Saat ini, pendidikan seksual masih dianggap sebagai pendidikan yang tabu untuk diajarkan kepada anak-anak. Sebagian beranggapan bahwa anak belum cukup umur dan pada saatnya akan tahu dengan sendirinya tentang segala hal yang berkaitan dengan seksualitas itu sendiri, sehingga akhirnya memproteksi anak dari mendapat pendidikan seksual. Anggapan yang seperti ini menurut saya tidak pas. Kenapa? Karena dengan membiarkan anak mengetahui dengan sendirinya hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas tidak memberikan jaminan bahwa anak mendapat informasi dari sumber yang tepat dan terpercaya. Bahkan anak tidak akan tahu seperti apa pendidikan seksual yang benar.
Sebenarnya, seksual itu apa sih? Kenapa harus diajarkan? Ga bisa ya dengan sendirinya, seiring umur bertambah, pendidikan seksual dapat diterima dan langsung diketahui oleh anak?

Ok, yuk kita bahas!
Pendidikan adalah poses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001). Pendidikan seksual menurut Sarlito W. Sarwono (2001) adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, dan tingkah laku seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
“Terus, kalo anak-anak diajarin pendidikan seksual, apa ngaruhnya? Mereka kan belum cukup umur.”
Hmm… Oke… Pendidikan seksual itu menerangkan, menjabarkan, menjelaskan selain tentang aspek-aspek anatomi dan biologis, juga menerangkan aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual juga harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia, memberikan pengertian untuk perubahan-perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan mnasalah seskual pada anak dan remaja. Tujuan dari pendidikan seksual adalah untuk mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual meliputi peran, tuntutan dan tanggung jawab.
Selain itu, juga untuk membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi, memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan perilaku seksual, memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar mereka dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya, untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan dan memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai suami istri/suami, orang tua, maupun anggota masyarakat.
Singgih D. Gunarso (2002) mengatakan bahwa tujuan dari pendidikan seksual adalah untuk membuat suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan kotor tetapi lebih sebagai bawaan manusia.
See? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijabarkan bahwa pendidikan seksual itu harus melalui pengajaran dan pelatihan. Karena ini juga termasuk mempelajari organ vital manusia. Dengan mengajarkan pendidikan seksual kepada anak, berarti kita juga telah berperan aktif memproteksi anak dari kekerasan seksual. Dan yang paling penting, pendidikan seksual tidak selalu membicarakan seks! Hal ini lah yang mungkin ada di benak sebagian orang yang masih menganggap tabu pendidikan seksual yang harus diajarkan kepada anak. Singgih D. Gunarso (2002) berpendapat bahwa kita jangan menunggu sampai anak mencapai usia belasan tahun untuk berbicara tentang masa pubertas. Mereka harus sudah mengetahui perubahan yang akan terjadi pada masa sebelumnya.
Nah, kalau sudah begini gimana cara menyampaikan kepada anak tentang pendidikan seksual ini? Cara menyampaikannya harus wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu/malu. Isi uraian yang disampaikan harus obyektif, tapi jangan menerangkan yang tidak-tidak, seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi. Dangkal/mendalamnya isi uraiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan dengan tahap perkembangan anak.
Pendidikan seksual harus diberikan secara pribadi, karena luas-sempitnya pengetahuan dengan cepat-lambatnya tahap-tahap perkembangan tidak sama buat setiap anak. Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa usaha melaksanakan pendidikan seksual perlu diulang-ulang (repetitive). Selain itu, perlu untuk mengetahui seberapa jauh suatu pengertian baru dapat diserap oleh anak, sehingga diperlukan metode mengingatkan dan memperkuat (reinforcement) (Singgih D. Gunarso, 2002). Hindari gaya mengajar seperti di sekolah. Pembicaraan hendaknya tidak hanya terbatas pada fakta-fakta biologis, melainkan juga tentang nilai, emosi dan jiwa. Jangan khawatir untuk menjawab terlalu banyak terhadap pertanyaan anak. Mereka akan selalu bertanya tentang apa yang mereka tidak mengerti. Anak-anak usia pra-sekolah juga perlu tahu bagaimana melindungi diri dari penyimpangan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa. Ini berarti orang tua harus memberitahu anak bahwa mengatakan “tidak” kepada orang dewasa bukanlah sesuatu yang dilarang.
Nah, sudah tahu kan pentingnya pendidikan seksual itu kek apa? Ga perlu tabu buat menjelaskan pendidikan seksual ke anak, karena anak emang perlu banget pendidikan seksual ini ^^
Ditulis oleh Diah Indria K. W. (Relawan Sahabat Kapas)
Published by