukan hal baik dapat meningkatkan perilaku baik juga. Karena perubahan yang baik dan disertai pujian yang baik maka perilaku yang baik itu akan meningkat.

Lindungi Anak dengan Optimalisasi Fungsi Keluarga

Oleh Uthie Awamiroh*

Anak-anak dan balita yang sudah dapat mengoperasikan gawai sendiri menjadi pemandangan yang lumrah di masa sekarang. Hal ini tentu tidak terlepas dari perilaku orang-orang terdekat anak, misalnya para orang tua yang membiarkan anak-anak dengan bebas memainkan gawai tanpa pengawasan. Pembiaran ini bisa dikatakan sebagai dukungan tidak langsung yang sebenarnya sangat disayangkan. Anak-anak yang sedari dini sibuk dengan gawai bisa mengalami berbagai dampak buruk yang dapat mempengaruhi tumbuh kembangnya. Selain itu, anak-anak yang semestinya menikmati masa-masa bermain dan bereksplorasi di lingkungan sekitar, cenderung memilih berdiam diri di rumah dengan telepon pintar di tangan. Hal ini mengakibatkan proses sosialisasi anak terhadap lingkungan menjadi tidak maksimal.

Remaja bersosialisasi di Car Free Day Solo

Akses gawai yang mudah dan tanpa pengawasan mendukung adanya kebebasan anak dalam mengakses internet. Padahal, hal tersebut bisa berdampak negatif bagi anak-anak, terutama pada anak dalam keluarga yang mengalami disfungsi. Data yang dihimpun Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan sepanjang tahun 2017 terdapat 514 laporan kasus pornografi dan cybercrime yang masuk ke KPAI (netralnews.com). Ini tentu saja menjadi perhatian kita semua sebagai sebuah sistem sosial. Continue reading “Lindungi Anak dengan Optimalisasi Fungsi Keluarga”

Perjalanan Hari Ini

Deru mesin lokomotif dan peluit penjaga stasiun mulai terdengar di Stasiun Kutoarjo. Panasnya terik matahari di kota yang baru sekali kukunjungi ini terasa menembus sampai ke dalam tulang. Pikiranku siang ini melayang entah kemana, hal yang aku alami pagi ini benar-benar di luar batas logikaku.

Terdengar kembali panggilan untuk penumpang tujuan Solo untuk segera bersiap di jalur satu. Aku bergegas mendekati kereta yang sudah butut namun ditunggu banyak orang ini. Keadaan kereta yang masih kosong membuatku leluasa untuk memilih tempat duduk di pojok dekat toilet.

Perlahan kereta mulai meninggalkan Stasiun Kutoarjo, kembali pikiranku melayang ke kejadian yang aku alami. Pengalaman pertama pendampingan di sebuah tempat bernama Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kutoarjo. Kegiatan yang belum pernah aku lakukan sebelumnya. Sungguh tak pernah kubayangkan, hari ini aku masuk dan mendengar banyak cerita dari mereka.

Siapa mereka? Mereka adalah teman-teman baruku yang menjadikanku seakan gila hari ini. Mereka adalah anak-anak yang tinggal di LPKA Kutoarjo. Mereka telah sukses membuatku kagum, sehingga kekaguman itu membuatku menjadi seperti orang gila yang terus memikirkan kegiatan tadi. Mereka tak segan bermain dengan penuh keceriaan tanpa ada batas denganku, orang baru yang pastilah asing bagi mereka.

Tak terasa perjalananku sudah memasuki kota kesenian Yogyakarta, terdengar pengumuman bahwa kereta telah sampai di Stasiun Tugu. Bertambahnya penumpang membuat lamunanku dipaksa buyar seketika.

Ketika kereta melewati perlintasan dan membunyikan klakson, tiba-tiba aku teringat pada salah satu anak di LPKA Kutoarjo yang menitipkan kertas kepadaku. Penasaran, kubuka satu lembar kertas yang dilipat dengan rumit. Seperti sengaja agar tidak sembarang orang bisa membukanya. Seperti disambar petir di siang hari, aku membaca beberapa larik puisi di sana.

