Akhir Agustus 2014 lalu, salah satu relawan Sahabat Kapas Evi Baiturohmah berkesempatan untuk mengikuti kuliah musim panas untuk para aktivis sosial yang diselenggarakan oleh UNAOC (United Nation Alliance of Civilization) dan EF (Education First). Membawa bendera Sahabat Kapas, Evi terpilih sebagai satu- satunya wakil Indonesia untuk UNAOC- EF Summer School 2014 dengan menyisihkan lebih dari 15.000 pelamar dari seluruh dunia. Selama seminggu Evi beserta 74 perwakilan pemuda dari berbagai negara di belahan dunia mengikuti sesi kegiatan sembari merasakan langsung atmosfer pendidikan di kampus EF di Terrytown dan juga beberapa situs di New York City.
Berikut kisah singkatnya.
“Percayalah, Masih Banyak Orang Baik!”
Pertama kali menginjakkan kaki di bandara JFK yang termasyur itu, saya masih setengah tidak percaya bahwa saya telah terbang ribuan mil hingga akhirnya berhasil menginjakkan kaki di benua Amerika. Sabtu 16 Agustus 2014 pukul 00.05 WIB, saya tengah menikmati gelapnya langit malam kota Jakarta dari dalam pesawat BOEING 777-300 ER dan 25 jam kemudian, Sabtu 16 Agustus 2014 sekitar pukul 15.45 EDT saya dapat merasakan bahwa pesawat yang saya tumpangi dari Doha pasca transit, terbang rendah di atas lautan saat hendak mendarat di JFK. Setelah melewati serangkaian sistem keamanan bandara, saya akhirnya melangkah keluar dengan ringan. New York,here I am!
Saya bersyukur dan merasa sangat beruntung karena mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program UNAOC-EF Summer School 2014 di New York. Di bawah payung Sahabat Kapas dan dengan misi perlindungan anak dari diskriminasi, saya akhirnya terpilih menjadi salah satu dari 75 peserta UNAOC- EF Summer School 2014
UNAOC- EF Summer School 2014 adalah program yang mengumpulkan 75 pemuda dari seluruh dunia yang aktif dalam perubahan sosial, untuk kemudian bertemu dan berdiskusi bersama. Isu yang menjadi wacana diskusi meliputi: kewarganegaraan global, advokasi kaum marjinal, media alternatif dan dialog lintas budaya dan agama. Peserta yang terpilih merupakan aktivis sosial di negara mereka masing- masing dengan bidang kerja yang sangat beragam, mulai dari HAM, migrasi, kepemudaan dan kepemimpinan, pendidikan, anak- anak, dan masih banyak lagi. Selama seminggu kami belajar meningkatkan kapasitas dan menimba ilmu dari para narasumber dan juga fasilitator yang luar biasa.
Para peserta diberi kesempatan mengikuti berbagai sesi dan kelas yang sangat menarik seperti kelas advokasi, teater, dan kelas multimedia. Narasumber yang mengisi sesi dan kelas selama kuliah musim panas ini merupakan pakar yang mempunyai latar belakang yang bervariasi. Sebagian dari mereka berasal dari lingkungan akademik (Universitas Harvard dan Columbia), sebagian dari institusi kewirausahaan (Purpose Capital), dan beberapa personel dari institut kesenian (Theathre of the Opressed Laboratory). Dari mereka, kami mendapatkan banyak ilmu tentang bagaimana mengelola sebuah proyek, memanfaatkan media kampanye alternatif dan juga melakukan negosiasi yang efektif dengan multilayers stakeholder. Secara pribadi, saya sangat terkesan dengan kelas teater yang diampu oleh tim dari Theather of the Opressed Laboratory, New York. Sesi ini mengasah kami untuk mengeksplor gagasan dan ekspresi seni agar kami lebih senstif terhadap isu- isu sosial di lingkungan sekitar. Saya baru menyadari bahwa teater dapat digunakan sebagai media kampanye alternatif yang sangat menarik. Selain itu, para peserta juga diajak untuk melakukan gerakan- gerakan acak dan mengekspresikan emosi pada tema dan studi kasus tertentu.
-Foto- foto kegiatan kelas-
Pada hari ketiga, peserta mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pameran proyek. Pameran ini merupakan wadah para peserta untuk menampilkan profil lembaga dan atau proyek yang sedang dikerjakannya serta memperkenalkannya kepada publik internasional. Media seperti poster, leaflet, foto, booklet dan video tampak memenuhi ruang pameran. Para staf, fasilitator, dan juga mahasiswa EF turut diundang untuk menyaksikan pameran dan terlibat interaksi langsung dengan para peserta. Animo pengunjung sangat tinggi, dibuktikan dengan ruangan yang sangat ramai karena para pengunjung sibuk berbincang- bincang tentang proyek sosial dengan peserta pameran. Meskipun demikian, dikarenakan keterbatasan waktu, animo dan antusiasme pengunjung dan partisipan yang sangat tinggi belum bisa terakomodasi secara maksimal.
