sebuah catatan singkat pengalaman hebat di akhir tahun
Jalan Tuhan
Rasa tak percaya masih hinggap, meski telah lewat 3 minggu sejak pengambilan gambar di Jakarta. Ratusan ucapan selamat dan dukungan hilir mudik lewat telepon, SMS, email, dan status twitter dan facebook . Semua memberikan perhatian, dan saya masih tak kuasa menahan rasa takjub ini. Terlebih setelah penayangan di layar kaca.
Lebih dari tiga tahun saya sekeluarga memutuskan hidup tanpa teve. Namun karena program spesial di jumat malam itu, saya dan suami memutuskan mengungsi ke pos ronda depan rumah. Kebetulan di sana tersedia teve 21” dengan kanal Metrotv yang jernih. Siaran Kick Andy dimulai pukul 21.30 dan ditemani semilir angin malam, pos ronda terasa milik kami saja.
Ya, malam itu kami menikmati kehadiran Sahabat Kapas dan karya #Onjail perdana di layar teve dengan durasi lebih dari dua menit. Berkah yang luar biasa. Ada rasa haru ketika melihat diri sendiri di balik layar kaca. Menangis karena (ternyata) ada yang tertarik dengan karya #Onjail. Benar kata Mbak Anastasia (produser Kick Andy) “Ini semua jalan Tuhan, Mbak”. Kata sederhana yang meluncur pasca saya turun panggung dengan segunung air mata yang tertahan. Tak ada kata yang meluncur dari mulut ini selain Alhamdulillah dan terima kasih.
Banyak pertanyaan bagaimana Sahabat Kapas bisa hadir di program keren Kick Andy_Metrotv. Jawabanya sangat simple. Semua karena karya anak-anak di Lapas , karena #OnJail. Merekalah yang menghantarkan kami dikenal banyak pihak, di sms banyak orang. Semua datang karena kerja keras anak-anak dan relawan Sahabat Kapas.
Panggilan untuk berpartisipasi di acara Kick Andy terbilang singkat. Jumat sore kami di telepon, sabtu siang hingga minggu proses pengambilan gambar. Selasa sudah berangkat ke studio Metrotv di Jakarta. Mulai sabtu hingga selasa, kami jumpalitan dengan berbagai jurus. Mulai dari angkut kain 75meter dari Solo ke Klaten. Lembur potong kain di dalam Lapas ditemani petugas sipir dan napi, hingga lupa makan yang mendatangkan lemas lunglai. Masih berkejaran dengan para penjahit di beberapa tempat. Untuk urusan sablon terselamatkan oleh mentor yang baik hati (Mas Ikrom) dan survivor yang sudah berkarya di masayarakat. Semua ikut lembur, ikut pontang panting. Demi pesanan 150 tas belacu special bagi (sebagian) penonton Kick Andy di studio.
Setiba di gedung Metrotv, semua menyambut dengan ramah. Mulai dari bapak driver, petugas security, catering, hingga semua kru dari Kick Andy. Sejak di lantai dasar, kerumunan anak muda dihibur dengan band menyanyikan lagu-lagu popular. Dada ini mulai berdebar, “wah kok yang nonton banyak juga ya”, bisik saya ke suami yang turut menemani. Di lantai dua, kami diarahkan untuk mengisi perut dengan beragam sajian. Saya bertemu dengan Mbak Cindy (Tim Kick Andy) yang sebelumnya telah melakukan wawancara super duper detil (tiga jam lebih) lewat telepon. Menyapa Mbak Anas, sang produser yang sabar sekali. Bercanda dengan Mas Rojih yang ramah dan usil dengan suami. “Ayo wajib makan, dietnya ditinggalkan saja. Nanti masuk angin, syuting sampai malam soalnya” seloroh Mas Rojih ‘Khan’, hahahaha
Santap sore itu mendekatkan saya dengan dua narasumber lainnya. Mereka ibu-ibu hebat dengan karyanya bersama penyandang disabilitas. Pengabdian puluhan tahunnya menjadi surga belajar saya yang bukan apa-apanya dibanding mereka. Ibu Asti dan Ibu Rosida dari Wonosobo, serta Ibu Titik dari Surabaya. Ah saya kembali jadi ngeper sendiri. Untuk menenangkan hati, saya turut sholat berjamaah dengan Mas Ikrom yang diundang juga oleh Kick Andy.
