Sudah lebih dari 3 tahun saya berhenti menjadi relawan reguler Sahabat Kapas. Sebuah keputusan yang harus saya ambil karena diterima menjadi abdi negara dan ditempatkan di luar wilayah Soloraya. Empat tahun rutin berkegiatan bersama Sahabat Kapas ternyata membuat saya berubah dalam banyak hal. Sesuatu yang baru saya sadari belakangan.
Terbiasa duduk bersama, membicarakan banyak hal bersama tim Sahabat Kapas membuat saya selalu merindukan ruang diskusi di berbagai kesempatan. Kebiasaan kecil yang ternyata menjadi amat berharga karena tidak semua komunitas mampu memberi kesempatan bertukar pikiran.
Semangat Memberi dan Berbagi
Sahabat Kapas menjadi tempat saya belajar banyak hal. Saya yang dulu lebih memilih diam dan menyimpan gagasan liar untuk diri sendiri, berproses menjadi orang yang nyaman berbicara di depan umum. Saya yang selama seperempat abad nyaris tidak pernah terlibat kegiatan sosial, akhirnya sangat menikmati ketika mampu melakukan sesuatu untuk membantu orang lain, khususnya anak-anak dampingan Sahabat Kapas.
Semangat memberi dan berbagi yang ditumbuhkan Sahabat Kapas saya usahakan untuk terus ada di mana pun saya berada. Meskipun tidak lagi menjadi bagian inti Sahabat Kapas, saya beruntung memiliki kesempatan menjadi relawan khusus yang masih diberi kepercayaan bergerak untuk anak-anak di balik jeruji besi.
Melakukan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pendampingan, dan pengawasan terhadap anak-anak yang berkonflik dengan hukum menjadi bagian penting tugas pekerjaan saya saat ini. Bukan tanpa alasan, saya yang sebelumnya selalu menolak menjadi abdi negara akhirnya mau mencoba mengikuti seleksi untuk jabatan pembimbing kemasyarakatan. Jabatan yang tidak pernah saya tahu ada sebelum menjadi relawan Sahabat Kapas. Jabatan yang sedikit banyak ikut menentukan nasib anak-anak yang berkonflik dengan hukum.
Pemahaman bahwa penjara adalah pilihan terakhir bagi anak menjadi dasar untuk saya memberikan rekomendasi kepada anak-anak yang berkonflik dengan hukum. Pemahaman berharga yang saya dapat dari bergabung dengan Sahabat Kapas.
Sahabat Kapas telah menjadi referensi terbaik saya dalam melihat permasalahan anak yang berkonflik dengan hukum.
Tantangan yang Kami Temui
Dulu tidak hanya sekali saya dan beberapa teman di Sahabat Kapas meragukan pendampingan yang telah kami lakukan. Apakah kami telah melakukan hal yang benar? Kenapa masih saja belum ada perubahan dalam sikap dan perilaku anak dampingan? Tentu saja tidak semua pendampingan berhasil. Seringnya justru banyak kendala dan tantangan yang kami hadapi.
Ada anak yang kami harapkan mampu mencapai harapannya untuk kuliah ternyata menjadi korban penipuan karena masih bergaul dengan mantan warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang dikenalnya di lapas. Selain itu, ada anak yang masih saja belum mampu menghentikan kebiasaannya mengonsumsi minuman beralkohol padahal dukungan orang tua kami nilai sudah cukup untuk membuatnya memperbaiki perilaku. Ada pula anak yang harus merasakan penolakan masyarakat karena telah beberapa kali melakukan tindak pidana sehingga tidak mendapatkan hak integrasinya.
Berbagai kejadian yang kami hadapi akhirnya memaksa kami untuk terus berpikir dan mencari solusi, berjejaring, membangun komunikasi dengan berbagai pihak yang memiliki kewajiban maupun kepedulian terhadap nasib anak-anak dampingan kami.
Tidak jarang kami harus mengatur emosi ketika berhadapan dengan beberapa orang yang masih saja mengedepankan ego-sektoral. Mereka yang masih melihat siapa dan bukan apa informasi yang disampaikan. Namun, kami tidak pernah membiarkan mereka mengusik tujuan kami: mencari solusi terbaik bagi anak-anak dampingan dengan memberi sebanyak mungkin pilihan.
Judul Buku : Keajaiban Mendongeng Penulis Buku : Heru Kurniawan Tahun Terbit : 2013 Penerbit : Bhuana Ilmu Populer Tebal Buku : XVII + 144 halaman
Banyak dongeng yang kita dengarkan semasa kecil, terpatri rapi dalam ingatan hingga kita dewasa. Inilah cara ajaib dongeng untuk menyihir kita semua….