“Maafkan Aku”

Tuhan, maafkan aku yang tak pernah menjalankan kewajibanku

Ayah dan Ibu, maafkan aku yang tak pernah mendengarkan perkataanmu

Semua ini terjadi karena kesalahanku

Maafkan aku.

Aku mengulang beberapa kali membaca puisi sederhana yang sangat mengena itu, hingga air mataku benar-benar menetes. Aku menangis karena aku menginggat benar ceritanya. Teman baruku ini sangat merindukan ayah ibunya. Ayahnya telah lama pergi. Hanya ada ibunya yang tinggal seorang diri di rumah. Di sebuah kota dengan jarak ratusan kilometer dari Kutoarjo.

Membaca puisi ini aku jadi merasakan apa yang dirasakannya di LPKA. Membaca puisi ini aku teringat banyaknya kesalahanku kepada orang tuaku dan Tuhan. Mungkin lewat teman baruku ini Tuhan memberikan banyak teguran untukku.

“Kereta jurusan Solo akan segera berangkat”

Wah, ternyata sudah hampir meninggalkan Klaten. Aku kembali tersadar. Tak berhenti merasa bersyukur atas pengalaman hari ini. Semoga ada lain waktu untukku bertemu mereka lagi. Anak-anak remaja yang tengah berjuang menghadapi konsekuensi perbuatannya.

Ditulis oleh Haidar Fikri (Relawan Sahabat Kapas).

Anak, Si Peniru Ulung

“Ketika kita berbohong di depan anak, maka kita telah mengajarkan kepada anak kita untuk menjadi pembohong. Ketika kita marah di depan anak, maka telah kita ajari anak kita untuk jadi pemarah.”

Kalimat itu sering saya dengar dari Pak Hadi Utomo, salah satu pejuang hak anak Indonesia, dalam berbagai acara bertema perlindungan anak. Kalimat Pak Hadi tersebut, secara jelas tergambar dalam sebuah video karya National Association for Prevention of Child Abuse and Neglect (NAPCAN) dan menjadi viral di Indonesia beberapa waktu lalu. Video berjudul Children see, children do tersebut menjadi teguran bagi orang dewasa di sekitar anak, orang tua khususnya, untuk bisa lebih bijaksana dalam berperilaku dan memilih kata-kata mereka di depan anak.

Anak meniru apa yang mereka lihat. Bobo doll experiment[1] yang dilakukan oleh Albert Bandura menunjukkan hal tersebut. Eksperimen yang dilakukan pada tahun 1961 dan 1965 tersebut menjadi bukti bahwa anak yang melihat orang dewasa melakukan perilaku agresif akan meniru perilaku agresif tersebut.

Mengobservasi, meniru/mengimitasi dan menjadikan orang dewasa di sekitar menjadi contoh/panutan adalah cara anak belajar tentang berbagai hal. Termasuk belajar berperilaku dan bersikap. Anak cenderung menjadikan orang yang mengasuhnya, idealnya orang tua, sebagai model/panutan. Oleh sebab itu, pola asuh yang diterapkan oleh orang tua menjadi hal yang mempengaruhi pembentukan kepribadian anak.

Pola asuh adalah sikap dan cara orang tua dalam mempersiapkan anggota keluarga yang lebih muda termasuk anak agar dapat mengambil keputusan dan bertindak  sendiri, sehingga mengalami perubahan dari keadaan bergantung kepada orang tua menjadi berdiri dan bertanggung jawab sendiri.[2]

Tiga tipe pola asuh yang paling sering dibahas adalah pola asuh permisif, otoriter dan demokratis. Pola asuh permisif terlihat dari longgarnya aturan dan tidak adanya tuntutan dari orang tua terhadap anak. Tidak ada kedisiplinan dalam pola asuh ini. Orang tua cenderung menuruti kemauan anak. Orang tua dengan pola asuh ini akan menghasilkan anak yang cenderung impulsif, agresif dan tidak memiliki kontrol diri.

Sebaliknya, pola asuh otoriter adalah pola asuh dimana orang tua menerapkan aturan yang ketat disertai ancaman dan hukuman. Selain itu, orang tua dengan pola asuh otoriter menerapkan tuntutan yang tinggi terhadap anak. Anak menjadi menarik diri, takut dan tidak memiliki tujuan ketika tumbuh dan berkembang dengan pola asuh ini.

