Pilu dengan pemberitaan Reza Eka Wardana (16 th) yang meninggal dunia pasca ‘penindakan’ oleh anggota kepolisian Polres Gunung Kidul. Nyawa menjadi taruhannya. Pemukulan hingga berujung koma dan meninggal tak sepadan dengan pelanggaran ringan yang dilakukan Reza. Peristiwa ini bukan untuk yang pertama kalinya terjadi. Anak- anak yang melakukan tindakan kriminal mendapatkan perlakuan kasar dari pihak kepolisian. Tindakan memukul, membentak, bahkan mengancam diri anak adalah tindakan yang sama sekali tidak diperkenankan, terlebih bagi anak yang sedang berhadapan dengan hukum. Anak dilindungi hak-haknya oleh hukum nasional maupun internasional. Konvensi dan hukum- hukum tersebut menentang upaya ancaman atau kekerasaan pada diri anak.
Mari sisihkan satu menit waktu kita untuk menarik napas panjang. Tiga menit berikutnya pejamkan mata dan bayangkan kita adalah mereka. Anak yang sedang bersalah melakukan pelanggaran norma. Dan satu menit berikutnya buka mata kita dan pandanglah mata mereka dengan senyum. Ya, masa mereka sekarang, pernah kita alami sekian tahun yang lalu. Masa penuh pergolakan psikis yang mempengaruhi perilaku dan respon sosialnya. Tuntutan gaya hidup sekarang dan beban pergaulan menjadi momok keseharian mereka. Mulai bangun tidur, permasalahan perut sudah hadir. Apakah pagi ini bisa sarapan dengan sisa uang ngamen semalam. Berangkat sekolah dibebani dengan PR mengisi setumpuk LKS yang tak gratis. Bentakan guru dan jam sekolah hingga sore membuat mereka lelah fisik dan psikis. Ditambah pula, sesampainya di rumah, mereka masih dituntut serangkaian kewajiban terhadap orang tua dan lingkungannya. Hal tersebut dapat menimbulkan kerja berat bagi fisik dan mental yang berujung pada stress dan depresi.
Perlindungan Bagi Anak
Pada 20 November 1989 , sebuah deklarasi hak anak dengan nama Konvensi Hak Anak (KHA) yg diadopsi dari Majelis Umum PBB dilaksanakan. Dalam pasal 37 KHA disebutkan larangan terhadap penyiksaan, perlakuan atau hukuman yang kejam, hukuman mati, penjara seumur hidup, dan penahanan semena-mena atau perampasan kebebasan anak. Prinsip-prinsip penanganan yang tepat, pemisahan dari tahanan dewasa, hubungan dengan keluarga dan akses terhadap bantuan hukum serta bantuan lainnya harus menjadi prioritas utama penyelesaian masalah anak.
UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 64 menerangkan bahwa anak yg berhadapan dengan hukum mendapat perlindungan khusus, yakni perlakuan yg manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-haknya serta penjatuhan sanksi dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.
Dalam situasi terburuk pun negara tetap berkewajiban melindungi warga negaranya, terutama anak-anak. Amanat ini tidak memiliki opsi tawar. Karenanya ketika muncul peristiwa meninggalnya Reza karena tindakan berlebihan dari salah satu anggota Polres Gunung Kidul, maka negara harus bertanggung jawab. Kepolisian adalah salah satu perangkat negara yang terikat oleh kedua aturan diatas. Kepolisian secara khusus memiliki kewenangan yang diatur dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2002. Tugas pokoknya tertuang dalam pasal 12, salah satunya tegas menyebutkan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Anak adalah salah satu sasaran layanan mereka yg mendapatkan perlakuan khusus.
Reza hanya salah satu dari puluhan (mungkin ratusan) anak yg pernah menerima perlakukan tak layak dari oknum polisi. Bentakan, ancaman, sudutan rokok, injakan sepatu boot, tempelengan, hingga jotosan membawa lebab di tubuh seringkali dialamatkan kepada anak yang melakukan tindakan kriminal. Ini bukan dongeng horor, tapi nyata penuturan mereka yang tidur di dalam kurungan besi.
Dua puluh tiga tahun sejak KHA lahir, 10 tahun pasca UU Perlindungan Anak berlaku, masih saja ada peristiwa pilu diterima anak-anak Indonesia. Kepolisian sebagai gerbang pertama proses hukum, memiliki porsi penting dalam ranah penegakan hukum berperspektif perlindungan anak. Karenanya harus dilakukan upaya serius dan berkelanjutan menciptakan sistem penanganan anak berhadapan dengan hukum yang saling berintegrasi. Harapannya tidak ada lagi anak yg alami re-victimisasi oleh polisi.
* Tulisan singkat ini sebagai wujud belasungkawa untuk anak-anak yg harus mengorbankan tubuh, martabat, dan nyawanya karena kekerasaan orang dewasa.
Selamat Hari Anak Sedunia. Karanganyar, 20 November 2012
Dian Sasmita
Ketua Yayasan Sahabat Kapas
Published by