Kita mungkin sering berpikir bahwa dongeng hanya diperuntukkan bagi anak-anak. Nyatanya, setiap orang sejatinya adalah homo fabulans atau makhluk penyuka cerita. Manusia dilahirkan, dibesarkan, dan tumbuh dalam lautan beragam cerita. Kita pasti akan merasa senang dan terhibur dengan berbagai peristiwa imajinatif, seperti yang ada dalam dongeng. Tidak hanya mendengarkan, melalui dongeng kita dapat berimajinasi dan membangun dunia yang diceritakan dalam alam pikiran kita sendiri. Kita akan terdorong untuk mengolah dan menginterpretasikan dunia itu, kemudian menyimpannya dengan rapi dalam benak.
Buku Keajaiban Mendongeng karya Heru Kurniawan dibuka dengan cukup apik mengenai potensi yang dimiliki oleh seseorang pada masa kanak-kanak (antara usia 2-13 tahun). Potensi yang dimiliki tersebut akan membawa kita pada pemahaman berapa pentingnya masa kanak-kanak bagi kehidupan seseorang. Hal ini agar kita dapat mempersiapkan hal-hal yang bisa dilakukan guna meningkatkan potensi tersebut. Salah satu cara untuk meningkatkan potensi seorang anak menurut Heru adalah dengan mendongeng. Menurutnya, dongeng memiliki kekuatan menakjubkan untuk menanamkan nilai-nilai moral sebagai penguatan potensi diri seseorang.
Mendongeng: Memperkuat Moral Anak
Dongeng dikatakan memiliki kaitan erat dengan penanaman moral. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, sebaiknya kita memilih dongeng yang seusai dengan perkembangan moral anak. Hal ini agar anak dapat memahami pesan moral dengan lebih mudah dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Metode mendongeng dapat dijadikan salah satu kegiatan pendampingan Sahabat Kapas untuk anak-anak yang berada di lapas. Dengan mendongeng, para fasilitator dapat membangun kedekatan dengan anak-anak di lapas. Selain sebagai sarana hiburan, mendongeng juga dapat dijadikan sarana untuk menyampaikan berbagai pesan moral kepada anak.
Anak-anak yang berada di lapas biasanya datang dari latar belakang keluarga yang tidak harmonis. Bahkan, banyak di antara mereka yang tidak mengenal kasih sayang orang tua. Rasa kosong akan ketidakhadiran tersebut dapat sedikit demi sedikit diobati dengan cerita dalam dongeng. Selain itu, dengan mendongeng, anak-anak juga bisa diajak untuk berimajinasi secara positif.
Dalam Keajaiban Mendongeng, kita akan disuguhi berbagai jenis dongeng beserta penjelasan mengenai usia peruntukannya. Selain memperhatikan tingkatan usia, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika menyajikan dongeng, khususnya untuk anak-anak. Menariknya, penjelasan-penjelasan tersebut disajikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Selain itu, di setiap penjelasan terselip beberapa penggal kisah dongeng, sehingga dapat kita gunakan untuk berlatih mendongeng dengan menarik. Selamat membaca dan mari mendongeng!
Deru mesin lokomotif dan peluit penjaga stasiun mulai terdengar di Stasiun Kutoarjo. Panasnya terik matahari di kota yang baru sekali kukunjungi ini terasa menembus sampai ke dalam tulang. Pikiranku siang ini melayang entah kemana, hal yang aku alami pagi ini benar-benar di luar batas logikaku.
Terdengar kembali panggilan untuk penumpang tujuan Solo untuk segera bersiap di jalur satu. Aku bergegas mendekati kereta yang sudah butut namun ditunggu banyak orang ini. Keadaan kereta yang masih kosong membuatku leluasa untuk memilih tempat duduk di pojok dekat toilet.
Perlahan kereta mulai meninggalkan Stasiun Kutoarjo, kembali pikiranku melayang ke kejadian yang aku alami. Pengalaman pertama pendampingan di sebuah tempat bernama Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kutoarjo. Kegiatan yang belum pernah aku lakukan sebelumnya. Sungguh tak pernah kubayangkan, hari ini aku masuk dan mendengar banyak cerita dari mereka.
Siapa mereka? Mereka adalah teman-teman baruku yang menjadikanku seakan gila hari ini. Mereka adalah anak-anak yang tinggal di LPKA Kutoarjo. Mereka telah sukses membuatku kagum, sehingga kekaguman itu membuatku menjadi seperti orang gila yang terus memikirkan kegiatan tadi. Mereka tak segan bermain dengan penuh keceriaan tanpa ada batas denganku, orang baru yang pastilah asing bagi mereka.
Tak terasa perjalananku sudah memasuki kota kesenian Yogyakarta, terdengar pengumuman bahwa kereta telah sampai di Stasiun Tugu. Bertambahnya penumpang membuat lamunanku dipaksa buyar seketika.
Ketika kereta melewati perlintasan dan membunyikan klakson, tiba-tiba aku teringat pada salah satu anak di LPKA Kutoarjo yang menitipkan kertas kepadaku. Penasaran, kubuka satu lembar kertas yang dilipat dengan rumit. Seperti sengaja agar tidak sembarang orang bisa membukanya. Seperti disambar petir di siang hari, aku membaca beberapa larik puisi di sana.
