Diskriminasi Anak Berkebutuhan Khusus dalam Akses Pendidikan Formal

Diskriminasi adalah tindakan yang memperlakukan satu orang atau kelompok secara kurang adil atau lebih baik daripada orang atau kelompok lain. Diskriminasi dapat dilakukan oleh individu, kelompok, atau kebijakan dan praktik organisasi (www.cicak2.com.au). Bagi orang awam, kata difabel atau disabilitas merupakan istilah familiar yang menggambarkan konsep gangguan atau keterbatasan fisik dan atau mental. Sebagian besar dari mereka mungkin menganggap kedua istilah tersebut sebagai konsep yang sama. Padahal sebenarnya berbeda. Difabel menunjuk pada istilah different ability (kemampuan berbeda), sementara disable mempunyai arti kemampuan terbatas. Istilah ini sempat diperdebatkan saat merumuskan RUU Penyandang Disabilitas (www.solopos.com). Akan tetapi yang terpenting bukanlah istilah mana yang digunakan, melainkan bagaimana kita memandang bahwa setiap manusia memiliki kelebihan, kekurangan, dan potensi masing-masing. Dalam kalangan akademik, diperkenalkan secara luas istilah anak berkebutuhan khusus sebagai istilah baku untuk anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik (https://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus)

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) seringkali menerima diskriminasi dari banyak pihak, baik individu, kelompok, bahkan lembaga sekolah. Dalam dunia pendidikan, teman-teman ABK mempunyai akses yang sangat terbatas untuk mendapatkan pendidikan dan sekolah sesuai keinginan mereka. ABK sering tidak diterima di sekolah karena alasan keterbatasan fisik. Hal ini diperparah dengan minimnya Guru Pendamping Khusus yang terdapat di sekolah inklusi sehingga banyak ABK yang belum terpenuhi kebutuhannya dalam mengenyam pendidikan. Sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang mengkoordinasi dan mengintegrasikan siswa regular dan siswa berkebutuhan khusus dalam program yang sama (www.sekolah-mandiri.sch.id). Menurut Budiyanto, dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya, “Sekolah inklusi lebih cocok bagi anak berkebutuhan khusus yang sedang dan ringan” (www.indonesiaindonesia.com).

Fasilitas sekolah yang kurang memudahkan anak berkebutuhan khusus dan jumlah sekolah yang kurang mengakomodasi jumlah ABK mencerminkan diskriminasi bagi anak berkebutuhan khusus dalam aspek pendidikan. Sebagai contoh, saat ini jumlah sekolah dasar inklusi yang tersebar di kabupaten dan kota di Jawa tengah baru berjumlah 463 (www.bpdiksus.org). Hingga tahun 2014, jumlah anak berkebutuhan khusus di Jawa Tengah yang berada dalam kategori pendidikan dasar berjumlah 81 ribu. Dari jumlah tersebut baru 21 ribu anak yang bisa mengenyam pendidikan di sekolah (sumber:www.kompas.com). Jadi dapat dikatakan bahwa ketersediaan sekolah inklusi belum sebanding dengan jumlah siswa berkebutuhan khusus.

Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional Pasal 11 Ayat 1, “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara tanpa diskriminasi” (www.sindiker.dikti.go.id). Artinya negara wajib membuka akses pendidikan bagi seluruh warganya termasuk bagi teman-teman anak berkebutuhan khusus. Jadi, pemerintah diharapkan dapat lebih memperhatikan akses pendidikan bagi ABK. Penambahan jumlah sekolah inklusi sangat diperlukan terlebih lagi di sekolah yang masih terpencil. Pemerintah berkewajiban menyediakan guru-guru dengan jumlah dan kualitas yang memadai, sarana dan prasarana penunjang di sekolah harus bisa digunakan juga untuk anak berkebutuhan khusus.

Referensi
Di Jateng, 60 Ribu Anak Berkebutuhan Khusus Kehilangan Hak Pendidikan diakses melalui alamat www.kompas.com
Inklusi Pendidikan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus diakses melalui alamat www.sekolah-mandiri.sch.id
Istilah Disabilitas dan Difabilitas Sempat Diperdebatkan diakses melalui alamat www.solopos.com
UU Sistem Pendidikan Nasional Pasal 11 Ayat 1 diakses melalui alamat www.sindiker.dikti.go.id
https://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus
www.bpdiksus.org
www.cicak2.com.au
www.indonesiaindonesia.com

Ditulis oleh Fauzyyah Sri U. P. (Relawan Sahabat Kapas)

You Might Also Like

Published by

Evi Baiturohmah

Penyuka panda, pantai dan percakapan. Selalu ingin membuat terobosan menarik dan kreatif dalam pekerjaan dan kehidupan sehari- hari. Mantra mujarab: Things get tough and shi*s happen, but you’ll survive.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.