Pola asuh demokratis dipandang sebagai pola asuh yang paling ideal. Orang tua menerapkan aturan dan menentukan tuntutan yang sesuai dengan situasi dan kondisi anak. Pola asuh ini akan menghasilkan anak yang memiliki kepercayaan diri dan kontrol diri, bersahabat dengan lingkungan dan bahagia.

Sumber: https://www.goodreads.com/book/show/28916420-parenthink

Indonesia sebenarnya memiliki pola asuh yang lebih sesuai untuk diterapkan oleh warganya. Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional Republik Indonesia, telah merumuskan semboyan yang selama ini digunakan dalam pendidikan di Indonesia : “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”. Ternyata, semboyan ini cocok untuk diterapkan dalam pola asuh orang tua terhadap anak. Pengetahuan mengenai pola asuh ala Indonesia ini baru saya ketahui setelah membaca buku ParenThink karya Mona Ratuliu.[3]

Pada fase awal kehidupan anak, yaitu 0-5 tahun, orang tua berperan sebagai figur yang selalu diamati, diobservasi dan ditiru oleh anak. Orang tua diharapkan mampu menjadi contoh bagi anak. Apapun yang dilakukan oleh orang tua, baik atau buruk, akan ditiru oleh anak. Orang tua yang menunjukkan kasih sayang satu sama lain akan membuat anak mampu meniru ekspresi kasih sayang tersebut. Begitu pula ketika orang tua melakukukan kekerasan, seperti membanting barang misalnya. Maka jangan heran jika anak tidak segan membanting mainan-mainannya. Orang tua yang menginginkan anaknya menjadi anak yang jujur, sopan dan taat beragama, harus mencontohkan hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua harus Ing Ngarso Sung Tuladha, di depan menjadi contoh.

Ing Madya Mangun Karsa, di tengah memberi semangat. Ketika anak berusia 6-12 tahun, anak sedang senang berinteraksi dengan orang lain. Anak menjadi lebih senang berteman. Teman adalah sosok yang dipersepsikan anak sebagai orang menyenangkan dan mampu mengerti. Sehingga tidak jarang, anak lebih memilih temannya untuk berbagi cerita daripada orang tua. Di sini lah peran orang tua sebagai sosok yang menyenangkan dan mengerti anak diperlukan. Orang tua diharapkan menjadi si pemberi semangat untuk anak. Sehingga anak akan datang kepada orang tua ketika dia membutuhkan teman bercerita dan nasihat bagi permasalahannya.

Terakhir, di usia 12 tahun ke atas, orang tua diharapkan menjadi sosok yang mampu mendukung kemandirian anak. Tut Wuri Handayani, di belakang memberi dorongan. Ketika anak telah mendapatkan contoh yang baik dan sosok menyenangkan yang selalu memberikan semangat, anak membutuhkan dorongan untuk dapat menjadi pribadi yang mantap dalam menjalani tantangan dari dunia luar. Mona Ratuliu menggambarkan orang tua sebagai kamus dalam fase usia anak 12 tahun ke atas. “Persis seperti kamus, yang diam saja disimpan di rak buku saat tidak digunakan dan selalu siap memberikan informasi saat diminta.” (Hal. 72) Karena anak biasanya telah memiliki kewenangan atas diri dan lingkungannya sendiri pada usia ini.

Setiap keluarga akan memiliki pola asuhnya sendiri. Pola asuh menjadi hal yang sangat personal dan khas bagi masing-masing keluarga. Tidak semua keluarga cocok menerapkan satu pola asuh. Orang tua dituntut untuk bisa memilih dan menerapkan pola asuh yang paling sesuai dengan kondisi anak.