Sebuah produksi program ternyata tak sesimpel yang kita lihat di teve. Saya harus manut di-make up khusus (bocoran: ini make up pertama saya setelah menikah pada tahun 2007 silam) . Hasilnya, banyak teman dan saudara yang pangling, hahaha. Acara berikutnya adalah briefing sebelum pengambilan gambar. Kala itulah pertama kalinya saya berjabat tangan dengan Pak Andy F Noya. Beliau sangat ramah dan paham dengan kegrogian saya, sehingga guyonan terus meluncur. Bagaimana tidak grogi, 5 menit sebelum masuk studio baru dikabari saya masuk segmen pertama. Alamakkkk!!
Yah masuklah saya ke studio yang ternyata sudah penuh dengan penonton. Bukan 150 orang seperti jumlah tas yang saya bawa, tapi 750 orang. WOW! Rasanya sudah campur aduk. Datanglah Mas Hadi yang kemudian mengantarkan saya naik ke panggung dan tralaaaa…..lampu dan kamera serasa menghujani tubuh ini. Blank seketika. Nah, sekarang tahu kan kenapa tingkah saya agak canggung. Selama break, Pak Andy selalu melontarkan dagelannya yang membuat saya lebih rileks.
Perjuangan Dimulai
Banyak yang tak tahu, bahkan keluarga dekat, apa yang telah kami lewati, apa yang telah kami lakukan. Itu adalah hal lumrah. Banyak orang yang melakukan pengorbanan lebih besar dari yang telah kami lakukan. Kenapa lumrah? Karena kami mencintai aktifitas ini. Bukan gaji atau pujian yang kami kejar, tapi melihat anak-anak itu dapat berkarya di tengah keluarga dan masayarakat sudah membuat kami bungah. Sederhana tapi rasa ini membuat candu. Sahabat Kapas dengan relawannya yang ‘militan’.
Tampil di Kick Andy bukan tujuan akhir. Kesempatan emas ini adalah pintu bagi kami untuk berkarya lebih luas lagi. Meluas kreasi karyanya, meluas jangkauan anak-anak di Lapas /rutan lainnya, meluas jaringan kerja perlindungan anak, dan pastinya meluas berkahnya utuk semua.
Empat tahun belajar dengan anak-anak di balik jeruji besi, memberi banyak inspirasi. Kami harus banyak berbuat dan berpikir. Tidak hanya diam dan melihat apa yang mereka rasakan. Tapi turun langsung dan berdiskusi dengan mereka untuk mencari solusi terbaik untuk mereka. Anak-anak ini bukan aib. Mereka adalah pejuang yang terhormat. Mereka menerima hukumannya (yang tidak sebetar), berjuang menerima keadaan yang 180’ berbeda dengan di rumah. Dan masih semangat menghasilkan karya dengan keterbatasan yang ada.
Akhir tahun 2013, kami terbantu sekali lewat Program Kick Andy. Tidak hanya lewat dukungan buku, tapi kami telah diijinkan mengenal dunia lebih luas. Berkenalan dengan pribadi-pribadi hebat seperti Pak Setiawan Ambardy dari Yay. Kesetiakawanan & Kepedulian Sosial; Mbak Devi Suradji dari WWF-Indonesia; dan Pak Ali Sadikin dari Kick Andy Foundation.
Proses 5 hari itu membawa kami ke proses refleksi akhir tahun 2013. Sahabat Kapas menjadi seperti sekarang dan berkembang karena dukungan para relawan dan mentor yang tiada tara. Imbalan materi tidak mereka terima, tapi berkah Tuhan yang tak berbatas menjadi balasan mereka. Pujian, perhatian, dan dukungan yang mengalir deras, hanya patut diberikan bagi anak-anak yang berada di dalam rumah penahanan. Merekalah guru terbaik bagi kami para pekerja sosial. Kehidupan merekalah sumber inspirasi kami.
Terima kasih anak-anak hebat. Kalian yang (sementara ini) berada di balik terali besi jangan pernah putus asa. Karya besarmu dinanti.
Dian Sasmita
Published by