“Maafkan Aku”
Tuhan, maafkan aku yang tak pernah menjalankan kewajibanku
Ayah dan Ibu, maafkan aku yang tak pernah mendengarkan perkataanmu
Semua ini terjadi karena kesalahanku
Maafkan aku.
Aku mengulang beberapa kali membaca puisi sederhana yang sangat mengena itu, hingga air mataku benar-benar menetes. Aku menangis karena aku menginggat benar ceritanya. Teman baruku ini sangat merindukan ayah ibunya. Ayahnya telah lama pergi. Hanya ada ibunya yang tinggal seorang diri di rumah. Di sebuah kota dengan jarak ratusan kilometer dari Kutoarjo.
Membaca puisi ini aku jadi merasakan apa yang dirasakannya di LPKA. Membaca puisi ini aku teringat banyaknya kesalahanku kepada orang tuaku dan Tuhan. Mungkin lewat teman baruku ini Tuhan memberikan banyak teguran untukku.
“Kereta jurusan Solo akan segera berangkat”
Wah, ternyata sudah hampir meninggalkan Klaten. Aku kembali tersadar. Tak berhenti merasa bersyukur atas pengalaman hari ini. Semoga ada lain waktu untukku bertemu mereka lagi. Anak-anak remaja yang tengah berjuang menghadapi konsekuensi perbuatannya.
Ditulis oleh Haidar Fikri (Relawan Sahabat Kapas).
Kali pertama saya bertemu anak-anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Deg-degan pastinya karena menyadari yang dihadapi adalah anak-anak istimewa. Sebagai pengalaman pertama tentu akan banyak kekurangan, namun saya harus berani melangkahkan kaki dan berusaha menengadahkan wajah tetap ke depan serta tersenyum.
Hari itu, 23 Mei 2017, kami hendak bermain bersama dalam satu kegiatan outbond di LPKA Kutoarjo. Ada kurang lebih 70 anak di sana. Usia mereka antara 14-18 tahun. Suka cita bermain bersama, membaur bersama mereka. Puji Tuhan, semua berjalan dengan lancar dari awal, pertengahan hingga akhir. Semua kekhawatiran saya tentang LPKA sekejap sirna tatkala mulai berinteraksi dengan anak-anak. Mereka tetaplah anak-anak yang penuh suka cita bermain, tidak ada yang berbeda. Hanya saja mereka pernah berada di jalur yang salah.
Saya di tengah keceriaan outbond LPKA Kutoarjo.
Mereka ada bukan untuk dijauhi dan dikucilkan, tapi mereka butuh kepedulian kita, pertolongan kita. Untuk itulah kami di Sahabat Kapas ada. Setidaknya kami bisa menjadi tempat curahan hati anak-anak di LPKA/Rutan/Lapas, itu sudah membuat hati saya merasa lega. Menjadi bermanfaat bagi anak-anak untuk berbagi rasa karena tidak pernah dijenguk keluarganya.
Kini saya punya cerita untuk anak saya di rumah. Dia seusia dengan mereka yang di dalam LPKA/Rutan/Lapas. Bukan cerita menakutkan tentangLPKA/Rutan/Lapas, tapi cerita tentang dampak perilaku salah yang bisa semua remaja lakukan. Agar anak saya bisa memanfaatkan kebebasannya dengan lebih positif.
Bersyukur kami boleh membawa dampak bagi anak-anak di LPKA/Rutan/Lapas. Meski tidak mudah namun kami tetap bersama-sama berjuang untuk masa depan mereka agar menjadi lebih baik. Semoga….
Ditulis oleh Denis Kusuma P. (Staf Administrasi dan Keuangan Sahabat Kapas).
Saya merupakan relawan magang di Sahabat Kapas. Baru sebulan saya mengikuti program relawan magang ini sejak bergabung pada akhir bulan Juni 2015 lalu. Kegiatan saya di Sahabat Kapas diawali dengan orientasi dan kegiatan administratif di kantor Sahabat Kapas. Hingga yang paling berkesan, saat saya diberi kesempatan untuk berkegiatan di Lapas.
Rabu, 8 Juli 2015, ketika umat muslim sedang menjalankan ibadah puasa, Sahabat Kapas mengadakan buka bersama dengan anak-anak di Lapas Klaten. Hari itu pula saya untuk pertama kalinya berkesempatan masuk ke dalam Lapas. Saya bertugas sebagai pembawa acara buka bersama tersebut. Saat menerima tugas tersebut, saya pun bingung akan bagaimana, ini pertama kalinya dan langsung ditunjuk menjadi pembawa acara.
Perasaan yang saya rasakan menjelang detik-detik mengetuk pintu gerbang lembaga pemasyarakatan tersebut……… campur aduk. Setelah Pegawai Lapas menyambut kami dengan ramah, rasa takut atas bayang-bayang sel tahanan beserta penghuninya sedikit sirna. Saya beserta teman-teman relawan pun diantar petugas naik ke aula Lapas yang berada di lantai 2. Di sana, saya melihat anak-anak sedang melihat ke luar jendela. Sayup-sayup saya mendengar celetukan salah seorang anak, “Angin e bedo ya neng jero sel karo neng jobo sel (anginnya berbeda ya di dalam dan di luar sel).” Kalimat sederhana yang membuat saya sadar bahwa kebebasan itu mewah. Kalimat sederhana yang mungkin akan ditertawakan orang, tetapi memiliki arti mendalam bagi mereka.