Saya kembali mengingat satu-persatu cerita anak di Lapas/Rutan/LPKA. Pola asuh yang kurang tepat menjadi hal yang sering saya dengar: Orang tua yang terlalu sibuk mencari uang sehingga mengabaikan kebutuhan anak akan sosok yang menyenangkan dan mampu memahami anak. Kekerasan sebagai bentuk perilaku yang dipilih untuk mendisiplinkan anak. Pembiaran atau justru pembelaan ketika anak melakukan kesalahan. Ternyata, pola asuh yang kurang tepat, jika tidak bisa dikatakan salah, ikut mengantarkan anak-anak tersebut ke Lapas/Rutan/LPKA.

Ditulis oleh Febi Dwi S. (Relawan Sahabat Kapas).

Referensi:

[1] Bobo Doll Experiment, http://www.simplypsychology.org/bobo-doll.html, diakses 29 September 2016, jam 22.00.

[2] Ny.  Y.  Singgih D. Gunarsa dan Gunarsa, Singgih  D, Psikologi Remaja, Gunung Mulia, Jakarta, 2007, cet. 16, hlm. 109.

[3] Mona Ratuliu, ParenThink, Noura Books, Jakarta Selatan, 2015, cet. 2, hlm.57.

Touch and Talk sebagai Peredam Stressor Akibat Perundungan

Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini rentan dengan keadaan stres. Tekanan bertubi-tubi baik fisik dan psikologis yang dialami oleh remaja paling banyak datang dari lingkungan pergaulan, tekanan tugas sekolah dan tekanan peran sosial yang berubah. Bahkan pengalaman dirundung menyebabkan stres lebih cepat menyerang. Individu yang mengalami stres tak jarang menginginkan solusi yang paling ampuh dalam mengatasi gangguan stres.

Tren masalah yang dihadapi anak-anak adalah perundungan. Kasus perundungan (bullying) sendiri tahun 2017 ini meningkat. Hasil data survei kasus perundungan menunjukkan sebanyak 84%  anak usia 12 sampai 17 tahun pernah menjadi korban perundungan [1]. Seorang anak yang pernah menjadi korban perundungan pasti merasakan stres bahkan depresi, seperti kasus pertengahan Juli 2017 lalu di Thamrin City, Jakarta.

Definisi dari perundungan itu sendiri adalah penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain [2]. Perilaku ini dapat menjadi suatu kebiasaan dan melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan sosial atau fisik. Hal ini dapat mencakup pelecehan secara lisan atau ancaman, kekerasan fisik atau paksaan dan dapat diarahkan berulang kali terhadap korban tertentu, mungkin atas dasar rasagamagenderseksualitas atau kemampuan. Tindakan perundungan terdiri atas empat jenis, yaitu secara emosional, fisik, verbal, dan cyber.

Perundungan membuat kita, para orang dewasa, merasa was-was jika salah satu anak kita, ataupun adik dan saudara kita menjadi korban. Sebagai orang dewasa yang mengerti kita dapat membantu para korban dengan melakukan hal sepele. Seperti menyentuh (touch) dan ajak berbicara (talk) anak yang pernah menjadi korban. Touch and talk tidak hanya baik bagi anak yang menjadi korban perundungan, namun juga bagi penyelesaian masalah yang dihadapi anak yang membuatnya stres ataupun depresi.

Terapi touch and talk dapat dilakukan oleh orang terdekat anak, baik orang tua maupun keluarga lainnya. Tujuannya membuat kegelisahan anak mereda dan memberi dampak positif pada anak yang mempunyai gangguan perilaku. Hal tersebut didukung oleh penelitian Kemper dan Kelly pada tahun 2004 yang menyatakan perasaan nyaman akibat sentuhan juga akan merangsang tubuh untuk mengeluarkan hormon endorphin [3]. Peningkatan endorphin dapat mempengaruhi suasana hati dan dapat menurunkan kecemasan seseorang, hormon ini menyebabkan otot menjadi rileks dan tenang. Jika stressor kecemasan yang dialami anak dapat diatasi maka kecemasan yang dialami anak dapat menurun (Haruyama, 2011) [4].