Dalam sesi ini, beberapa pengunjung seperti dari Brazil, Turki, Saudi Arabia, Korea Selatan dan Portugal mendatangi saya dan bertanya perihal Sahabat Kapas dan program yang saya kerjakan. Murid EF yang berasal dari Portugal tampak antusias mendengarkan penjelasan dari saya karena keterjutannya terhadap fakta mengenai anak yang dipenjara. Lebih lanjut dia menceritakan bahwa di Portugal, anak- anak yang melakukan tindakan pelanggaran hukum tidak dimasukkan ke penjara, akan tetapi direhabilitasi di panti khusus. Menanggapi pernyataan tersebut, saya pun menjelaskan bahwa Indonesia kini sudah mempunyai landasan hukum baru yakni UU SPPA yang mempromosikan sistem diversi dan keadilan restoratif yang pada dasarnya ditujukan untuk memberikan hak terbaik bagi anak.
Selain sesi dan kelas yang dilaksanakan di kampus EF di Terrytown, saya dan peserta yang lain juga berkesempatan mengunjungi Central Park di New York City dan menaiki Circle Line SightSeeing untuk melihat patung Liberty. Salah satu fragmen kehidupan warga New York yang menghabiskan liburan pada hari Minggu dapat kami nikmati di Central Park. Masyarakat setempat memanfaatkan taman yang sangat luas ini untuk berjemur, berolahraga bersama keluarga atau sekedar berjalan menikmati cuaca yang cerah dan matahari yang terik. Sedangkan Circle Line dipenuhi dengan turis- turis yang ingin melihat Patung Liberty, salah satu ikon yang paling populer merepresentasikan Amerika Serikat.
Sesi kegiatan lain pada program kuliah musim panas ini adalah kunjungan kawasan di New York. Dibagi menjadi empat kelompok, peserta beserta trainer dan fasilitator yang mendampingi berkesempatan untuk mengunjungi kawasan seperti Melrose dan Morrisania (Bronx), Manhattan’s Lower East Side, dan Harlem. Tempat- tempat tersebut menyajikan potret lokal kehidupan masyarakat dengan persperktif yang berbeda. Kami dipandu oleh tokoh setempat untuk merasakan langsung denyut nadi kehidupan masyarakat dan nilai budaya yang hidup di kawasan tersebut. Saya bergabung dengan kelompok yang mengunjungi Melrose di Bronx. Selama kurang lebih dua jam saya dan peserta lain berjalan mengelilingi kawasan Malrose dan mendengarkan penjelasan dari pemandu kami tentang sejarah dan perkembangan kawasan Malrose mulai dari bentuk dan fungsi bangunan, taman komunitas dan juga budaya masyarakat setempat.
Pada hari yang sama, kami diajak untuk mengunjungi markas PBB di UN Plaza, New York City. Selain mengelilingi beberapa bangunan dan spot menarik lainnya, kesempatan mengunjungi markas besar PBB ini kami manfaatkan untuk berdiskusi dengan Deputi Secretary- General Jan Eliasson, dan beberapa panelis dari lembaga bonafit seperti UNDP dan juga staf ahli negosiasi PBB. Peserta tampak antusias mengikuti sesi ini sehingga berondongan pertanyaan mengenai isu kepemimpinan, kepemudaan, gender, advokasi dan juga pembangunan internasional berturut- turut diajukan kepada para panelis.
Salah satu momen yang paling berharga dari program ini adalah kesempatan saya untuk berkenalan dan belajar banyak dari para peserta, fasilitator, dan juga pembicara. Sungguh, saya malu sendiri karena banyak sekali dari mereka yang telah melakukan program sosial yang mempunyai dampak positif di masyarakat. Sikap konsisten belajar dan tindakan kooperatif dalam kerja kelompok merupakan dua hal yang sangat menginspirasi saya. Penugasan kerja kelompok dalam kelas multimedia untuk mengkampanyekan isu- isu strategis terbukti menghasilkan ide- ide cemerlang dan paket kampanye yang sangat menarik perhatian. Media kampanye berupa poster, video, iklan sosial media dan juga propaganda interaktif yang ditampilkan para kelompok peserta terbukti memukau fasilitator dan juga panel dalam sesi multimedia.
Setelah melalui serangkaian agenda yang padat selama seminggu, kami mengakhiri kuliah musim panas UNAOC-EF 2014 dengan sebuah refleksi tentang seluruh kegiatan dan visi ke depan sepulangnya kami ke negara masing- masing. Peserta tampak emosional selama mengungkapkan kegembiraan sekaligus kesedihan karena harus berpisah dalam waktu dekat. Acara ditutup secara seremonial dengan penyerahan sertifikat keikutsertan oleh perwakilan dari UNAOC, sesi pemotretan bersama, dan makan malam perpisahan.
Minggu, 23 Agustus 2014 secara bergantian kami meninggalkan Terrytown untuk kembali ke negara kami masing- masing. Karena pesawat saya baru berangkat pukul 10 malam, saya menjadi peserta rombongan terakhir kedua dan mempunyai kesempatan melepas teman- teman yang pulang terlebih dahulu. Di saat itulah, harapan di dalam hati saya meletup- letup. Saya merasakan semangat yang berkobar saat melihat kepergian orang- orang hebat yang siap menggerakkan perubahan. Saya tersenyum dan semakin optimis untuk pulang dan berbuat sesuatu untuk mewujudkan dunia yang lebih baik. Saya tahu dan yakin benar bahwa masih banyak orang baik di luar sana!
Published by