Relawan-relawan lain sempat bercerita mengenai penyebab anak-anak tersebut sampai di dalam Lapas, bagaimana latar belakang keluarganya dan bagaimana lingkungannya. Cerita-cerita tersebut membuat mata saya terbuka bahwa ternyata anak-anak tersebut adalah korban. Korban dari tidak terpenuhinya hak-hak mereka. Korban orang-orang dewasa yang tidak memberikan kesempatan kepada mereka untuk mendapatkan pengasuhan yang tepat dan kesempatan untuk tumbuh kembang yang baik.
Kaget, prihatin, simpati, takut dan bingung harus bertindak seperti apa. Itulah perasaan saya ketika pertama kali melihat anak-anak dan setelah mendengar cerita dari Relawan Sahabat Kapas. Bertemu mereka dalam kesempatan berbuka puasa bersama di aula ini, merupakan momen bagi saya mengenal ‘dunia lain.’ Membuka mata saya dan meruntuhkan segala pandangan takut, seram dan stigma-stigma lain terhadap mereka di masa lalu.
Segala yang saya lakukan di dalam Lapas saat kunjungan adalah pertama kalinya bagi saya. Cerita yang bisa saya bagikan kepada ayah dan adik saya, sekaligus mengajarkan pada mereka untuk saling menghormati dan menghargai orang lain, dimanapun mereka berada.
Anak-anak ini membutuhkan uluran tangan kita sebagai dewasa yang bijak guna masa depan mereka. Saat ini saya dan seorang teman relawan magang sedang dalam proses belajar bersama mereka, belajar mengenai hidup dan kehidupan. Kami harap hal-hal baik akan datang dalam kegiatan kami sehingga dapat berguna bagi teman-teman.
Ditulis oleh Kuswendari Listyaningtri H. (Relawan Magang Sahabat Kapas), diedit oleh Bungsu Ratih P. R. (Relawan Sahabat Kapas).
Mewujudkan sebuah Kota Layak Anak (KLA) salah satu indikatornya terukur dari ketersediaan ruang partisipasi anak dalam pembangunan. Hal ini menjadi salah satu bagian dari aplikasi hak sipil dan kebebasaan anak yang diamantkan dalam Konvensi Hak Anak. Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Nomor 03 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Partisipasi Anak Dalam Pembangunan menyebutkan Partisipasi Anak adalah keterlibatan anak dalam proses pengambilan keputusan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya dan dilaksanakan atas kesadaran, pemahaman serta kemauan bersama sehingga anak dapat menikmati hasil atau mendapatkan manfaat dari keputusan tersebut.
Anak-anak didik pemasyarakatan di Kutoarjo belajar fotografi. Kegiatan ini merupakan contoh bentuk perwujudan tangga keenam dalam Tangga Partisipasi Hart.
Lampiran Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Partisipasi Anak, menyebutkan keterlibatan anak dalam proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan anak dan anak dapat menikmati perubahan yang terjadi akibat dari keputusan tersebut yang berkenaan dengan hidup mereka baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dilaksanakan dengan persetujuan dan kemauan semua anak berdasarkan kesadaran dan pemahaman. Pengertian partisipasi sendiri sebetulnya sangat luas dan memiliki tingkatan-tingkatan, seperti yang dikemukakan oleh Hart (1997), yang mempopulerkan kebijakan tangga partisipasi sebagai berikut:
Manipulasi
Anak-anak dimanfaatkan oleh orang dewasa untuk kepentingan orang dewasa.
Dekorasi
Anak-anak hanya diajak mengikuti suatu kegiatan tertentu oleh orang dewasa tapi hanya menjadi pajangan saja.
Tokenisme
Anak-anak diajak untuk mengikuti suatu kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh orang dewasa, anak-anak hanya dipakai oleh orang dewasa sebagai simbol saja bahwa kegiatan tersebut telah melibatkan anak-anak.
Ditetapkan, tapi diberi informasi
Orang dewasa memutuskan kegiatan dan terlibat secara sukarela. Anak-anak mengetahui kegiatan tersebut dan mereka mengetahui siapa yang memutuskan untuk melibatkan mereka dan mengapa dilibatkan. Orang dewasa menghargai pandangan dari anak-anak.
Diberi informasi dan nasihat
Kegiatan didesain dan dilaksanakan oleh orang dewasa tapi anak dimintai masukannya. Anak-anak ini memiliki pemahaman/pengetahuan mengenai proses kegiatan. Pandangan mereka diperhatikan secara serius.