Kemampuan kognitif anak terutama remaja masih dalam proses berkembang. Sehingga ketika stressor datang menyerang, para remaja cenderungmencari solusi dari orang terdekat. Nah, kita sebagai orang dewasa diharapkan dapat menempati posisi tersebut, sebagai orang terdekat mereka. Berikanlah kasih sayang dan perhatian tulus lewat komunikasi. Ajak mereka bicara mengenai apa yang dirasakan, apa saja yang telah dikerjakan sehingga membuat hari-hari mereka begitu menyenangkan atau menyedihkan. Sentuhlah mereka dengan lembut dan penuh cinta, maka para remaja iniakan lupa dengan masalah yang sedang mereka hadapi karena sudah terfokuskan akan kasih sayang yang mereka dapatkan.

 

Ditulis oleh Euis Ulfa Z. (Relawan Sahabat Kapas).

Foto diambil dari facebook Solidaritas Kapas.

Sumber:

[1] http://www.viva.co.id/berita/nasional/938446-kasus-bullying-anak-meningkat-pada-2017

[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Penindasan

[3] Kemper, Kathi J., & Kelly, Erica A. (2004). Treating Children With Therapeutic and Healing Touch. Pediatric Annals. 33, 4. Pg. 248.

[4] Haruyama, S. (2011). The Miracle of Endorphin. Bandung: Qanita.

Outbond Kita: Bersama dan Berbahagia

Menaklukan permainan dalam kegiatan outbond tidak pernah mudah. Beraktivitas dalam tim besar dengan mayoritas anak berusaha menyampaikan pendapat tentu menimbulkan frustasi tersendiri.

Selasa (23/5) lalu, Sahabat Kapas menggandeng HAMDA Consulting menggerakan lebih dari 60 anak di LPKA Kutoarjo untuk menikmati sensasi panas matahari sembari saling berlomba menaklukkan permainan dan berbagai tantangan yang super seru.

Dancing as a warming up!

Salah satu tantangan pendampingan anak di dalam Rutan/Lapas/LPKA adalah kedatangan dan kepergian anak yang cepat. Kondisi ini membuat interaksi sosial anak dengan sebayanya kurang optimal dan menyebabkan ikata antar anak kurang kuat. Padahal kedekatan anak dengan sebayanya sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikologi individu anak tersebut. Merespon situasi ini, Sahabat Kapas dengan dukungan LPKA Kutoarjomemberikan kegiatan yang merangsang komunikasi intrapersonal anak guna mendukung perkembangan anak agar tumbuh secara maksimal.

Kerjasama tim

Continue reading “Outbond Kita: Bersama dan Berbahagia”

Pengumuman Akhir Seleksi Relawan Sahabat Kapas 2017

Halo semuanya. Tidak terasa sebulan sudah Sahabat Kapas berinteraksi dengan peserta pendaftar relawan baru 2017 yang kece- kece. Setelah menjalani perkenalan dan diskusi seru bersama individu- individu yang mempunyai kepedulian tinggi terhadap anak, kami dengan bahagia mengumumkan tujuh (7) individu yang akan bergabung dengan keluarga besar Sahabat Kapas. Akan tetapi kami juga merasa sedih karena belum bisa menerima semua pendaftar yang luar biasa dikarenakan semua keterbatasan kami. Namun demikian, kami berharap kita masih bisa berkolaborasi di masa yang akan datang untuk anak Indonesia yang aman dan bahagia 🙂

Created using Visme. An easy-to-use Infographic Maker.

H-2 Batas Akhir Pendaftaran Relawan Baru Sahabat Kapas 2017

Salam hangat,

Terima kasih kami ucapkan kepada semua pendaftar relawan baru Sahabat Kapas 2017 yang sudah mengisi formulir. Kami sangat bersemangat melihat banyak sekali pemuda yang untuk berkontribusi kepada anak- anak, khususnya anak rentan dan anak berhadapan dengan hukum.

Kamu belum mendaftar?

Segera isi formulir dan kirimkan melalui format googledoc ini>> http://bit.ly/2miYM7f  yang sudah kami sediakan. Tinggal 2 hari lagi sebelum batas akhir pendaftaran dan kami tidak memperpanjang masa perekrutan.  Jangan lewatan kesempatan belajar banyak bersama tentang anak, pangasuhan, remaja, psikologi, hukum dan masih banyak lainnya.

Yuk! 😉