Asian Para Games: Medium Ajarkan Empati pada Anak

“Learning to stand in somebody else’s shoes, to see through their eyes, that’s how peace begins. And it’s up to you to make that happen. Empathy is a quality of character that can change the world.” – Barack Obama

Dua helatan olah raga bergengsi se-Asia yang dilangsungkan di Indonesia telah rampung digelar. Asian Games 2018 dan Asian Para Games 2018 tidak hanya mendapat sambutan positif dari masyarakat Indonesia, namun mengundang decak kagum dunia internasional. Antusiasme dan euforia masyarakat dalam mengikuti jalannya setiap pertandingan dari berbagai cabang olahraga pun patut diacungi jempol. Berbagai kalangan masyarakat, dari berbagai usia dan wilayah berbondong-bondong mendatangi arena pertandingan cabang olahraga favorit untuk memberikan dukungan bagi para atlet yang berjuang membawa nama bangsa. Hasilnya, dukungan penuh pemerintah dan masyarakat membawa Indonesia menempati urutan ke-4 dalam Asian Games dan urutan ke-5 pada Asian Para Games.

Selain prestasi gemilang para atlet, kedua event bergengsi tersebut juga meninggalkan kesan lain yang mendalam bagi masyarakat. Event APG 2018 misalnya yang dijadikan momentum untuk menunjukkan kepedulian dan penghormatan tinggi terhadap para penyandang disabilitas. Indonesia selaku tuan rumah membuktikan diri sebagai salah satu negara ramah disabilitas dengan dibangunnya fasilitas khusus dan tiket gratis untuk penyandang disabilitas yang ingin menikmati gelaran APG 2018. Selain itu, event ini menjadi sarana promosi kesetaraan dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya masyarakat Indonesia.

Sarana Ajarkan Anak tentang Empati
Dari berbagai nilai positif event olah raga tersebut, ada hal menarik yang didapat orang tua saat mengajak anak memeriahkan gelaran APG 2018. Dengan ikut berpartisipasi memeriahkan gelaran ini, orang tua secara tidak langsung menanamkan empati pada si kecil sejak usia dini. Dengan mengajak anak menonton APG 2018, baik secara langsung maupun melalui televisi, anak dapat melihat kemampuan dan fisik para atlet. Secara tidak langsung, mereka akan mendapat pengetahuan baru bahwa manusia memiliki penampilan fisik yang berbeda-beda. Orang tua bisa memberitahukan pada anak bahwa kondisi yang dimiliki penyandang disabilitas nyatanya tidak menghalangi mereka untuk meraih mimpi dan berpretasi mengharumkan nama bangsa.

Orang tua juga bisa membuka diskusi dengan anak tentang perjuangan para atlet yang berlaga di APG 2018. Ratusan atlet yang bertanding mewakili Indonesia tentunya menyimpan kisah yang memiliki inspirasi tersendiri. Dengan segala keterbatasan, mereka bangkit dan tidak menyerah dengan kondisi yang dimiliki. Selain itu, pesta olahraga difabel se-Asia tersebut juga bisa menjadi momen tepat bagi orang tua untuk mengajarkan anak menghargai perbedaan, mengapresiasi prestasi orang lain, dan memupuk rasa syukur melalui hal sederhana. Jika si kecil mendapatkan berbagai pengalaman tersebut sejak dini, tidak mustahil ia tumbuh menjadi pribadi yang dapat beradaptasi dan survive di manapun ia berada.

Pentingnya Penanaman Empati Sedari Dini
Belajar empati sejak dini adalah pelajaran hidup yang penting bagi seseorang. Empati tidak hanya bermanfaat di masa kanak-kanak, tetapi juga dalam kehidupan dewasa, bahkan seumur hidup. Dilansir dari laman theAsianparent.com, anggota senior Child Trauma Academy, Dr. Bruce D. Perry M.D Ph.D menyatakan bahwa empati adalah salah satu anugerah yang paling sempurna bagi manusia. Empati dalam diri anak akan memastikannya tumbuh menjadi pribadi yang peduli terhadap orang lain dan lingkungan. Pada tahun-tahun awal kehidupan, anak-anak secara alami cenderung bersifat egosentris. Mereka biasanya belum siap untuk mempertimbangkan kebutuhan dan perasaan orang lain.

Membangun pemahaman tentang apa yang orang lain rasakan, bagaimana tindakan mereka sendiri dapat berdampak pada orang lain, dan mengapa seseorang mungkin mengalami perasaan pada waktu tertentu adalah keterampilan hidup yang berharga untuk dimiliki anak-anak. Membantu anak mengembangkan rasa empati yang kuat bermanfaat karena empati mendorong toleransi dan penerimaan, mempromosikan harmoni sosial, dan dapat mengurangi kemungkinan perundungan (bullying).

Sebuah studi yang meneliti tentang empati anak di Universitas California menunjukkan anak usia 18 bulan sudah bisa menguasai komponen kunci dari empati, yaitu kemampuan memahami perasaan orang lain. Hal tersebut dimanifestasikan dalam perubahan gerakan fisik saat anak menunjukkan rasa empatinya. Pada usia 4 tahun, anak mulai berpikir tentang perasaan orang lain yang terhubung dengan perasaan mereka sendiri. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa segala proses pembelajaran empati si kecil sebenarnya berlangsung secara alami, namun orang tua juga dapat mengambil peran agar proses tersebut terjadi secara sadar dan mendorong si kecil memiliki pengalaman empati yang lebih banyak.

You Might Also Like

Published by

Anggi Nur Cahya Trivi

Biasa disingkat Anggi NCT. (Masih) berstatus mahasiswa psikologi Universitas Sebelas Maret. Mengaku punya hobi membaca, menonton, dan mendengarkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.