Keputusan atas inisiatif orang dewasa, dilakukan bersama anak
Orang dewasa memiliki gagasan awal, tapi anak-anak dilibatkan dalam setiap tahap perencanaan dan pelaksanaan. Anak-anak tidak hanya dipertimbangkan pandangan/masukannya tapi juga dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
Anak memiliki inisiatif dan diarahkan (oleh orang dewasa)
Anak-anak memiliki gagasan/inisiatif, merencanakan kegiatan tapi masih mengajak diskusi serta meminta nasihat dan dukungan dari orang dewasa.
Keputusan atas inisiatif anak, dilakukan bersama orang dewasa
Anak-anak memiliki gagasan/ide tentang kegiatan dan memutuskan sendiri bagaimana caranya kegiatan tersebut dilaksanakan. Orang dewasa siap mendampingi tapi tidak ikut mengurusi (pasif).
Peran serta anak dalam pembangunan diwadahi dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Setiap pemerintahan mulai dari daerah, propinsi, hingga pusat patut melibatkan anak dalam tahapan musrenbang. Situasi yang kerap ditemui adalah kentalnya dominasi orang dewasa seperti pembatasaan waktu penyampaian pendapat anak atau pemilihan waktu musrenbang di malam hari. Beragam hambatan partisipasi forum anak dalam musrenbang menunjukan belum optimalnya child mainstream di lingkungan pemerintahan. Tugas pemerintah untuk mendorong stakeholder di masyarakat dan pejabat penyelenggara pemerintahan agar lebih terbuka perspektif hak anaknya. Menekankan manfaat dari partisipasi forum anak merupakan bagian dari keberlangsungan pembangunan yang sehat dan bermanfaat bagi generasi bangsa.
Ditulis oleh Febri Mahfud E. (Relawan Sahabat Kapas), diedit oleh Dian S. (Koordinator Sahabat Kapas)
Hari ini aku kangen banget sama teman-temanku di rumah.
Aku ingin pulang segera dan aku pasti berkumpul bersama kalian lagi.
Di sini aku hanya bisa berharap dan berharap.
Tapi aku Alhamdulillah bisa sabar, gak seperti aku saat masih di luar bersama kalian.
Di luar aku gak bisa bersabar, tapi hanya bisa minta dan harus dituruti.
Dari sini aku bisa belajar bersabar dan aku selalu dihibur sama teman-temanku.
Di sini ada perkumpulan dari Sahabat Kapas.
Semua orangnya menurutku baik semua. Dia juga selalu menghiburku.
Walaupun gak setiap hari dia ke sini.
Sahabat Kapas lah yang memberi semangat selama aku di sini.
Aku suka dengan kegiatan-kegiatan yang mereka berikan kepadaku.
Aku masuk di sini juga karena salahku sendiri.
Sebenarnya sih salah semua, tapi aku sadar aku itu laki-laki yang harus bisa tanggung jawab atas semua perbuatanku.
Aku juga sadar gara-gara pergaulan bebas aku bisa masuk sini.
Aku berjanji akan hidup lebih baik agar bisa menyenangkan kedua orang tuaku.
Buat Sahabat Kapas terima kasih telah selalu memberiku semangat.
Aku gak bisa membalas dengan apa-apa.
Aku hanya bisa membalas dengan kata terima kasih.
Tapi kata terima kasih ini bukan sembarang terima kasih. Terima kasihku yang kuucapkan dari lubuk hatiku yang paling dalam.
Aku gak tahu apa jadinya aku apabila gak ada kalian semua yang menghiburku.
Buat teman-temanku, aku juga bisa membalas dengan terima kasih saja.
Semoga kalian tak lupa kepadaku.
Aku di sini yang rindu kalian.
Pokoknya aku sayang kalian semua.
Terima kasih sekali lagi teman.
Buat orang tuaku, aku minta maaf kepada kalian.
Aku yang bisa menyusahkan kalian saja.
Tapi aku berjanji akan hidup lebih baik setelah pulang dari sini.
Aku di sini pasti selalu berdoa untukmu semua agar sehat selalu.
Di sini, aku yang lagi kangen kalian semua.
Yang lagi dihukum penjara.
Ttd.
Ditulis oleh salah satu anak dampingan di Lapas Klas II B Klaten.
Bulan Februari adalah bulan yang identik dengan cinta. Valentine yang dirayakan tiap tanggal 14 di bulan tersebut menjadi momen yang menginspirasi Sahabat Kapas untuk mengambil tema cinta di kegiatan dalam Lapas Klas II B Klaten tanggal 21 Februari lalu.
Seperti apa ya anak-anak di lapas mempersepsikan cinta? Apa jadinya jika mereka diminta untuk mengungkapkan perasaan cinta untuk orang tersayang dalam bentuk surat cinta?
Awalnya, anak-anak mengutarakan keberatan mereka ketika diminta menulis surat cinta. Mereka berpendapat bahwa surat cinta sudah sangat kuno di zaman serba canggih seperti sekarang ini. Telepon, sms, WA, dan berbagai aplikasi chatting lainnya menjadi pilihan yang lebih praktis dan mudah sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaan cinta.
Penolakan mereka luntur setelah mendengar penjelasan dari para pendamping. Ungkapan cinta dalam bentuk surat dengan tulisan tangan sendiri akan mampu menyentuh hati orang yang dituju. Usaha penulis surat ketika memilih dan menuliskan tiap kata dalam surat cinta membuat surat cinta dengan tulisan tangan sendiri terkesan lebih personal.
Akhirnya, anak-anak pun bersemangat melalui proses menuliskan perasaan cinta mereka untuk orang tersayang. Apalagi setelah mereka melihat beberapa film tentang cinta yang mampu menggugah perasaan cinta dalam diri mereka.
Penasaran dengan isi surat cinta mereka? Dua orang anak mengijinkan kami memposting surat cinta mereka di blog ini.
Here they are…
Bapak ibuku tercinta,
Ibu, aku minta maaf kalau selama ini aku tidak pernah menurut pada perkataanmu dan aku selalu tidak menurut. Makasih ibu yang semenjak kecil mendidik dan membesarkanku dan aku yang selalu tidak menurut. Mungkin kalau boleh aku pulang dari sini, akan memperbaiki semua sifatku dan tidak akan mengulangi lagi.
Dan buat adikku, jangan nakal seperti kakakmu ini yang hanya bisa membuat susah kepada orang tua. Terima kasih banyak ibuku yang selalu berkorban kepadaku. Maafkanlah kesalahan anakmu ini selama sejak kecil sampai sekarang.
I love you mom. Anakmu tercinta, hehehe…
Pengen kembali dan berkumpul bersama lagi dan tidak akan mengulangi lagi kesalahanku.
Aku yang lagi kangen.
Buat orang yang aku sayang. Semoga kalian di sana tidak lupa padaku. Aku di sini selalu mengingat kenangan-kenangan bersamamu. Jujur aku di sini sedih gak bisa bersama-sama kalian lagi.
Rasanya aku ingin cepat kembali berkumpul bersama kalian lagi.
Pokoknya aku sayang kalian. Aku rindu kalian.
Dari saya yang lagi dihukum.
“Ndri, nanti kita jemput di kampus ya anterin ke kantor Sahabat Kapas, aku atas nama KAHAM UII mau diskusi sama Sahabat Kapas tapi kita ga apal jalan.”
Sms dari seorang mahasiswa UII tersebut membuat bersemangat. Yeay! Diskusi artinya menambah ilmu baru…
Tanggal 26 November 2014 lalu Sahabat Kapas kedatangan belasan mahasiswa dari Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), yang tergabung dalam UKM Klinik Advokasi dan Hak Asasi Manusia (KAHAM). Ternyata, teman-teman yang mayoritas berkuliah di Jurusan Hukum di Kota Gudeg ini berasal dari berbagai kota di Indonesia. Bukan hanya dari Pulau Jawa lho, ada juga yang berasal dari Pulau Sumatera dan Kalimantan.
Jam 17.00 WIB teman-teman mahasiswa ini baru tiba di kantor Sahabat Kapas yang homey bersamaan dengan hujan yang sangat lebat. Eits, tapi tak berarti hujan itu menghalangi semangat tim Sahabat Kapas untuk menyambut teman-teman KAHAM ini ya…
Diskusi dimulai setelah teman-teman muslim melakukan sholat maghrib berjamaah. Di dalam diskusi ini pada intinya kami membicarakan tentang: “memenjarakan anak sama dengan pelanggaran HAM”. Teman-teman KAHAM sudah sangat paham tentang apa saja hak yang seharusnya melekat pada diri seseorang. Bahkan, teman-teman KAHAM juga berbagi pengalaman saat mendampingi korban dari pelanggaran HAM, yang menjadi pengetahuan baru bagi tim Sahabat Kapas. Diskusi menjadi lebih menarik ketika Mbak Dian, direktur Sahabat Kapas, menceritakan pelaksanaan pemenuhan hak anak di lapas/rutan yang belum optimal. Hal ini membuat diskusi semakin hidup dengan berbagai tanya jawab yang menarik untuk disimak. Banyak pengetahuan baru yang kami dapatkan.
Pada saat diskusi berlangsung, sederhana tapi bermakna.
Diskusi dilakukan dengan santai, tapi justru itu lah yang membuat suasana jadi tidak canggung. Bahkan, semakin malam suasana semakin asik sampai rasanya tak ingin mengakhiri diskusi hari itu. Namun teman-teman KAHAM harus langsung pulang ke Yogyakarta. Akhirnya, diskusi ditutup dengan ucapan terima kasih serta pemberian kenang-kenangan dari Sahabat Kapas untuk teman-teman KAHAM.
Mbak Dian (kanan) memberikan kenang-kenangan kepada teman-teman KAHAM yang diwakili oleh ketua KAHAM UII.
Setelah itu kegiatan diakhiri dengan foto bersama…
Teman-taman KAHAM dan tim Sahabat Kapas.
Ditulis oleh Dyah Indria Kusuma W. (Relawan Sahabat Kapas)
Meminjam dan mengamini pandangan orang lain, lalu lupa untuk menggunakan mata hati untuk melihat. Kita mudah meyakini bahwa ibu tiri itu jahat; tato identik dengan kriminal; orang dengan HIV/AIDS sangat berbahaya; dan anak-anak di dalam Lembaga Pemasyarakatan sudah pasti anak “nakal”. Sayangnya, kita tidak benar-benar tahu kenyataannya, kita hanya mengikuti keyakinan orang kebanyakan. Menstigma tanpa bertanggung jawab.
Tanpa kita sadari sebenarnya kita adalah manusia-manusia jahat.
Pernahkah terbayangkan dalam benak bahwa ada seorang anak yang putus asa menjadi “anak baik”? Ia dengan sengaja melakukan pelanggaran hukum agar kembali masuk ke lembaga pemasyarakatan karena merasa sudah tidak diterima lagi di masyarakat.
Atau bocah berusia belasan tahun yang mengubur segala cita dan harapan karena label anak “nakal” menancap di relung jiwanya seumur hidup.
Si A tidak diterima bekerja karena riwayat pernah menjadi warga binaan.
Si B tidak melanjutkan sekolah pun hanya karena ia pernah berada di balik jeruji besi, meski hanya karena mencuri beberapa buah jambu biji. Bukan semata sekolah menolaknya, tapi hati yang masih rapuh itu telah dihancurkan sampai tiada jelas bentuknya.
Mereka sama, berikanlah kesempatan, dan mereka pun bisa.
Lima tahun berjalan kami setia untuk mempromosikan kesetaraan hak dan penghapusan diskriminasi untuk anak-anak berkonflik dengan hukum, khususnya anak-anak yang berada di balik jeruji besi. Beberapa upaya kami lakukan, salah satunya dengan mengikuti pameran Jagongan Media Rakyat di Jogja Nasional Museum (JNM) pada tanggal 23-26 Oktober 2014 yang lalu. Dalam acara tersebut kami memamerkan beberapa hasil karya anak-anak dampingan di Lapas Klas II B Klaten. Dengan karya tersebut kami berharap stigma negatif terhadap mereka dapat perlahan-lahan luntur.”
Pemutaran Film “Cabe, Harga Sebuah Kebebasan” di Jagongan Media Rakyat, Jogja Nasional Museum
Hari Pertama dan Kedua: Keramaian Anak-anak SD
Hari pertama pameran, Sahabat Kapas sibuk menata stand dan memenuhinya dengan beragam produk anak- anak dampingan di lapas. Mendapatkan jatah tempat di bagian belakang museum yang terhalang oleh aula seminar, stand Sahabat Kapas pada hari pertama masih sepi pengunjung. Meskipun mendapatkan tempat yang kurang strategis, personil Sahabat Kapas tetap semangat menggelar dagangan dan berinisiatif untuk berkenalan dengan komunitas lain yang mengisi stand terdekat.
Menjelang siang, anak-anak SD yang bersekolah di samping JNM ramai berdatangan. Lokasi stand yang dekat dengan sekolahan serta display yang menarik membawa anak-anak untuk berkunjung ke stand Sahabat Kapas. Mereka tampak antusias bertanya dan menjanjikan akan datang keesokan harinya.
Pada hari kedua stand Sahabat Kapas yang mengusung produk #OnJail buka mulai pukul 09.00 WIB. Seperti hari pertama, stand Sahabat Kapas masih sepi pengunjung. Hari kedua ini bertepatan dengan hari Jum’at dimana pada pagi hari masyarakat umum masih sibuk dengan pekerjaan, kuliah, sekolah, maupun aktivitas lainnya. Sekitar pukul 10.00 WIB stand Sahabat Kapas kembali diramaikan oleh anak-anak kecil usia TK-SD. Anak-anak ini sangat antusias melihat pernak-pernik yang terdapat dalam stand. Dari berbagai pernak-pernik yang dipamerkan dalam stand ternyata anak-anak paling tertarik dengan gelang karya anak-anak dampingan di Rutan Klas I A Surakarta tahun 2009 lalu. Tanpa rasa canggung anak-anak meminta kuis pada relawan Sahabat Kapas demi mendapatkan sebuah gelang secara gratis. Anak-anak mulai berbaris secara rapi dan satu persatu memperkenalkan diri. Kuis berlangsung dengan seru. Para relawan semangat memberi mereka kuis, mulai dari perhitungan hingga menerjemahkan kata-kata berbahasa Inggris yang ada di kaos produk #OnJail. Keramaian anak-anak yang memenuhi stand Sahabat Kapas akhirnya berlalu setelah beberapa puluh menit. Produk gelang pun akhirnya laku dan terjual habis karena diserbu oleh anak-anak.
Detik demi detik berlalu, pengunjung silih berganti. Banyak pengunjung yang menanyakan tentang Sahabat Kapas dan tidak sedikit pula yang membeli produk-produk #OnJail. Ada beberapa pengunjung yang memberi masukan dan ada juga yang tertarik dengan karya anak di Lapas Klas II B Klaten, sehingga membuat pengunjung ingin bekerja sama, memesan sablon karya anak di Lapas Klas II B Klaten.
Hari Ketiga: All About Sahabat Kapas
Berbeda dengan hari- hari sebelumnya yang masih relatif sepi, lapak Sahabat Kapas mulai banyak dikunjungi oleh para pendatang pameran pada hari ketiga. Sudah siap sejak pukul 09.00 WIB, para relawan yang baru datang dari Solo menggantikan shift relawan yang telah berjaga pada hari pertama dan kedua. Pada hari itu banyak mahasiswa Jogja yang sedang mengerjakan tugas lapangan dan meliput Sahabat Kapas. Ketertarikan mereka berawal dari isu yang diusung Sahabat Kapas yang memang belum familiar bagi mereka. Beberapa mahasiswa dari UAD dan UNY mewawancarai relawan dan juga Direktur Sahabat Kapas, Dian Sasmita, terkait dengan sepak terjang Sahabat Kapas.
Dengan logo “I am Different, Not Dangerous”, seorang wakil dari change.org Indonesia pun tergelitik mampir di stand Sahabat Kapas. Dari pembicaraan yang terjadi, muncullah beberapa ide kerjasama ke depan yang mungkin bisa dilakukan oleh kedua pihak. Selain itu pengunjung dari berbagai kota seperti Wonogiri, Jakarta, hingga Lampung pun mampir dan berbincang-bincang dengan para relawan. Banyak di antara mereka yang memborong produk #OnJail sebagai wujud kepedulian mereka terhadap isu anak.
Hari Keempat: Mengubah Paradigma Lewat Lensa Kamera
Di hari keempat, relawan Sahabat Kapas tidak membuka stand produk #OnJail karena seluruh kru berpartisipasi dalam acara pemutaran film. Acara yang masih merupakan rangkaian event Jagongan Media Rakyat ini menampilkan beberapa film hasil karya komunitas. Film “Cabe, Harga Sebuah Kebebasan” karya anak di Lapas Klas II B Klaten berkesempatan untuk diputar dan terbuka untuk diapresiasi oleh penonton dan pengunjung JMR. Film ini memang menjadi salah satu media untuk menyampaikan pesan anak di dalam lapas kepada publik luas. Dalam film berdurasi 15 menit ini, penonton diajak untuk melihat lebih dekat kehidupan anak di dalam lapas dari sudut pandang yang berbeda. Film ini memotret ide tentang bagaimana hal-hal kecil yang sangat sepele untuk orang lain di luar sana dapat menjadi hal berharga yang membuat mereka bahagia.
Pasca pemutaran film, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Penonton melemparkan beberapa pertanyaan seperti apa saja kegiatan Sahabat Kapas untuk anak di dalam lapas, tujuan pembuatan film, serta alasan Sahabat Kapas menyerukan pesan “Stop Penjarakan Anak”. Pertanyaan terakhir tersebut merupakan pernyataan yang sudah sering dilontarkan dan menjadi perntanyaan yang lazim disampaikan oleh masyarakat awam.
Banyak dari masyarakat yang berpendapat bahwa penjara adalah tempat dimana anak yang telah terbukti bersalah harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tidak banyak yang mau melihat dari perspektif yang berbeda. Pada kenyataannya penjara/lapas/rutan bukanlah jawaban atas permasalahn tersebut. Lapas/rutan mengungkung fisik anak, membuat mereka putus asa dan bahkan mungkin menyimpan dendam. Tidak banyak yang tahu bahwa minimnya pembinaan terhadap anak yang berada di dalam lapas/rutan membuat anak kehilangan kesempatan untuk bisa memperbaiki diri. Hal substansial yang mereka butuhkan adalah bimbingan dan pendampingan agar mereka bisa berproses dan menyadari bahwa mereka telah melakukan kesalahan, mampu memahami dan memikul tanggung jawab serta pada akhirnya tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.
Dalam sesi tanya jawab tersebut, para relawan Sahabat Kapas juga menyampaikan sedikit informasi tentang ‘Diversi’ dan apa yang bisa dilakukan oleh para pengunjung yang hadir jika dihadapkan dengan kasus anak. Sebagai anggota masyarakat, merekka diharapkan mampu untuk bersikap tanggap dan bijaksana dengan mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak.
Keikutsertaan Sahabat Kapas selama empat hari dalam Jagong Media Rakyat di Jogjakarta memberikan banyak teman, pelajaran dan pengalaman baru. Dengan pengalaman dan dukungan dari masyarakat luas, Sahabat Kapas semakin bersemangat untuk selalu mendampingi anak- anak untuk mengejar masa depan mereka yang lebih cerah.
Ditulis oleh Evi Baiturohmah, Febri Mahfud E., Bungsu Ratih P. R. dan Febi Dwi S. (Relawan Sahabat Kapas)